San Fransisco (CB) - California dan tiga negara bagian
lainnya menggugat pemerintahan Presiden Donald Trump pada Senin karena
keputusannya mengakhiri perlindungan bagi imigran ilegal yang memasuki
Amerika Serikat saat anak-anak.
Hal itu merupakan upqya terakhir jaksa agung negara bagian dari Partai Demokrat untuk menyelamatkan kebijakannya.
Jaksa Agung California Xavier Becerra mengatakan langkah Trump untuk membatalkan program Deferred Action for Childhood Arrivals (DACA) yang melindungi imigran dari deportasi dan memberi ijin kerja adalah "parodi ekonomi" untuk negara bagian AS yang berpenduduk paling banyak dan bergantung pada buruh imigran tersebut.
Minnesota, Maryland dan Maine bergabung dengan California dalam mengajukan tuntutan hukum di pengadilan federal San Francisco.
Trump pada pekan lalu mengatakan dirinya akan mengakhiri program tersebut, yang dibuat pada tahun 2012 oleh pendahulunya dari Demokrat yakni Barack Obama, yang akan efektif pada Maret dan memberi waktu pada Kongres selama enam bulan untuk menentukan nasib hampir 800 ribu orang dewasa muda yang dilindungi oleh program DACA, yang disebut "Dreamers."
Juru bicara Departemen Kehakiman tidak bisa segera dihubungi untuk memberikan komentar.
Departemen tersebut pekan lalu mengatakan Obama melewati batas hak konstitusionalnya saat dia melangkahi Kongres dan menciptakan program tersebut secara sepihak.
Pekan lalu, 16 jaksa agung negara bagian lainnya mengajukan tuntutan terpisah di pengadilan federal Brooklyn yang mengatakan keputusan Trump melanggar perlindungan konstitusional bagi "Dreamers", serta klaim lainnya. Gugatan di California menegaskan alasan hukum yang sama.
Gugatan oleh California juga mengatakan, jika orang yang dilindungi di bawah DACA kehilangan hak atas pekerjaan mereka, maka mereka akan kehilangan asuransi kesehatan yang diberikan oleh majikan, yang berpotensi meningkatkan pengeluaran negara terhadap orang yang tidak diasuransikan.
Pakar hukum mengatakan tantangan pengadilan terhadap keputusan Trump dapat mengalami perjuangan yang berat karena presiden biasanya memiliki kewenangan yang luas dalam menerapkan kebijakan imigrasi, demikian Reuters.
Hal itu merupakan upqya terakhir jaksa agung negara bagian dari Partai Demokrat untuk menyelamatkan kebijakannya.
Jaksa Agung California Xavier Becerra mengatakan langkah Trump untuk membatalkan program Deferred Action for Childhood Arrivals (DACA) yang melindungi imigran dari deportasi dan memberi ijin kerja adalah "parodi ekonomi" untuk negara bagian AS yang berpenduduk paling banyak dan bergantung pada buruh imigran tersebut.
Minnesota, Maryland dan Maine bergabung dengan California dalam mengajukan tuntutan hukum di pengadilan federal San Francisco.
Trump pada pekan lalu mengatakan dirinya akan mengakhiri program tersebut, yang dibuat pada tahun 2012 oleh pendahulunya dari Demokrat yakni Barack Obama, yang akan efektif pada Maret dan memberi waktu pada Kongres selama enam bulan untuk menentukan nasib hampir 800 ribu orang dewasa muda yang dilindungi oleh program DACA, yang disebut "Dreamers."
Juru bicara Departemen Kehakiman tidak bisa segera dihubungi untuk memberikan komentar.
Departemen tersebut pekan lalu mengatakan Obama melewati batas hak konstitusionalnya saat dia melangkahi Kongres dan menciptakan program tersebut secara sepihak.
Pekan lalu, 16 jaksa agung negara bagian lainnya mengajukan tuntutan terpisah di pengadilan federal Brooklyn yang mengatakan keputusan Trump melanggar perlindungan konstitusional bagi "Dreamers", serta klaim lainnya. Gugatan di California menegaskan alasan hukum yang sama.
Gugatan oleh California juga mengatakan, jika orang yang dilindungi di bawah DACA kehilangan hak atas pekerjaan mereka, maka mereka akan kehilangan asuransi kesehatan yang diberikan oleh majikan, yang berpotensi meningkatkan pengeluaran negara terhadap orang yang tidak diasuransikan.
Pakar hukum mengatakan tantangan pengadilan terhadap keputusan Trump dapat mengalami perjuangan yang berat karena presiden biasanya memiliki kewenangan yang luas dalam menerapkan kebijakan imigrasi, demikian Reuters.
Credit antaranews.com