Minggu, 15 April 2018

Serang Suriah, PM Inggris Belum Dapat Restu Parlemen

 
Serang Suriah, PM Inggris Belum Dapat Restu Parlemen 
 PM Inggris Theresa May mengambil keputusan untuk menyerang Suriah tanpa persetujuan Parlemen Inggris. (REUTERS/Jack Taylor/Pool)
 
 
 
Jakarta, CB -- Perdana Menteri Inggris Theresa May mengabaikan konvensi tidak mengikat yang diberlakukan sejak 2003 dengan meluncurkan serangan ke arah Suriah tanpa persetujuan parlemen.

May menyatakan dirinya perlu mengambil keputusan secara cepat dan bahwa aksi militer Inggris bersesuaian dengan kepentingan nasional.

May menyatakan Inggris dan dunia Barat punya kewajiban untuk menghalangi Assad dan pemerintah lainnya menggunakan senjata kimia, seperti yang terjadi Sabtu pekan lalu di Douma yang menewaskan 75 orang.


"Sementara aksi ini memang secara khusus dilancarkan untuk menghalangi rezim Suriah, serangan juga akan jadi sinyal kepada pihak lain yang meyakini mereka punya kekebalan menggunakan senjata kimia," ujar May.

"Kami tak bisa mengizinkan dilazimkannya penggunaan senjata kimia, baik itu di Suriah, di jalanan Inggris, atau tempat lain di dunia."


May juga menegaskan bahwa Inggris dan sekutunya telah menggunakan seluruh cara diplomatis untuk menghentikan penggunaan senjata kimia, tapi berulang kali mendapat hambatan.

May kemudian merujuk pada Rusia yang menggunakan hak vetonya pada sidang Dewan Keamanan PBB pekan ini atas usulan digelarnya penyelidikan independen serangan Douma.

"Jadi, tidak ada alternatif praktis lainnya ketimbang menggunakan kekuatan militer untuk menghalangi penggunaan senjata kimia oleh rezim Suriah," kata May.

Dalam serangan itu, Inggris menggunakan empat jet tempur Royal Air Force dari pangkalan militer di Siprus dan meluncurkan rudal Storm Shadow.

Serangan gabungan Amerika Serikat, Perancis, Inggris digelar pada Sabtu (14/3) dini hari.  
Serangan gabungan Amerika Serikat, Perancis, Inggris digelar pada Sabtu (14/3) dini hari.  (SYRIA TV via Reuters TV)
Menteri Pertahanan Inggris menyatakan pihaknya telah melakukan analisis ilmiah agar serangan itu bisa menghancurkan penyimpanan senjata kimia, tapi tetap meminimalisir efeknya pada area di sekitar penyimpanan.

"Fasilitas yang menjadi target serangan berjarak cukup jauh dari konsentrasi massa sipil yang diketahui, sehingga bisa lebih jauh lagi mengurangi risiko," ujar pernyataan resmi Kementerian Pertahanan Inggris.


Banyak politisi di Inggris, termasuk dari Partai Konservatif, telah meminta anggota Parlemen dipanggil dari masa liburnya untuk memberikan persetujuan atas serangan militer.

"Sebagai perdana menteri, ini pertama kalinya saya harus mengambil keputusan untuk menempatkan pasukan bersenjata kami pada sebuah pertempuran -- dan ini bukan keputusan yang saya ambil dengan mudah," kata May.

Mantan PM Inggris, David Cameron, pernah kalah di dalam pemungutan suara di parlemen ketika akan mengambil keputusan menyerang Assad pada 2013 silam. Ketika itu 30 anggota dari Partai Konservatif menentang dan banyak penduduk Inggris meyakini bahwa terlibat dalam konflik tersebut tidak akan membawa stabilitas pada Timur Tengah.

Jajak pendapat daring yang diluncurkan YouGov pekan ini mengindikasikan hanya seperlima dari para pemilih yang meyakini Inggris harus meluncurkan serangan

Pemimpin Partai Buruh, Jeremy Corbyn, yang juga dikenal memiliki sikap anti-perang, menyatakan Inggris seharusnya terus menekan PBB untuk menggelar penyelidikan independen ketimbang menunggu instruksi Presiden Amerika Serikat Donald Trump.




Credit  cnnindonesia.com