Minggu, 06 Mei 2018

Rayu Trump, Inggris mati-matian selamatkan perjanjian nuklir Iran


Rayu Trump, Inggris mati-matian selamatkan perjanjian nuklir Iran
Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson (REUTERS/Toby melville)


Jakarta (CB) - Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson terbang ke Washington untuk mendesak Presiden Amerika Serikat Donald Trump tidak mencampakkan kesepakatan yang telah dirancang untuk mencegah Iran menguasai senjata nuklir.

AS telah memberi tenggat waktu kepada Inggris dan Uni Eropa sampai 12 Mei nanti untuk memperbaiki apa yang disebut Trump sebagai "cacat" perjanjian nuklir  Iran itu.  Trump bahkan mengkritik kesepatakan nuklir 2015 itu sebagai "gila".

Sabtu pekan lalu, kepada Perdana Menteri Inggris Theresa May, Trump menggarisbawahi komitmennya dalam memastikan Iran tidak akan pernah menguasai senjata nuklir.

Dalam kesepakatan bersejarah yang ditandatangani AS, China, Rusia, Jerman, Prancis, Inggris dan Iran itu, Teheran menyatakan bersedia membatasi aktivitas nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi

Prancis, Inggris dan Jerman sepakat kesepakatan ini adalah cara terbaik dalam mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir. PBB sudah mengingatkan Trump untuk tidak mencampakkan kesepakatan itu.

Tapi Trump malah mengancam akan menarik diri dari kesepakatan itu sampai "diatasinya cacat-cacat dalam kesepakatan berbahaya itu"

Johnson akan bertemu dengan Wakil Presiden AS Mike Pence, Penasihat Keamanan Nasional John Bolton dan para pemimpin kebijakan luar negeri di Kongres.

Menjelang lawatan itu, Johnson menyatakan Inggris dan AS selalu sejalan dalam banyak masalah kebijakan luar negeri, antara lain daam senjata kimia di Suriah dan peracunan di Salisbury .

"Inggris, AS dan mitra-mitra  Eropa juga bersatu dalam upaya kita mengatasi prilaku-prilaku Iran yang membuat kawasan Timur Tengah menjadi kurang aman, dari akivitas sibernya, dukungannya kepada kelompok-kelompok seperti Hizbullah, dan program peluru kendalinya yang berbahaya yang mempersenjatai milisi Houthi di Yaman," kata Johnson seperti dikutip laman BBC.






Credit  antaranews.com