Kamis, 08 Desember 2016

Sarmat: Misil Balistik Antarbenua Terbaru Rusia, ‘Anak Satan’



 
Seperti apa senjata baru ini, dan mengapa Rusia membutuhkannya?
missile launching pad
Penutup landasan peluncuran rudal RS-20 (Voyevoda) diangkat pada perayaan pasukan misil strategis, divisi rudal Orenburg, di Orenburg Oblast. Sumber: Vladimir Fedorenko/RIA Novosti
Uji penembakan misil balistik antarbenua Sarmat, yang akan beroperasi pada awal 2020-an, telah berhasil dilaksanakan pada September lalu. Namun, karakter teknis dan taktis senjata ini masih ‘dirahasiakan’. Kami akan memaparkan infomasi yang berhasil kami himpun dari pengembang senjata ini serta percakapan dengan para pakar militer.
Perlu dicatat, saat ini misil tersebut masih dalam proses rekayasa dan pengembangan, dan saat mulai beroperasi, ia tentu sudah melalui sejumlah modifikasi dan perubahan.

Apa Itu Sarmat?

Sarmat adalah misil antarbenua berbahan bakar cair kelas berat dengan kode MS-28. Total bobotnya mencapai 100 ton dan berat lemparannya ialah 10 ton. Misil ini akan bergabung dengan Pasukan Misil Strategis Rusia setelah 2020 dan akan menggantikan P-32M2 “Voievoda”, misil strategis yang paling sulit dan dashyat di dunia (julukan NATO: SS-18 Satan), dengan bobot 211 ton dan memiliki kekuatan lemparan 8,8 ton.
Hal yang akan membuat Sarmat berbeda dari pendahulunya tak hanya bobot yang lebih ringan, tapi juga jangkauan terbang. Jika ‘Satan’ mampu terbang pada jarak 11 ribu kilometer, Sarmat mampu menempuh jarak lebih dari 17 ribu kilometer, dan seperti yang direncanakan pengembang, dapat terbang ke target yang bahkan berada di Kutub Selatan, yang di sana tak ada siapa pun yang menantinya dan tak ada pagar antimisil yang dibangun.
Selain itu, Sarmat akan memiliki setidaknya 15 muatan peluru kendali balistik yang berisi beberapa hulu ledak individual, bukan hanya 10 hulu ledak nuklir. Mereka akan ditempatkan sesuai prinsip ‘setumpuk anggur’, dan masing-masing memiliki kapasitas 150 - 300 kiloton, yang dapat dipisahkan dari ‘tumpukannya’ saat ia harus meninggalkan target seperti yang diprogram. Ia dapat terbang dengan kecepatan hipersonik (melebihi Mach 5), mengubah lintasannya sesuai dengan tingkat dan ketinggian sehingga tak bisa dicegat oleh sistem pertahanan misil mana pun, baik yang sudah ada saat ini maupun misil jarak jauh, termasuk yang bergantung pada elemen antariksa.
“Bagi Sarmat, tak penting apakah ada sistem pertahanan misil atau tidak. Ia tak akan menyadarinya.”

Berapa Banyak Sarmat yang Akan Muncul?

Setidaknya 154 bahan peledak akan tetap bertahan di Voievoda (154 granat pertama akan dijinakkan sesuai perjanjian START-I). Namun, tentu tak semuanya akan diisi misil baru, jumlahnya haru sesuai dengan parameter Trakat START-3, yang memberi jatah Rusia dan AS 700 kendaraan peluncur dan 1.550 hulu ledak nuklir untuk ditempatkan pada 5 Februari 2018.
Tiap Sarmat membutuhkan 15 hulu ledak, dan berdasarkan data yang tersedia saat ini, Rusia memiliki 521 kendaraan peluncur dan 1.735 hulu ledak. Sementara, AS memiliki 741 peluncur dan 1.481 hulu ledak.
Trakat START-3 mungkin akan diperpanjang setelah berakhir masa berlakunya pada 2021, dengan persetujuan kedua pihak, untuk lima tahun tambahan. Dan jika itu terjadi, yang jelas pertama, Rusia akan memiliki lebih sedikit misil kelas Sarmat dibanding Voievoda. Memang, selain Sarmat Rusia juga masih punya peluncur lain seperti misil darat dan laut, bahkan pengebom strategis.

Mengapa Rusia Butuh Sarmat?

Di satu sisi, jawabannya jelas: untuk menghadapi musuh potensial, serta menggantikan Voievoda, yang pada akhir START-3 akan berakhir masa baktinya.
Di sisi lain, menurut Doktor Ilmu Teknik, Peneliti Senior di Institut Ekonomi Dunia dan Hubungan Internasional Russian Academy of Sciences, Mayor Jenderal Vladimir Dvorkin, untuk menyelesaikan masalah ini, kompleks misil strategis bergerak seperti Topol-M, Yars, Rubezh, dan dalam jangka panjang sistem misil kereta tempur Barguzin, akan cukup.
"Sarmat dalam granat Voievoda adalah tujuan yang baik untuk serangan pertama musuh. Rusia tak akan pernah menjadi pihak pertama yang menyerang dnegan misil nuklir," terang Dvorkin, “meski kemungkinan ini terekam dalam doktrin militer kami.“
Kolonel Jenderal Viktor Esin sepakat dengan rekan saya, namun tak sepenuhnya. "Tidak, kita tak akan menjadi yang pertama menyerang dengan misil nuklir. Namun, Sarmat tak ditujukan untuk itu, melainkan untuk serangan balasan. Kita bisa melakukannya selama misil musuh terbang ke arah kita. Sebuah hal yang mungkin diketahui musuh. Oleh karena itu Sarmat, dan sistem pertahanan lain, akan menjamin keamanan kita."



Credit  indonesia.rbth.com