Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Jakarta, Selasa (18/11). (sumber: Antara/Puspa Perwitasari)
Jakarta (CB) - Bank Indonesia menyatakan, kemampuan Indonesia memosisikan diri sebagai sentra produksi dunia dapat menjadikan negara ini berperan besar di kawasan ASEAN. Untuk itu, kecepatan Indonesia membangun lingkungan pendukung bagi peningkatan daya saing merupakan kunci utama.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, sebagai negara berkembang, defisit teknologi menyebabkan Indonesia harus mengimpor barang bukan modal dan barang. Namun, impor teknologi tersebut bukan kendala jika kita mampu menjadi sentra produksi bagi manufaktur berorientasi ekspor pemasok barang-barang bernilai tambah tinggi ke pasar dunia.
"Kemampuan kita memosisikan diri sebagai sentra produksi dunia menjadi hal penting di era komunitas ekonomi Asean 2015. Sebab, di era tersebut Asean akan menjadi salah satu perekonomian terbesar di Asia bersama Tiongkok," ujar dia dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2014 bertema "Mengawal Stabilitas, Bersinergi Mempercepat Reformasi Struktural" di Jakarta, Kamis (20/11) malam.
Di kawasan ASEAN, terdapat 600 juta konsumen yang hampir setengahnya adalah penduduk Indonesia. Menurut Agus, perdagangan lintas batas akan menjadi semakin terakselerasi bersama implementasi integrasi ekonomi. "Urbanisasi dan kelas menengah baru akan menjadi penopang permintaan barang high end dan jasa yang high value," jelas dia.
Adanya megatrend tersebut, jelas Agus, memberi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas global industri domestik. Perusahaan multinasional akan mencari lokasi yang efisien dan menguntungkan sebagai basis produksi di kawasan. Fenomena offshoring tersebut akan semakin terlihat seiring meningkatnya biaya kerja di Tiongkok.
Oleh karena itu, kemampuan Indonesia menjadi lokasi produksi manufaktur global dapat menjadi tiket untuk berperan besar di ASEAN. Posisi ini akan mempercepat transisi ke negara maju dan menghindari middle income trap. "Untuk itu, kecepatan kita membangun lingkungan pendukung bagi peningkatan daya saing Indonesia sebagai sentra produksi menjadi kunci," tegas dia.
Terkait dengan hal tersebut BI menyambut baik dan mendukung tekad Kabinet Kerja pemerintahan baru. Pasalnya, menurut Agus, perbaikan efisiensi perekonomian secara keseluruhan dapat menjadikan Indonesia menarik. "Tidak hanya karena ukuran pasar domestik yang besar, tetapi juga sebagai basis produksi global," ujar dia.
Selain itu, tutur Agus, upaya pemerintah melakukan reformasi di bidang fiskal tidak kalah penting. Subsidi yang berbasis produk selama ini telah mengurangi kesempatan untuk memperkuat modal dasar pembangunan. Akibatnya, pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, kapasitas inovasi, dan kelembagaan yang merupakan modal dasar untuk naik kelas ke negara maju tersandera oleh subsidi yang kurang tepat sasaran.
"Karena itu, kami mendukung anggaran subsidi BBM (bahan bakar minyak) ke people based subsidy dan memperkuat pembangunan infrastruktur," jelas dia.
Kendati demikian, BI melihat, tantangan struktural di sektor keuangan perlu segera dibenahi. Alternatif pembiayaan di Indonesia yang kurang, jelas Agus, membuat negara ini tertinggal jauh dibandingkan negara lain. "Sebab, struktur pasar keuangan kita belum terdiversifikasi dan peran pasar modal sebagai sumber pembiayaan investasi, itu belum signifikan," jelas dia.
Ke depan, ujar Agus, BI berkomitmen untuk konsisten mengimplementasikan kebijakan moneter dan makroprudential yang berorientasi stabilitas. Selain itu, dalam satu dekade ke depan BI akan mengupayakan tingkat inflasi secara bertahap dapat menurun dan terjangkar pada laju yang semakin rendah.
"Bahkan, kami bercita-cita agar inflasi Indonesia menjadi salah satu yang terendah di ASEAN. Untuk itu, kebijakan moneter berbasis sasaran inflasi (inflation targeting framework) akan terus kami lanjutkan dan perkuat," tegas dia.
Credit BeritaSatu.Com