Kamis, 19 Maret 2015

Rezim Jokowi Batasi Impor, AS dan Selandia Baru Protes ke WTO


Rezim Jokowi Batasi Impor, AS dan Selandia Baru Protes ke WTO  
Apel impor dari Amerika Serikat. (Detikcom/Rengga Sancaya)
 
Jakarta, CB -- Amerika Serikat dan Selandia Baru memprotes pembatasan impor yang dilakukan pemerintahan Indonesia terhadap produk makanan dan pertanian. Kedua negara menyatakan, pembatasan terhadap impor itu melanggar kewajiban perdagangan internasional.

Kedua negara telah mengadukan persoalan itu ke World Trade Organization (WTO). “Saya bangga mengambil tindakan ini demi para petani dan peternak di Amerika Serikat yang menanggung larangan ekspor yang membebani di negara terbesar keempat di dunia, Indonesia,” kata Wakil Perdagangan Amerika Serikat, Michael Froman, seperti dikutip Reuters, Rabu (18/3).

Froman didampingi oleh Menteri Perdagangan Selandia Baru Tim Groser dan anggota legislatif Amerika Serikat.

Groser mengatakan, akses ke pasar pertanian sangat penting bagi Selandia Baru. Ekspor komoditas pertanian dari Negeri Kiwi mencapai total US$ 23,84 miliar. Ini setara dengan 15 persen nilai ekspor komoditas pertanian Amerika Serikat, walaupun perekonomian Selandia Baru hanya 1 persen dari nilai perekonomian Amerika Serikat.

“Ekspor pertanian adalah urat nadi ekonomi kami,” kata Groser.

Pembatasan impor yang diterapkan Indonesia meliputi apel, anggur, kentang, bawang, bunga, jus, buah kering, ayam, dan daging sapi. Begitu kata Kantor Dagang AS.

Seperti dilansir Reuters, ekspor AS ke Indonesia sendiri menurun sejak pembatasan impor diterapkan sejak 2011. Pada 2014, penerapan lisensi impor yang meliputi pembatasan kapan produk bisa diimpor, harga, dan kuantitasnya telah berdampak pada sekitar US$ 200 juta ekspor AS ke Indonesia, termasuk US$ 122 juta impor buah dan sayuran, serta produk hortikultura. Ekspor produk serupa ini US$ 6 juta lebih tinggi ke Malaysia.

Ini adalah kasus kelima yang diadukan Amerika Serikat ke WTO dan Selandia Baru adalah negara kedua yang ikut melakukannya. Indonesia sendiri mengadukan Amerika Serikat dalam dua kasus.



Credit  CNN Indonesia