Ilustrasi
CB - Kalangan peternak dan
industri sapi Australia kini berada dalam ketidakpastian. Mereka
menunggu kemurahan hati pemerintah Indonesia untuk membuka keran izin
impor yang lebih besar.
Gary Riggs sendiri telah menjadwalkan ternak sapinya untuk dikapalkan pada April mendatang, namun kemudian diundurkan karena belum adanya kepastian jumlah kuota dari Indonesia.
"Karena izin impor dari Indonesia belum keluar, eksportir kemudian menawarkan pengiriman ternak itu ke Vietnam," jelasnya.
Artinya, Riggs harus mengatur lagi ternak-ternaknya. "Ini membuat saya sempat kalang-kabut, dan harus menyewa pekerja paruh waktu," katanya.
Riggs sendiri telah menandatangani kontrak penjualan sapinya pada Desember 2014 lalu, dan meskipun kini harganya 10 sen perkilo lebih mahal namun ia mengaku cukup puas dengan harga lama. (ABC Radio Australia)
Mereka berharap dengan berakhirnya izin impor sapi
Australia kuartal pertama 2015 akhir Maret ini, pemerintah Indonesia
akan menambah kuota paling tidak hingga 250 ribu ekor sapi untuk kuartal
kedua, April-Juni 2015.
Harapan kalangan peternak dan eksportir sapi Australia
mulai mengemuka sejak pekan lalu. Menurut informasi yang diperoleh ABC,
pemerintah Indonesia kabarnya akan mengumumkan jumlah kuota tersebut,
Kamis (26/3/2015).
Diakui, tidak adanya angka pasti berapa jumlah kuota
yang akan dikeluarkan pemerintah Indonesia, menimbulkan persoalan
berkelanjutan bagi peternak dan eksportir sapi Australia.
Menurut Gary Riggs, peternak sapi dari Lakefield Station di Northern
Territory, alokasi izin impor yang dikeluarkan pemerintah Indonesia
setiap akhir kuartal, telah berdampak pada bagaimana mengelola
pengapalan ternak yang pada akhirnya berdampak pula pada peternak.Gary Riggs sendiri telah menjadwalkan ternak sapinya untuk dikapalkan pada April mendatang, namun kemudian diundurkan karena belum adanya kepastian jumlah kuota dari Indonesia.
"Karena izin impor dari Indonesia belum keluar, eksportir kemudian menawarkan pengiriman ternak itu ke Vietnam," jelasnya.
Artinya, Riggs harus mengatur lagi ternak-ternaknya. "Ini membuat saya sempat kalang-kabut, dan harus menyewa pekerja paruh waktu," katanya.
Riggs sendiri telah menandatangani kontrak penjualan sapinya pada Desember 2014 lalu, dan meskipun kini harganya 10 sen perkilo lebih mahal namun ia mengaku cukup puas dengan harga lama. (ABC Radio Australia)
Credit TRUBUNPONTIANAK.CO.ID