Australia tidak akan terima pencari suaka dari UNHCR mulai Juli.
(REUTERS/Samrang Pring )
(CB) -
Kementerian Luar Negeri RI telah mengetahui kebijakan baru Pemerintah
Australia yang disampaikan oleh Menteri Imigrasi Scot Morrison pada
Selasa kemarin. Namun, menurut Juru Bicara Kemenlu, Michael Tene,
kebijakan tersebut, merupakan urusan internal Pemerintah Negeri
Kanguru.
Untuk itu, sebaiknya tidak dikaitkan dengan Indonesia. Hal itu
disampaikan oleh Tene, ketika ditemui media pada Rabu, 19 November
2014.
Dia menegaskan, kendati merupakan kebijakan Pemerintah Australia, RI akan selalu memantau implikasi dari keputusan tersebut.
"Jika ada yang berdampak merugikan, tentu Indonesia akan melindungi kepentingannya dan mengambil tindakan," kata Tene.
Dia menambahkan, isu pencari suaka ini hanya bisa diselesaikan
melalui langkah komprehensif yang melibatkan ketiga pihak yaitu negara
asal, transit, dan tujuan. Setiap negara, lanjut Tene, memiliki
kewajiban untuk melakukan deteksi dini, pencegahan dan perlindungan
terhadap para pencari suaka tersebut.
"Misalkan, para pencari suaka itu karena alasan ekonomi, mereka
tetap merupakan korban situasi di dalam negaranya. Kalau misalkan di
luar negaranya, mereka masih mengalami masalah, itu berarti mereka
menjadi korban sebanyak dua kali. Di sini lah kita semua wajib untuk
melindungi," papar Tene.
Selain itu, ketiga pihak juga harus tegas menindak oknum yang diuntungkan dari perbuatan penyelundupan manusia ini.
"Mereka harus ditindak hukum secara tegas," imbuh Tene.
Indonesia pun, kata Tene, kendati tidak ikut bergabung dalam
konvensi pengungsi PBB tahun 1951, namun selalu berupaya untuk
menerapkan prinsip-prinsip pokok di konvensi tersebut.
"Jadi, Indonesia tidak akan melakukan pengusiran, pemulangan secara
paksa, dan bekerja sama dengan lembaga PBB menyangkut isu tersebut,"
kata dia.
Menteri Imigrasi Australia, Scott Morrison, pada Selasa kemarin
menyebut pemerintahnya akan menghilangkan kesempatan untuk menempatkan
para pencari suaka di Negeri Kanguru. Hal itu berlaku bagi para pencari
suaka yang mendaftar ke UNHCR Jakarta setelah Juni 2014.
"Dengan adanya perubahan ini, seharusnya bisa mengurangi pergerakan
para pencari suaka ke Indonesia dan mendorong mereka untuk mencari
penempatan di dalam atau negara pertama mereka transit. Selain itu,
kebijakan ini bisa mendorong agar Indonesia tidak dijadikan negara
tujuan oleh para pencari suaka," ungkap Morrison yang dikutip kantor
berita ABC News.
Dia berdalih, program kemanusiaan yang dimiliki oleh Australia
diberikan prioritas kepada para pengungsi yang memang benar-benar
menjadi korban dan rentan.
"Yang lebih penting lagi, tempat ini tidak diambil oleh orang-orang
yang sengaja ingin memanfaatkan program kemanusiaan itu dengan membeli
penempatan melalui negara transit," kata dia.
Dalam program kemanusiaan Australia periode 2014-2015, mereka
memberikan tempat kepada 13.750 pengungsi. Sebanyak 11 ribu di
antaranya, berasal dari luar negeri.
Morrison menyebut telah menginformasikan mengenai kebijakan tersebut kepada Pemerintah Indonesia.
Sementara itu, Duta Besar RI untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema, yang dihubungi VIVAnews hari ini mengatakan, itu merupakan kebijakan Pemerintah Negeri Kanguru yang tidak perlu dikaitkan dengan Indonesia.
"Silakan mereka memberlakukan kebijakan itu, karena memang pada
dasarnya mereka yang memutuskan hal itu secara sepihak," imbuh dia.
Namun, menurut pengacara imigrasi dan pengungsi, David Manne,
kebijakan Pemerintah Negeri Kanguru ini bisa berdampak terhadap lebih
banyak lagi para pengungsi terjebak dalam kondisi yang tidak jelas.
"Permasalahan utama dari program ini yaitu, Pemerintah Australia
justru tidak melakukan apa-apa untuk memperbaiki nasib atau melindungi
mereka. Seolah-olah Australia ingin tidak ingin bertanggung jawab untuk
melindungi pengungsi," kata Manne.
Tidak Tahu
Sementara itu, sekelompok pencari suaka yang tiba di kantor UNHCR
Jakarta pada Selasa kemarin mengaku tidak tahu dengan kebijakan
Pemerintah Australia itu. Bahkan, menurut mereka, justru dengan
kebijakan tersebut memicu mereka untuk berangkat ke Australia dengan
menggunakan perahu.
Sebagai contoh, dua pria asal Afghanistan yang ditemui ABC News mengatakan, akan mencoba untuk tinggal di negara lain, namun tetap mempertimbangkan menumpang perahu untuk berangkat ke sana.
Pria lainnya asal Sudan, bernama Ahmed, yang tiba di Jakarta dua
pekan lalu, mengatakan akan semakin banyak pencari suaka yang justru
mencoba menyebrang dengan perahu, walau taruhannya nyawa.
Credit VIVAnews