Foto: Istimewa/Humas PLN
"Jepang, Korea, China, India. India negara berkembang yang serius kembangkan mobil listrik. Dia punya visi jelas sampai 2020. Dia sudah ekspor mobil ke Eropa," kata Ketua Tim Mobil Listrik Institut Teknologi Bandung (ITB), Agus Purwadi, kepada detikFinance, Selasa (15/3/2016).
Indonesia bisa diserbu sebagai pasar semua segmen mobil listrik. China dan India bisa masuk dengan mobil listrik kelas menengah bawah, sedangkan Jepang dan Korsel masuk ke kelas menengah. Eropa dan AS unggul dalam mobil listrik kelas premium atau menengah atas.
"Kelas atas ada Eropa dan Amerika yang siap antre. Mereka berpikir ke depan, mereka nggak mungkin lagi bergantung ke energi fosil. Apakah kita mau serahkan pasar atau ikut berkontribusi di pasar domestik?" ujar Agus.
Agus memandang Indonesia sebagai pasar besar untuk industri otomotif. Setiap tahun, perputaran uang di industri otomotif Indonesia mencapai Rp 250 triliun.
"Pasar Indonesia masih besar, secara rasio kepemilikan mobil masih di bawah manusia (total penduduk). Artinya ekonomi tumbuh, maka industri otomotif akan tumbuh," ujarnya.
Indonesia bisa menjadi penonton bila tidak bergerak cepat. Agus menilai perlunya dukungan kuat dari pemerintah, seperti diterima oleh pengembang mobil listrik negara tetangga dalam menciptakan basis industri mobil listrik nasional yang kuat.
Untuk bisa membangun mobil listrik, Agus memandang perlu ada visi yang jelas. Selanjutnya, pemerintah harus memberikan dukungan dalam bentuk regulasi dan infrastruktur.
Untuk regulasi, pemerintah bisa memberikan insentif pajak bagi kendaraan ramah lingkungan seperti mobil listrik.
"Harusnya semua ramah lingkungan harus diberi insentif. Kemudian pengaturan standar uji," tambahnya.
Dari sisi infrastruktur dasar, Agus memandang pembangunan charger station atau Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) juga sangat diperlukan.
"Paling SPLU atau charging station. Ini perlu di-provide. Itu sejenis 'SPBU' untuk mobil listrik. Ini bisa disediakan oleh PLN dan ESDM," sebutnya.
Credit detikfinance