Pemilihan perdana menteri Armenia akan dilakukan pekan depan.
CB,
YEREVAN -- Armenia akan memiliki perdana menteri baru pada minggu
depan. Hal itu setelah hampir dua pekan terjadi unjuk rasa. Pemimpin
oposisi Nikol Pashinya, yang memimpin penentangan itu, diunggulkan
menjadi perdana menteri.
Unjuk rasa yang didorong oleh kemarahan massa atas pertemanan politik
dan korupsi itu diperkirakan mencapai puncak pada Senin, ketika Serzh
Sarksyan berhenti dari perdana menteri. Namun, pengunjuk rasa menegaskan
mereka mencurigai adanya pengalihan kekuasaan dari presiden ke perdana
menteri. Mereka menginginkan pengembalian bentuk politik secara luas
sebelum mengakhiri unjuk rasa.
Meskipun unjuk rasa
berlangsung damai, pergolakan itu mengancam mengguncang Armenia, sekutu
Rusia. Negara itu terbelah oleh sengketa tingkat rendah selama beberapa
dasawarsa dengan tetangganya, Azerbaijan.
Moskow memiliki
dua pangkalan militer di republik bekas Soviet, dan Presiden Rusia
Vladimir Putin berbicara dengan Presiden Armenia Armen Sarkissian
melalui telepon pada Rabu (25/4). Mereka sepakat bahwa kekuatan politik
harus menunjukkan pengendalian dan menyelesaikan krisis melalui dialog.
Pemimpin
protes, Pashinyan, mengatakan dia telah menerima kepastian dari pejabat
Rusia bahwa Moskow tidak akan campur tangan dalam krisis. Menteri Luar
Negeri Armenia Edward Nalbandian berada di Moskow pada Kamis untuk
pembicaraan tersebut.
Para elit penguasa Armenia telah
berusaha keras untuk menenangkan para pengunjuk rasa. Pembicara parlemen
mengatakan pada Kamis (26/4)bahwa parlemen akan memilih seorang perdana
menteri baru pada 1 Mei.
Pashinyan, mantan jurnalis yang
kemudian menjadi anggota parlemen, yang telah berperan dalam
mengorganisir protes, mengatakan dia siap untuk menjadi perdana menteri.
Jika Pashinyan terpilih, dia ingin mereformasi sistem pemilihan umum
untuk memastikannya berjalan dengan adil sebelum mengadakan pemilihan
parlemen baru.