CB - Di
antara 544 nelayan asing yang ditangkap di Berau, Kalimantan Timur,
didapati sejumlah orang yang membawa uang ringgit, surat pegadaian
Malaysia dan mengaku berasal dari wilayah Malaysia.
Namun
bukti-bukti tersebut belum bisa dijadikan landasan untuk menentukan
kewarganegaraan mereka. Mereka juga tidak memegang kartu identitas diri.Hal itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi dalam wawancara dengan BBC Indonesia melalui telepon, Kamis (27/11).
"Memang sampai saat ini tim Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan tim lainnya belum menemukan dokumen-dokumen yang langsung terkait dengan kewarganegaraan mereka.
"Namun kami sudah menemukan beberapa bukti-bukti kecil mengenai di mana mereka bertempat tinggal, keluarga mereka di mana, uang apa yang digunakan dan sebagainya," kata menteri luar negeri.
'Surat gadai'
Ratusan orang yang diduga nelayan asing ditangkap di Kabupaten Berau menyusul kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pekan lalu.Mereka diketahui hidup berpindah, menghabiskan sebagian waktunya di atas laut dan diduga melakukan penangkapan di wilayah perairan Indonesia.
"Misalnya, dari verifikasi yang kita lakukan, mereka mengatakan bahwa mereka memiliki keluarga di Samporna dan Bangau Bangau. Kemudian mata uang yang mereka miliki adalah mata uang ringgit," kata Retno Lestari Priansari Marsudi.
Samporna dan Bangau Bangau terletak di timur negara bagian Sabah, Malaysia.
"Kemudian ada surat gadai yang mereka miliki yang juga surat gadai dari Samporna."
Kementerian Luar Negeri Malaysia mengatakan berdasarkan pemeriksaan awal ratusan nelayan tersebut tidak bisa berbahasa Melayu dan tidak memiliki kartu identitas Malaysia.
Disebutkan Kementerian Luar Negeri Malaysia juga akan terus menjalin komunikasi dengan Indonesia untuk memverifikasi kewarganegaraan mereka.
Proses verifikasi masih terus dilakukan, menurut Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi, sebelum pemerintah Indonesia menentukan bagaimana penangangan 544 nelayan itu, termasuk perempuan dan anak-anak.
Credit BBCIndonesia