CB, Jakarta: “Nenek moyangku orang pelaut. Gemar mengarung luas samudra. Menerjang ombak tiada takut. Menempuh badai sudah biasa”.
Sekilas lirik lagu anak-anak tersebut terkesan tanpa makna. Tapi jika
kita pahami lebih lanjut, di setiap pilihan kata tersebut menyiratkan
bahwa Indonesia memang dikenal sebagai negara maritim sejak dulu kala.
Bagaimana tidak, Indonesia secara geografis merupakan sebuah negara
kepulauan dengan dua pertiga luas lautan lebih besar daripada daratan.
Hal ini bisa terlihat dengan adanya garis pantai di hampir setiap pulau
di Indonesia (± 81.000 km) yang menjadikan Indonesia menempati urutan
kedua setelah Kanada sebagai negara yang memiliki garis pantai
terpanjang di dunia. Kekuatan inilah yang mestinya merupakan potensi
besar untuk memajukan perekonomian Indonesia.
Pengembangan ekonomi kelautan mestinya dijadikan sebagai prime mover
pembangunan ekonomi. Pengembangan ekonomi kelautan dengan "menguasai
laut" diarahkan pada upaya mengedepankan pembangunan ekonomi berbasis
sumber daya kelautan (
ocean based resource).
Mengoptimalkan nilai tambah ekonomi sumber daya kelautan yang ada
diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan rakyat Indonesia, dengan didukung oleh pilar-pilar ekonomi
berbasis daratan (
land based economy). Aktivitas ekonomi di pesisir, laut, dan lautan sebagai ekonomi kelautan (
ocean economy),
perlu terus dioptimalkan nilai tambah ekonominya, antara lain dengan
fokus pada sektor perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut,
industri kelautan/maritim, transportasi laut, bangunan kelautan, dan
jasa kelautan.
Pengembangan sektor tersebut sangat diperlukan mengingat besarnya
potensi ekonomi maritim yang kita miliki, diperkirakan minimal sebesar
USD171 miliar per tahun (Dekin, 2013). Namun ironisnya potensi tersebut
ibarat "raksasa yang sedang tidur", belum dimanfaatkan secara optimal
nilai tambah ekonominya dalam pembangunan nasional. Potensi kekayaan
pesisir dan laut juga belum menjadi basis ekonomi bagi pembangunan
nasional, ditandai masih relatif belum berkembangnya kontribusi ekonomi
bidang kelautan dalam produk domestik bruto (PDB) nasional.
Hingga kini kontribusi seluruh sektor kelautan terhadap PDB hanya
sekitar 20 persen. Padahal negara-negara dengan potensi kekayaan laut
yang lebih kecil ketimbang Indonesia, seperti Islandia, Norwegia,
Jepang, Korea Selatan, Thailand dan Tiongkok, kontribusi bidang
kelautannya rata-rata sudah di atas 30 persen PDB. Pengalaman berharga
negara Republik Rakyat Tiongkok dalam memacu pertumbuhan ekonomi
setidaknya dapat dijadikan pelajaran berharga tentunya dengan modifikasi
sesuai dengan kondisi sosial ekonomi Indonesia.
Ekonomi kelautan menjadi salah satu pilar kemajuan ekonomi Tiongkok,
sejak awal diberlakukannya sistem ekonomi pasar dan modernisasi Tiongkok
oleh Presiden Deng Xiaoping pada 1979, orientasi pembangunan kelautan
menjadi platform pembangunan Negeri Tirai Bambu tersebut. Pembangunan
infrastruktur, industrialisasi, dan kawasan ekonomi khusus secara masif
dan kolosal diawali dari wilayah pesisir, mulai pantai selatan seperti
Kota Shenzhen dan Guangzhou hingga pantai utara seperti Shanghai dan
Dalian.
Pelabuhan laut kelas dunia, industri galangan kapal, elektronik,
automotif, IT, perikanan tangkap, budi daya laut, bioteknologi kelautan,
dan beragam industri lainnya dibangun di sepanjang wilayah pesisir.
Setelah itu,baru dibangun wilayah-wilayah darat di bagian hulu (
upland areas) sesuai dengan potensi lokalnya.
Sebagai tambahan, Data Food and Agriculture Organization di 2012,
Indonesia pada saat ini menempati peringkat ketiga terbesar dunia dalam
produksi perikanan di bawah Tiongkok dan India. Selain itu, perairan
Indonesia menyimpan 70 persen potensi minyak karena terdapat kurang
lebih 40 cekungan minyak yang berada di perairan Indonesia. Dari angka
ini hanya sekitar 10 persen yang saat ini telah dieksplor dan
dimanfaatkan.
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum merasakan peran
signifikan dari potensi maritim yang dimiliki yang ditandai dengan belum
dikelolanya potensi maritim Indonesia secara maksimal. Dengan
beragamnya potensi maritim Indonesia, antara lain industri bioteknologi
kelautan, perairan dalam (
deep ocean water), wisata bahari,
energi kelautan, mineral laut, pelayaran, pertahanan, serta industri
maritim, sebenarnya dapat memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat Indonesia.
Namun, fakta yang ada di lapangan tidak seindah asumsi-asumsi tersebut.
Misalnya saja, luas wilayah laut Indonesia yang besar dan membuat
Indonesia melimpah dan kaya akan ikan itu ternyata tidak bisa dinikmati
masyarakat Indonesia. Karena pada kenyataannya banyak dari penduduk kita
yang kekurangan gizi, utamanya protein hewani dari asupan ikan.
Akibatnya, banyak bayi Indonesia yang terlahir dengan tingkat kecerdasan
di level 89, masih di bawah rerata ASEAN yang mencapai 91,3. Capaian
Indonesia tersebut juga hampir menduduki posisi paling buncit diantara
negara-negara ASEAN lainnya.
"Padahal kita negara kepulauan dan memiliki laut yang luas. Kita punya
ikan dimana-mana masa kekurangan protein hewani, padahal ikannya
banyak," ujar Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP)
Saut P Hutagalung beberapa waktu lalu.
Menurut Saut, hal tersebut dipengaruhi karena konsumsi rerata ikan
Indonesia masih terbilang rendah. Saat ini sendiri, tingkat konsumsi
ikan masyarakat Indonesia hanya sebanyak 35 kilogram (kg) per
kapita/tahun.
"Maka itu kita harus tingkatkan. Target tahun ini konsumsi ikan sebanyak
37,8 kg per kapita/tahun. Harus kita dorong, karena Jepang sendiri
sudah 70 kg (per kapita/tahun) dan Malaysia mencapai 60 kg (per
kapita/tahun)," tukas Saut.
Dengan potensi laut Indonesia yang demikian besar dan belum tergarap
tersebut, jangan heran jika Indonesia kerap menjadi incaran negara
asing. Sebut saja beberapa kasus yang belakangan ini mencuat, yakni
pencurian ikan di perairan Indonesia, menjadi bukti nyata bahwa laut
Indonesia menyimpan anugerah Tuhan yang tak terkira hingga pihak luar
pun tergiur untuk turut mengeksploitasi dan menikmatinya.
Upaya Pemberantasan Praktek Pencurian Ikan
Buruknya pengawasan laut, misalnya, telah mengubah perairan Indonesia
yang kaya tersebut menjadi sasaran empuk praktik pencurian ikan.
Kekayaan laut kita dicuri, ikan-ikan kita dirampok. Namun, puluhan tahun
hal itu berlangsung, kita lebih banyak diam. Kapal-kapal asing pencuri
ikan pun leluasa beraksi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin mengakhiri pembiaran itu. Ia ingin
aksi kapal-kapal pencuri itu dihentikan dan kewibawaan Indonesia di
perairan ditegakkan. Semangat itu setidaknya tertangkap dari pernyataan
Jokowi saat menanggapi usulan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi
Pudjiastuti beberapa waktu lalu untuk menenggelamkan kapal asing pencuri
ikan.
Dalam sidak di atas kapal roro yang sedang melaju dari Pelabuhan Merak
ke Bakauheni, Lampung, Jokowi kembali memerintahkan kepada Polri dan TNI
untuk mendukung usulan Susi Pudjiastuti menenggelamkan kapal asing
pencuri ikan. Tidak berhenti sebagai pernyataan, perintah Presiden itu
juga sudah mulai dipersiapkan oleh para pembantunya. Sejumlah menteri
Kabinet Kerja pun terus mematangkan dasar-dasar kebijakan untuk
mengimplementasikan perintah tersebut. Dengan begitu, efek jera di
kalangan para pencuri ikan dapat tercipta. Efek itu akan terbentuk jika
pemerintah menunjukkan ketegasan dalam penegakan hukum.
Kita juga sangat setuju dan bahkan mendesak kebijakan menenggelamkan
kapal pencuri ikan itu segera dieksekusi di lapangan. Selama ini kita
hanya bisa geram karena para pencuri asing itu menjarah ikan di lautan
kita dengan leluasa sehingga negara dirugikan sekitar Rp300 triliun
setiap tahun. Selama ini tidak ada langkah yang kuat untuk menghentikan
praktik kejahatan itu.
Dalam Pasal 69 ayat 4 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perikanan disebutkan bahwa penyidik dan atau pengawas perikanan dapat
menenggelamkan kapal perikanan berbendera asing berdasarkan bukti
permulaan yang cukup.
Tentunya, para awak kapal asing pencuri ikan yang akan ditenggelamkan
harus diselamatkan terlebih dahulu. Disamping itu, kebijakan tersebut
disampaikan dengan baik kepada negara-negara asal pencuri ikan sehingga
kelak hal itu tidak mengganggu hubungan diplomasi dengan negara terkait.
Namun, penciptaan efek jera dengan menenggelamkan kapal pencuri ikan
tidak boleh ditunda-tunda lagi. Sudah saatnya kewibawaan kita di laut
ditegakkan. Inilah awal untuk mewujudkan visi Indonesia menjadi poros
maritim dunia.
Credit
Metrotvnews.com