Yangon, (CB) - Myanmar akan membatalkan tuduhan-tuduhan
yang diajukan terhadap sejumlah pengunjuk rasa dari suku minoritas yang
berdemonstrasi menentang satu patung pahlawan kemerdekaan Jenderal Aung
San, kata media negara pada Rabu.
Para pejabat juga akan mengadakan pembicaraan dengan mereka dan menawarkan konsesi yang jarang terjadi.
Langkah pembatalan tersebut terjadi ketika Aung San Suu Kyi, pemimpin Liga Nasional bagi Demokrasi yang berkuasa dan puteri dari jenderal itu. Ketakpuasan di kawasan-kawasan minoritas suku meningkat menjelang pemilihan yang disiapkan berlangsung tahun depan.
Pada Selasa, polisi menembakkan peluru-peluru karet, gas air mata dan meriam air untuk membubarkan unjuk rasa yang diikuti sekitar 3.000 orang di Loikaw, ibu kota negara bagian Kayah, yang juga dikenal dengan nama Karenni, di bagian timur Myanmar.
Aung San memediasi pakta tahun 1947 di antara sejumlah kelompok-kelompok etnis Myanmar yang ditandai dengan hari libur tahunan pada 12 Februari, tetapi para pengunjuk rasa Karenni mengatakan janji-janjinya tidak dilaksanakan setelah pembunuhan jenderal tersebut tahun itu.
Pada Rabu, surat kabar resmi "Global New Light of Myanmar" melaporkan para pejabat negara telah berunding dengan pengunjuk rasa hari sebelumnya dan sepakat mencabut dakwaan-dakwaan terhadap mereka. Sebaliknya para pegiat setuju untuk menangguhkan protes-protes mereka, katanya, dengan menambahkan perundingan-perundingan akan terjadi dalam sebulan, mencakup isu-isu seperti tulisan di alas patung.
Para pejabat juga akan mengadakan pembicaraan dengan mereka dan menawarkan konsesi yang jarang terjadi.
Langkah pembatalan tersebut terjadi ketika Aung San Suu Kyi, pemimpin Liga Nasional bagi Demokrasi yang berkuasa dan puteri dari jenderal itu. Ketakpuasan di kawasan-kawasan minoritas suku meningkat menjelang pemilihan yang disiapkan berlangsung tahun depan.
Pada Selasa, polisi menembakkan peluru-peluru karet, gas air mata dan meriam air untuk membubarkan unjuk rasa yang diikuti sekitar 3.000 orang di Loikaw, ibu kota negara bagian Kayah, yang juga dikenal dengan nama Karenni, di bagian timur Myanmar.
Aung San memediasi pakta tahun 1947 di antara sejumlah kelompok-kelompok etnis Myanmar yang ditandai dengan hari libur tahunan pada 12 Februari, tetapi para pengunjuk rasa Karenni mengatakan janji-janjinya tidak dilaksanakan setelah pembunuhan jenderal tersebut tahun itu.
Pada Rabu, surat kabar resmi "Global New Light of Myanmar" melaporkan para pejabat negara telah berunding dengan pengunjuk rasa hari sebelumnya dan sepakat mencabut dakwaan-dakwaan terhadap mereka. Sebaliknya para pegiat setuju untuk menangguhkan protes-protes mereka, katanya, dengan menambahkan perundingan-perundingan akan terjadi dalam sebulan, mencakup isu-isu seperti tulisan di alas patung.
Patung tersebut mungkin dipindahkan dari posisinya di alun-alun Loikaw, kata harian itu, seperti disiarkan Reuters.
"Kelompok pengunjuk rasa membubarkan diri setelah kami capai perjanjian," kata Khun Thomas, salah seorang pemimpin protes Loikaw. Dia mengatakan para pegiat mengharapkan dakwaan-dakwaan mengenai berkumpulnya mereka tak berizin, hasutan dan fitnah terhadap lebih 50 orang dicabut secara resmi ketika mereka pergi ke pengadilan pada Rabu.
Para pejabat mengungkap pembangunan patung itu di Loikaw bulan ini, memicu protes paling belakangan dalam serangkaian unjuk rasa yang mulai berlangsung ketika rencana-rencana bagi pembuatan monumen tersebut pertama kali diumumkan pada pertengahan tahun 2018.
Para pegiat minoritas etnis yang mendesak pemberlakuan sistem pemerintahan federal di Myanamar menentang patuing itu dan monumen-monumen lain bagi seorang pemimpin dari mayoritas suku Burma di negara itu.
Ketika naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 2016, Suu Kyi menetapkan prioritas utamanya mengusahakan perdamaian dengan kelompok-kelompok etnis bersenjata, tetapi kemajuan telah berjalan lamban.
Credit antaranews.com