CB - Geolog
Indonesia, Nugroho Setiawan, mendapat kesempatan langka bergabung dalam
"Japan Antartics Research Expedition" untuk meneliti di benua Antartika.
Nugroho akan ikut serta menguak dinamika Antartika pada masa lalu serta pengaruhnya dalam evolusi Bumi.
Antartika dahulu jauh lebih luas dari sekarang. Daratan benua tersebut terpecah-pecah. Pecahan itu lantas menjelma menjadi beberapa wilayah diantaranya Sri Lanka, Madagaskar, dan Australia.
"Kita ingin merekonstruksi bagaimana (daratan) itu bisa terpecah, suhu, tekanannya, dan lainnya," kata dosen di Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Sebagian besar tim ekspedisi berasal dari Jepang. Nugroho menjadi satu-satunya peneliti Indonesia yang terlibat. Dia diseleksi sejak tahun tahun 2011 lalu.
Selain Nugroho, peneliti dari negara berkembang yang ikut serta berasal dari Mongolia dan Sri Lanka.
Misi ke Antartika akan berjalan dari November 2016 hingga Maret 2017 mendatang. Selama 2 bulan, Nugroho dan anggota tim peneliti lainnya akan berkemah di daratan Antartika yang luar biasa dingin.
Agar riset itu berjalan dengan lancar, Nugroho dan tim melakukan latihan hidup di kutub.
Baru-baru ini, Nugroho melakukan winter-camp training di Pegunungan Nori Kora di Jepang yang bersuhu sekitar 5 derajat celsius.
"Kita latihan bagaimana berjalan di salju tebal, melakukan resque, dan menghadapi kondisi darurat," katanya.
Di Antartika nanti, Nugroho dan tim akan mengambil sejumlah sampel batuan dan membandingkannya dengan batuan-batuan di wilayah pecahan Antartika.
Analisis akan dilakukan pada sampel batuan untuk mengungkap teka-teki evolusi Bumi yang belum terjawab.
Dihubungi Kompas.com, Senin (14/3/2015), Nugroho mengakui bahwa riset ini tidak akan memberikan manfaat secara langsung dalam waktu dekat. Namun, bukan berarti riset tidak akan bermanfaat dalam jangka panjang.
"Target kami saat ini adalah mengungkap tentang Bumi itu sendiri," jelasnya.
Kesempatan yang diberikan kepada peneliti Indonesia untuk ikut serta dalam ekspedisi ini harus dimaknai sebagai ajakan untuk mengejar ketertinggalan pengetahuan.
Nugroho mengatakan, geologi Indonesia saat ini masih banyak fokus pada upaya ekstraksi sumber daya alam.
"Riset ini mengajak Indonesia untuk cepat mengejar ketertinggalan, jangan enak mengekstraksi, kembali fokus pada geologi sebagai ilmu bumi," jelasnya.
Nugroho akan ikut serta menguak dinamika Antartika pada masa lalu serta pengaruhnya dalam evolusi Bumi.
Antartika dahulu jauh lebih luas dari sekarang. Daratan benua tersebut terpecah-pecah. Pecahan itu lantas menjelma menjadi beberapa wilayah diantaranya Sri Lanka, Madagaskar, dan Australia.
"Kita ingin merekonstruksi bagaimana (daratan) itu bisa terpecah, suhu, tekanannya, dan lainnya," kata dosen di Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Sebagian besar tim ekspedisi berasal dari Jepang. Nugroho menjadi satu-satunya peneliti Indonesia yang terlibat. Dia diseleksi sejak tahun tahun 2011 lalu.
Selain Nugroho, peneliti dari negara berkembang yang ikut serta berasal dari Mongolia dan Sri Lanka.
Misi ke Antartika akan berjalan dari November 2016 hingga Maret 2017 mendatang. Selama 2 bulan, Nugroho dan anggota tim peneliti lainnya akan berkemah di daratan Antartika yang luar biasa dingin.
Agar riset itu berjalan dengan lancar, Nugroho dan tim melakukan latihan hidup di kutub.
Baru-baru ini, Nugroho melakukan winter-camp training di Pegunungan Nori Kora di Jepang yang bersuhu sekitar 5 derajat celsius.
"Kita latihan bagaimana berjalan di salju tebal, melakukan resque, dan menghadapi kondisi darurat," katanya.
Di Antartika nanti, Nugroho dan tim akan mengambil sejumlah sampel batuan dan membandingkannya dengan batuan-batuan di wilayah pecahan Antartika.
Analisis akan dilakukan pada sampel batuan untuk mengungkap teka-teki evolusi Bumi yang belum terjawab.
Dihubungi Kompas.com, Senin (14/3/2015), Nugroho mengakui bahwa riset ini tidak akan memberikan manfaat secara langsung dalam waktu dekat. Namun, bukan berarti riset tidak akan bermanfaat dalam jangka panjang.
"Target kami saat ini adalah mengungkap tentang Bumi itu sendiri," jelasnya.
Kesempatan yang diberikan kepada peneliti Indonesia untuk ikut serta dalam ekspedisi ini harus dimaknai sebagai ajakan untuk mengejar ketertinggalan pengetahuan.
Nugroho mengatakan, geologi Indonesia saat ini masih banyak fokus pada upaya ekstraksi sumber daya alam.
"Riset ini mengajak Indonesia untuk cepat mengejar ketertinggalan, jangan enak mengekstraksi, kembali fokus pada geologi sebagai ilmu bumi," jelasnya.
Credit KOMPAS.com