JAKARTA - Kementerian Pertahanan China mengakui beberapa pesawat termasuk pembom (bomber) H-6K yang bisa membawa bom nuklir telah mendarat di salah satu pulau di Laut China Selatan.
Asia Maritim Transparansi Initiative (AMTI) dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dalam laporannya menyoroti pengerahan aset militer Beijing di tiga hangar di Kepulauan Spratly—Subi, Mischief dan Fiery Cross Reefs—yang dijuluki sebagai "Big Three". Menurut AMTI, pesawat pembom Beijing bisa dengan mudah menjangkau Indonesia dan Singapura jika nantinya bermarkas di "Big Three".
“Penyebaran di masa depan ke Big 3 di Spratly akan membawa Singapura dan sebagian besar Indonesia dalam jangkauan bahkan pesawat pembom kelas bawah China sekalipun, sementara H-6K bisa mencapai Australia utara atau fasilitas pertahanan Amerika Serikat di Guam," bunyi laporan AMTI yang dikutip SINDOnews dari situsnya, Minggu (20/5/2018).
Pesawat H-6K adalah versi modern dari pesawat Tu-16 era Uni Soviet. Pesawat pembom China itu mampu membawa rudal jelajah jarak jauh serta bom nuklir.
"China telah membangun hangar besar di ketiga pos 'Big 3' di Spratly (Subi, Mischief, dan Fiery Cross Reefs) yang dapat mengakomodasi pesawat pembom seperti seri H-6 (serta pesawat transportasi besar, patroli, dan pesawat pengisi bahan bakar)," lanjut laporan AMTI.
Kementerian Pertahanan China dalam sebuah pernyataan mengonfirmasi bahwa pesawat tempurnya melakukan simulasi serangan udara terhadap formasi angkatan laut di kawasan Laut China Selatan.
Kementerian itu juga merilis video ke media pemerintah China yang menunjukkan pesawat pembom Xian H-6K dari Resimen Pembom 36 Angkatan Udara (PLAAF) melakukan apa yang dikenal sebagai operasi pendaratan "sentuh-dan-pergi" di landasan baru di sebuah pulau tak dikenal.
Analis militer Mike Yeo mengatakan dari analisis video dan foto-foto pendaratan mengungkapkan latihan itu kemungkinan dilakukan di Woody Island, pulau sengketa yang bukan hasil reklamasi Beijing.
Pengerahan pesawat pembom H-6K itu hanya berselang beberapa minggu setelah Beijing terungkap mengerahkan pesawat angkut tempur Y-8 ke pulau buatan di Kepulauan Spratly. Selain pesawat Y-8, Beijing juga terdeteksi mengerahkan peralatan jamming elektronik dan berbagai rudal termasuk rudal jelajah.
Asia Maritim Transparansi Initiative (AMTI) dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dalam laporannya menyoroti pengerahan aset militer Beijing di tiga hangar di Kepulauan Spratly—Subi, Mischief dan Fiery Cross Reefs—yang dijuluki sebagai "Big Three". Menurut AMTI, pesawat pembom Beijing bisa dengan mudah menjangkau Indonesia dan Singapura jika nantinya bermarkas di "Big Three".
“Penyebaran di masa depan ke Big 3 di Spratly akan membawa Singapura dan sebagian besar Indonesia dalam jangkauan bahkan pesawat pembom kelas bawah China sekalipun, sementara H-6K bisa mencapai Australia utara atau fasilitas pertahanan Amerika Serikat di Guam," bunyi laporan AMTI yang dikutip SINDOnews dari situsnya, Minggu (20/5/2018).
Pesawat H-6K adalah versi modern dari pesawat Tu-16 era Uni Soviet. Pesawat pembom China itu mampu membawa rudal jelajah jarak jauh serta bom nuklir.
"China telah membangun hangar besar di ketiga pos 'Big 3' di Spratly (Subi, Mischief, dan Fiery Cross Reefs) yang dapat mengakomodasi pesawat pembom seperti seri H-6 (serta pesawat transportasi besar, patroli, dan pesawat pengisi bahan bakar)," lanjut laporan AMTI.
Kementerian Pertahanan China dalam sebuah pernyataan mengonfirmasi bahwa pesawat tempurnya melakukan simulasi serangan udara terhadap formasi angkatan laut di kawasan Laut China Selatan.
Kementerian itu juga merilis video ke media pemerintah China yang menunjukkan pesawat pembom Xian H-6K dari Resimen Pembom 36 Angkatan Udara (PLAAF) melakukan apa yang dikenal sebagai operasi pendaratan "sentuh-dan-pergi" di landasan baru di sebuah pulau tak dikenal.
Analis militer Mike Yeo mengatakan dari analisis video dan foto-foto pendaratan mengungkapkan latihan itu kemungkinan dilakukan di Woody Island, pulau sengketa yang bukan hasil reklamasi Beijing.
Pengerahan pesawat pembom H-6K itu hanya berselang beberapa minggu setelah Beijing terungkap mengerahkan pesawat angkut tempur Y-8 ke pulau buatan di Kepulauan Spratly. Selain pesawat Y-8, Beijing juga terdeteksi mengerahkan peralatan jamming elektronik dan berbagai rudal termasuk rudal jelajah.
Credit sindonews.com