Jumat, 08 September 2017

Dubes RI Usulkan Moratorium Pengiriman PRT ke Malaysia


Dubes RI Usulkan Moratorium Pengiriman PRT ke Malaysia 
Duta Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Rusdi Kirana, mengusulkan moratorium pengiriman asisten rumah tangga ke Malaysia. (CNN Indonesia/Safir Makki)


Jakarta, CB -- Duta Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Rusdi Kirana, mengutarakan niatnya untuk mengusulkan moratorium pengiriman pembantu rumah tangga (ART) ke Malaysia.

"Kalau pemerintah pusat menyetujui, KBRI Kuala Lumpur akan mengusulkan moratorium pembantu rumah tangga," kata Rusdi sebagaimana dikutip Antara, Kamis (7/9).

Rusdi mengambil keputusan ini setelah berdiskusi dengan Duta Besar Malaysia untuk Indonesia mengenai pemotongan gaji PRT sebesar RM300-400 oleh agen selama enam bulan.

"Saya pikir, diskusi ini akan panjang. Karena itu, kalau tidak selesai, kita moratorium saja," ucapnya.

Menurut Rusdi, moratorium ini harus mendapatkan persetujuan dari Presiden Joko Widodo terlebih dulu.

"Kalau Presiden Joko Widodo memerintahkan hari ini bisa dilakukan moratorium PRT akan kami laksanakan. Namun, kalau mesti mengikuti prosedur dan diplomasi kami akan mengikuti," katanya.

Jika harus melalui prosedur resmi, Rusdi pun sudah siap mengirimkan surat kepada Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakiri.

Merujuk pada data KBRI Kuala Lumpur, ada sekitar 230 PRT Indonesia di Malaysia. Setiap harinya, ada sekitar 70 pengaduan dari para PRT tersebut.

Rusdi mengatakan, isu PRT ini kerap menjadi persoalan dalam hubungan bilateral Indonesia dan Malaysia.


Sebelumnya, Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), Hermono, juga menyampaikan hal serupa.

Hermono mengatakan, tak adanya perjanjian mengenai ketenagakerjaan antara Indonesia dan Malaysia merupakan salah satu hambatan penanganan masalah TKI di Negeri Jiran.

Ia menjelaskan, kedua negara sebenarnya sudah memiliki nota kesepahaman (MoU) mengenai ketenagakerjaan, tapi masa berlakunya jatuh tempo sejak Mei 2016 lalu. Indonesia pun langsung mengajukan draf MoU baru pada November lalu, tapi Malaysia tak kunjung menanggapi.

“Ini buat kita tanda tanya juga, padahal kalau memang sama-sama butuh, mari kita duduk, tapi kalau tidak mau, kita harus ambil sikap. Kita tidak bisa diam saja. Jika tidak ada MoU, kita yang dirugikan,” kata Hermono.






Credit  cnnindonesia.com