Kami merasakan penderitaan yang sangat mendalam pada semua orang yang terjebak di dalam konflik."
Naypyitaw (ANTARA News) - Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi pada
Selasa mengecam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sekaligus mengatakan
siapa pun yang bertanggung jawab atas pelanggaran itu di negara bagian
Rakhine akan menghadapi hukum.
Dalam pidato pertamanya mengenai kemelut di negara bagian Rakhine itu, ia mengaku merasakan juga penderitaan sangat mendalam dengan "beberapa" yang terjebak di daerah perang tersebut.
Dalam pidato kenegaraannya sejak kemelut itu, yang memaksa lebih dari 410.000 warga suku Rohingya lari ke Bangladesh, Suu Kyi mengatakan bahwa Myanmar tidak takut pada pengawasan dunia dan bertekad mencari penyelesaian berkelanjutan atas masalah tersebut.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan gerakan militer di negara bagian barat tersebut sebagai pembersihan suku.
Suu Kyi tidak menanggapi tuduhan tersebut, namun menyatakan pemerintahannya mengecam pelanggaran HAM yang terjadi, demikian laporan kantor berita Reuters.
"Kami mengecam semua pelanggaran HAM dan kekerasan yang melanggar hukum. Kami berkomitmen untuk pemulihan perdamaian dan stabilitas serta aturan hukum di seluruh negara bagian," kata Suu Kyi dalam pidatonya di ibukota Naypyitaw.
Ia menimpali, "Pelanggaran HAM dan tindakan lain yang mengganggu stabilitas dan keharmonisan serta melemahkan peraturan undang-undang akan ditangani sesuai dengan hukum dan keadilan yang ketat."
"Kami merasakan penderitaan yang sangat mendalam pada semua orang yang terjebak di dalam konflik," ujar penerima Anugerah Perdamaian Shakarov pada 1990 dan Nobel Perdamaian setahun kemudian (1991).
Militer Myanmar yang kuat tetap bertanggung jawab penuh atas keamanan, dan Suu Kyi tidak mengomentari operasi militer, kecuali mengatakan bahwa sejak 5 September 2017 tidak ada bentrokan bersenjata dan tidak ada operasi pembersihan etnis seperti yang diberitakan.
"Kami ingin mengetahui mengapa pelarian besar-besaran ini terjadi. Kami ingin berbicara dengan orang-orang yang telah melarikan diri dan juga mereka yang telah tinggal. Saya pikir ini sangat sedikit yang diketahui bahwa sebagian besar umat Islam di negara bagian Rakhine belum bergabung dalam pelarian," kata Suu Kyi.
Ia menambahkan bahwa pemerintahnya berusaha keras memulihkan perdamaian dan ketenangan serta meningkatkan keserasian di antara masyarakat Muslim dengan sebagian besar umat Buddha Rakhine.
Dalam pidato pertamanya mengenai kemelut di negara bagian Rakhine itu, ia mengaku merasakan juga penderitaan sangat mendalam dengan "beberapa" yang terjebak di daerah perang tersebut.
Dalam pidato kenegaraannya sejak kemelut itu, yang memaksa lebih dari 410.000 warga suku Rohingya lari ke Bangladesh, Suu Kyi mengatakan bahwa Myanmar tidak takut pada pengawasan dunia dan bertekad mencari penyelesaian berkelanjutan atas masalah tersebut.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan gerakan militer di negara bagian barat tersebut sebagai pembersihan suku.
Suu Kyi tidak menanggapi tuduhan tersebut, namun menyatakan pemerintahannya mengecam pelanggaran HAM yang terjadi, demikian laporan kantor berita Reuters.
"Kami mengecam semua pelanggaran HAM dan kekerasan yang melanggar hukum. Kami berkomitmen untuk pemulihan perdamaian dan stabilitas serta aturan hukum di seluruh negara bagian," kata Suu Kyi dalam pidatonya di ibukota Naypyitaw.
Ia menimpali, "Pelanggaran HAM dan tindakan lain yang mengganggu stabilitas dan keharmonisan serta melemahkan peraturan undang-undang akan ditangani sesuai dengan hukum dan keadilan yang ketat."
"Kami merasakan penderitaan yang sangat mendalam pada semua orang yang terjebak di dalam konflik," ujar penerima Anugerah Perdamaian Shakarov pada 1990 dan Nobel Perdamaian setahun kemudian (1991).
Militer Myanmar yang kuat tetap bertanggung jawab penuh atas keamanan, dan Suu Kyi tidak mengomentari operasi militer, kecuali mengatakan bahwa sejak 5 September 2017 tidak ada bentrokan bersenjata dan tidak ada operasi pembersihan etnis seperti yang diberitakan.
"Kami ingin mengetahui mengapa pelarian besar-besaran ini terjadi. Kami ingin berbicara dengan orang-orang yang telah melarikan diri dan juga mereka yang telah tinggal. Saya pikir ini sangat sedikit yang diketahui bahwa sebagian besar umat Islam di negara bagian Rakhine belum bergabung dalam pelarian," kata Suu Kyi.
Ia menambahkan bahwa pemerintahnya berusaha keras memulihkan perdamaian dan ketenangan serta meningkatkan keserasian di antara masyarakat Muslim dengan sebagian besar umat Buddha Rakhine.
Credit antaranews.com