CB, Jakarta - Perjanjian Nuklir Iran
kini mengalami tantangan diplomatik baru setelah Donald Trump
mengumumkan Amerika Serikat mundur dari perjanjian. Apa sebenarnya
perjanjian nuklir ini dan kenapa Trump mundur.
Seperti dikutip dari Associated Press, Kamis 10 Mei 2018, perjanjian yang disusun pada 2015 menerapkan pembatasan yang memungkinkan Iran tidak bisa memproduksi senjata nuklir. Sebagai gantinya Amerika Serikat akan menghapus sanksi internasional terhadap Iran.
Dalam perjanjian Iran hanya boleh memiliki 300 kilogram uranium dibanding sebelumnya yakni 100. 000 kilogram. Iran hanya bisa memperkaya uranium hingga 3,67 persen yang hanya bisa digunakan untuk energi namun jauh dari 90 persen yang dibutuhkan untuk senjata nuklir. Perjanjian juga membatasi kepemilikan fasilitas pengurai Iran dan hanya pada fasilitas tua yang menguraikan uranium lebih lama. Iran juga harus menyusun ulang reaktor airnya agar tidak bisa memproduksi plutonium dan sepakat mengalihkannya situs pengayaan Fordo, yang terletak di pegunungan terpencil, agar dialihkan ke pusat riset. Tim inspeksi dari Badan Atom Internasional juga harus mendapat akses ke fasilitas nuklir Iran.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam konferensi pers senjata nuklir Iran di Kementerian Pertahanan di Tel Aviv, Israel, 30 April 2018. REUTERS/Amir Cohen
Pembatasan ini akan diganti dengan sanksi ekonomi yang mengucilkan Iran dari perbankan dan perdagangan minyak dunia. Aset Iran yang senilai miliaran dolar Amerika Serikat di luar negeri akan dikembalikan dan Iran diizinkan membeli pesawat terbang komersial serta melakukan kesepakatan bisnis dengan perusahaan luar.
Namun perjanjian ini tidak membatasi uji coba rudal serta memiliki batas waktu. Misalnya, Iran dalam 8,5 tahun bisa menguji 30 pengurai uranium yang lebih maju, jumlah ini bisa bertambah dalam 2 tahun ke depan.
Anggota parlemen Iran membakar dua kertas bergambar bendera AS, di Teheran, Iran, 9 Mei 2018. Aksi tersebut dilakukan untuk mengecam sikap Presiden AS Donald Trump yang membatalkan kesepakatan nuklir yang telah diteken. AP Photo
Penentang perjanjian menolak ini karena menilai Iran bisa melanggar perjanjian. Menurut penentang perjanjian, Iran bisa saja membuat bom nuklir setelah masa perjanjian habis dan mampu membuat bom dalam periode satu tahun.
Setelah 15 tahun Iran bisa memiliki fasilitas pengurai yang lebih canggih dan begitu pembatasan uranium dihapus, Iran siap memperkaya uraniumnya. Saat itu penentang perjanjian menilai tidak akan ada perjanjian yang bisa menundukkan Iran kembali.
Sementara pendukung perjanjian mengatakan selama 15 tahun negara barat bisa melakukan intervensi dan membuat negosiasi untuk perjanjian terhadap Iran. Dalam perjanjian berikutnya juga bisa menghilangkan stigma Iran dan negara-negara Barat.
Donald Trump mengkritik perjanjian tidak menyertakan program rudal balistik Iran atau dukungan Teheran terhadap kelompok Hizbullah terhadap Presiden Bashar Al-Assad di Suriah. Trump juga mengkritik periode perjanjian yang bisa habis dan menilai perjanjian hanya melanggengkan kediktatoran dengan dukungan ekonomi.
Program nuklir Iran dimulai atas dukungan Amerika Serikat untuk program “Atom untuk Perdamaian” saat Amerika Serikat membuatkan reaktor uji coba di bawah pemerintahan Shah Mohammad Reza Pahlevi pada 1967. Namun rezim Shah Reza Pahlevi jatuh dalam revolusi Islam pada 1979.
Pada 1990 Iran mengembangkan program nuklir dan membeli peralatan dari A. Q. Khan yang mempelopori program nuklir di Pakistan, termasuk memproduksi senjata. Menurut laporan badan atom dunia, Iran mungkin menerima informasi perancangan bom nuklir dari Pakistan. Sementara pada Agustus 2002, Intelijen Barat dan kelompok oposisi Iran mengungkapkan situs nuklir di kota Natanz. Namun Iran membantah program nuklirnya untuk keperluan militer.
Seperti dikutip dari Associated Press, Kamis 10 Mei 2018, perjanjian yang disusun pada 2015 menerapkan pembatasan yang memungkinkan Iran tidak bisa memproduksi senjata nuklir. Sebagai gantinya Amerika Serikat akan menghapus sanksi internasional terhadap Iran.
Dalam perjanjian Iran hanya boleh memiliki 300 kilogram uranium dibanding sebelumnya yakni 100. 000 kilogram. Iran hanya bisa memperkaya uranium hingga 3,67 persen yang hanya bisa digunakan untuk energi namun jauh dari 90 persen yang dibutuhkan untuk senjata nuklir. Perjanjian juga membatasi kepemilikan fasilitas pengurai Iran dan hanya pada fasilitas tua yang menguraikan uranium lebih lama. Iran juga harus menyusun ulang reaktor airnya agar tidak bisa memproduksi plutonium dan sepakat mengalihkannya situs pengayaan Fordo, yang terletak di pegunungan terpencil, agar dialihkan ke pusat riset. Tim inspeksi dari Badan Atom Internasional juga harus mendapat akses ke fasilitas nuklir Iran.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam konferensi pers senjata nuklir Iran di Kementerian Pertahanan di Tel Aviv, Israel, 30 April 2018. REUTERS/Amir Cohen
Pembatasan ini akan diganti dengan sanksi ekonomi yang mengucilkan Iran dari perbankan dan perdagangan minyak dunia. Aset Iran yang senilai miliaran dolar Amerika Serikat di luar negeri akan dikembalikan dan Iran diizinkan membeli pesawat terbang komersial serta melakukan kesepakatan bisnis dengan perusahaan luar.
Namun perjanjian ini tidak membatasi uji coba rudal serta memiliki batas waktu. Misalnya, Iran dalam 8,5 tahun bisa menguji 30 pengurai uranium yang lebih maju, jumlah ini bisa bertambah dalam 2 tahun ke depan.
Anggota parlemen Iran membakar dua kertas bergambar bendera AS, di Teheran, Iran, 9 Mei 2018. Aksi tersebut dilakukan untuk mengecam sikap Presiden AS Donald Trump yang membatalkan kesepakatan nuklir yang telah diteken. AP Photo
Penentang perjanjian menolak ini karena menilai Iran bisa melanggar perjanjian. Menurut penentang perjanjian, Iran bisa saja membuat bom nuklir setelah masa perjanjian habis dan mampu membuat bom dalam periode satu tahun.
Setelah 15 tahun Iran bisa memiliki fasilitas pengurai yang lebih canggih dan begitu pembatasan uranium dihapus, Iran siap memperkaya uraniumnya. Saat itu penentang perjanjian menilai tidak akan ada perjanjian yang bisa menundukkan Iran kembali.
Sementara pendukung perjanjian mengatakan selama 15 tahun negara barat bisa melakukan intervensi dan membuat negosiasi untuk perjanjian terhadap Iran. Dalam perjanjian berikutnya juga bisa menghilangkan stigma Iran dan negara-negara Barat.
Donald Trump mengkritik perjanjian tidak menyertakan program rudal balistik Iran atau dukungan Teheran terhadap kelompok Hizbullah terhadap Presiden Bashar Al-Assad di Suriah. Trump juga mengkritik periode perjanjian yang bisa habis dan menilai perjanjian hanya melanggengkan kediktatoran dengan dukungan ekonomi.
Program nuklir Iran dimulai atas dukungan Amerika Serikat untuk program “Atom untuk Perdamaian” saat Amerika Serikat membuatkan reaktor uji coba di bawah pemerintahan Shah Mohammad Reza Pahlevi pada 1967. Namun rezim Shah Reza Pahlevi jatuh dalam revolusi Islam pada 1979.
Pada 1990 Iran mengembangkan program nuklir dan membeli peralatan dari A. Q. Khan yang mempelopori program nuklir di Pakistan, termasuk memproduksi senjata. Menurut laporan badan atom dunia, Iran mungkin menerima informasi perancangan bom nuklir dari Pakistan. Sementara pada Agustus 2002, Intelijen Barat dan kelompok oposisi Iran mengungkapkan situs nuklir di kota Natanz. Namun Iran membantah program nuklirnya untuk keperluan militer.
Credit TEMPO.CO