CARACAS - Militer Venezuela
terdeteksi telah mengaktifkan sistem pertahanan rudal S-300 buatan
Rusia. Senjata pertahanan itu diaktifkan di tengah kekhawatiran invasi militer oleh Amerika Serikat (AS) terhadap negara kaya minyak tersebut.
Perusahaan satelit ImageSat International (iSi) yang berbasis di Israel mengungkap aktivitas militer Venezuela yang mengoperasikan sistem pertahanan udara S-300.
Citra satelit yang dirilis ImageSat International menunjukkan militer Caracas melakukan aktivitas pemuatan serta pembongkaran dari perangkat S-300. Aktivitas yang terpantau satelit itu berlangsung di sekitar bandara Capitan Manuel Rios.
Perusahaan satelit ImageSat International (iSi) yang berbasis di Israel mengungkap aktivitas militer Venezuela yang mengoperasikan sistem pertahanan udara S-300.
Citra satelit yang dirilis ImageSat International menunjukkan militer Caracas melakukan aktivitas pemuatan serta pembongkaran dari perangkat S-300. Aktivitas yang terpantau satelit itu berlangsung di sekitar bandara Capitan Manuel Rios.
"Meskipun
kegiatan ini dapat dianggap sebagai latihan rutin dalam konteks
strategis saat ini dan ketegangan regional, kegiatan semacam ini akan
meningkatkan tingkat operasional Sistem Pertahanan Udara Venezuela,"
kata ImageSat, dikutip Aksam.
Sistem pertahanan rudal S-300 Rusia sebelumnya jadi pemberitaan media internasional setelah dikirim Moskow untuk pasukan rezim Suriah. Militer Suriah menempatkan senjata perisai misil canggih itu di kota Masyaf.
Ancaman invasi militer AS terhadap Venezuela pernah disampaikan Presiden Donald John Trump. Pemimpin Amerika itu mengesampingkan negosiasi dengan Presiden Venezuela Nicolas Maduro Moros. "Mengirim militer AS ke Venezuela adalah sebuah pilihan," ujar Trump, pekan lalu.
Krisis politik di Venezuela memburuk setelah Ketua Majelis Nasional atau Parlemen yang dikendalikan oposisi, Juan Guaido, mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara sampai pemilu terbaru digelar. AS dan sekutu-sekutunya ikut mengakui Guaido sebagai presiden sementara dan tidak mengakui Maduro sebagai pemimpin yang sah.
Sistem pertahanan rudal S-300 Rusia sebelumnya jadi pemberitaan media internasional setelah dikirim Moskow untuk pasukan rezim Suriah. Militer Suriah menempatkan senjata perisai misil canggih itu di kota Masyaf.
Ancaman invasi militer AS terhadap Venezuela pernah disampaikan Presiden Donald John Trump. Pemimpin Amerika itu mengesampingkan negosiasi dengan Presiden Venezuela Nicolas Maduro Moros. "Mengirim militer AS ke Venezuela adalah sebuah pilihan," ujar Trump, pekan lalu.
Krisis politik di Venezuela memburuk setelah Ketua Majelis Nasional atau Parlemen yang dikendalikan oposisi, Juan Guaido, mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara sampai pemilu terbaru digelar. AS dan sekutu-sekutunya ikut mengakui Guaido sebagai presiden sementara dan tidak mengakui Maduro sebagai pemimpin yang sah.
Negara
yang pernah dipimpin Hugo Chavez itu sebenarnya sudah menggelar pemilu
2018 lalu. Pemenangnya adalah Maduro dari United Socialist Party of
Venezuela (PSUV). Namun, pemimpin oposisi dari Partai Popular Will (PV),
Juan Guaido, tak mengakui kemenangan itu dengan alasan pemilu
dicurangi. Sebaliknya, Guaido menyerukan demo besar-besaran untuk
melengserkan Maduro.
Rusia, China, Meksiko, Turki dan beberapa negara lain berdiri di belakang Maduro dan mendesak dialog damai untuk menyelesaikan krisis. Sedangkan Prancis, Jerman dan Spanyol dari blok Uni Eropa mendukung Guaido.
Pemerintah Caracas menuduh Washington ikut campur urusan dalam negerinya dengan harapan mendapat untung dari cadangan minyaknya yang tercatat terbesar di dunia.
Rusia, China, Meksiko, Turki dan beberapa negara lain berdiri di belakang Maduro dan mendesak dialog damai untuk menyelesaikan krisis. Sedangkan Prancis, Jerman dan Spanyol dari blok Uni Eropa mendukung Guaido.
Pemerintah Caracas menuduh Washington ikut campur urusan dalam negerinya dengan harapan mendapat untung dari cadangan minyaknya yang tercatat terbesar di dunia.
Credit sindonews.com