Malaysia dan Singapura berencana membahas lagi Perjanjian Air 1962
CB,
KUALA LUMPUR -- Jual-beli dan penentuan harga air mentah menjadi salah
satu pokok perbincangan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad dengan
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong saat bertemu di Istana
Singapura, Senin (12/11).
Sebagaimana dilansir media setempat, Mahathir Mohamad memunculkan
masalah tersebut pada pertemuan bersama sejawatnya tersebut. "Kami
membangkitkan masalah yang sebelum ini dilihat sebagai kontroversial.
Saya menyatakan pendirian berkenaan dengan masalah itu dan beliau tampak
agak terbuka dan menenggang masalah itu," kata Mahathir.
"Saya
pikir beliau mendengar pandangan saya dan beliau terbuka untuk
berbincang lebih lanjut berkenaan dengan masalah itu," katanya.
Sebelumnya,
Mahathir Mohamad menghadiri acara bersama warga Malaysia di Singapura
dengan menjawab berbagai persoalan, yang ditanyakan warga Malaysia itu.
Selain
itu, beberapa persoalan lain turut dibicarakan dalam pertemuan hampir
satu jam tersebut. Saat ditanya apakah Singapura bersedia berunding
lagi, Mahathir mengatakan Singapura tidak menyatakannya.
"Sekurang-kurangnya, mereka bersedia menyatakan pandangan mereka dan untuk Malaysia menyatakan pendirian kita," tambahnya.
Mahathir
sebelumnya dikabarkan akan membahas lagi Perjanjian Air 1962, yang
menjadi tema perundingan kedua setelah penangguhan pembangunan Kereta
Rel Berkecepatan Tinggi (HSR) Kualalumpur-Singapura dengan Singapura.
Pasokan
air perlu diselesaikan dengan Singapura secara diplomatik, karena
republik itu bergantung kepada Malaysia untuk pasokan hampir separuh
keperluan airnya dan sudah melalui beberapa perjanjian sejak 1927.
Perjanjian
Sungai Johor pada 1962, yang akan berakhir pada 2061, memberikan negara
itu 250 juta galon air mentah sehari dengan harga 3 sen bagi setiap
1.000 galon dan Malaysia membeli lagi air yang dirawat pada harga 50 sen
setiap 1.000 galon.
Dalam dua pertemuan dengan pemerintah
sebelum ini, Singapura setuju membayar 45 sen bagi setiap 1.000 galon
hingga 2011 dan 60 sen sejak 2011 hingga 2061, yang akan berkelanjutan
hingga 100 tahun setelah itu.
Pemerintah Malaysia
mengenakan syarat bahwa Singapura perlu membayar 60 sen sejak 2001
hingga 2007 dan 3 ringgit hingga 2011, tapi negara pulau itu menolak.