GAZA
- Petugas medis mengatakan tentara Israel menembak mati tiga pengunjuk
rasa di sepanjang perbatasan Gaza pada Jumat (27/4/2018). Peristiwa itu
terjadi beberapa jam setelah Kepala Hak Asasi Manusia PBB mengecam
Israel karena menggunakan kekuatan berlebihan terhadap para demonstran.
Pasukan Israel telah menewaskan 41 orang Palestina dan melukai lebih dari 5.000 orang lainnya sejak warga Gaza mulai menggelar aksi protes di sepanjang pagar perbatasan pada 30 Maret. Mereka menuntut hak untuk kembali bagi para pengungsi Palestina seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (28/4/2018).
Pasukan bersembunyi di balik benteng di sisi pagar perbatasan sepanjang 40 km dan menembakkan peluru tajam serta gas air mata ke arah demonstran di lima lokasi di sisi Gaza.
Para pejabat medis Gaza mengatakan dua demonstran yang terkena peluru berada dalam kondisi kritis di rumah sakit dan 600 lainnya terluka.
Militer Israel mengatakan, 10.000 warga Gaza ikut serta dalam apa yang digambarkan sebagai "kerusuhan," dan bahwa beberapa orang mencoba untuk melanggar perbatasan ke Israel. Dikatakan pasukan Israel telah beroperasi sesuai dengan aturan untuk menghentikan orang yang melintasi perbatasan.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan, 200 orang terluka oleh tembakan senjata api, termasuk seorang wartawan Palestina yang terkena peluru di kakinya.
Lusinan lainnya, termasuk empat petugas medis, dirawat karena menghirup gas, ketika pasukan Israel menghujani daerah itu dengan tabung gas air mata dari belakang benteng mereka di Israel.
Para pengunjuk rasa melemparkan batu dan mendorong ban yang terbakar ke pagar perbatasan, dan mengikatkan kaleng bensin yang terbakar ke layang-layang dan menerbangkannya ke wilayah Israel.
Sementara demonstran lain membersihkan kawat berduri yang dipasang pasukan Israel di wilayah Gaza semalam dalam upaya untuk menciptakan zona penyangga antara pengunjuk rasa dan pagar.
Aksi protes datang pada saat meningkatnya rasa frustrasi warga Palestina karena prospek untuk negara Palestina merdeka tampak memudar. Perundingan perdamaian antara Israel dan Palestina telah terhenti selama beberapa tahun dan permukiman Israel di wilayah-wilayah pendudukan telah meluas.
Dalam sebuah pernyataan, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra’ad al-Hussein menyebut kehilangan nyawa sangat menyedihkan dan mengatakan jumlah yang mengejutkan dari korban luka-luka disebabkan oleh penggunaan amunisi hidup.
Kementerian luar negeri Israel tidak segera berkomentar tetapi pemerintah Zionis secara konsisten mengatakan bahwa mereka melindungi perbatasannya dan pasukannya mengikuti aturan.
Utusan Israel untuk PBB, Danny Danon, pada hari Kamis mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa Hamas di Gaza bertanggung jawab atas korban yang jatuh di sisi Palestina. Hamas juga menggunakan perempuan dan anak-anak Palestina yang tidak bersalah sebagai tameng manusia, sementara mereka bersembunyi di belakang dengan aman.
Pasukan Israel telah menewaskan 41 orang Palestina dan melukai lebih dari 5.000 orang lainnya sejak warga Gaza mulai menggelar aksi protes di sepanjang pagar perbatasan pada 30 Maret. Mereka menuntut hak untuk kembali bagi para pengungsi Palestina seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (28/4/2018).
Pasukan bersembunyi di balik benteng di sisi pagar perbatasan sepanjang 40 km dan menembakkan peluru tajam serta gas air mata ke arah demonstran di lima lokasi di sisi Gaza.
Para pejabat medis Gaza mengatakan dua demonstran yang terkena peluru berada dalam kondisi kritis di rumah sakit dan 600 lainnya terluka.
Militer Israel mengatakan, 10.000 warga Gaza ikut serta dalam apa yang digambarkan sebagai "kerusuhan," dan bahwa beberapa orang mencoba untuk melanggar perbatasan ke Israel. Dikatakan pasukan Israel telah beroperasi sesuai dengan aturan untuk menghentikan orang yang melintasi perbatasan.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan, 200 orang terluka oleh tembakan senjata api, termasuk seorang wartawan Palestina yang terkena peluru di kakinya.
Lusinan lainnya, termasuk empat petugas medis, dirawat karena menghirup gas, ketika pasukan Israel menghujani daerah itu dengan tabung gas air mata dari belakang benteng mereka di Israel.
Para pengunjuk rasa melemparkan batu dan mendorong ban yang terbakar ke pagar perbatasan, dan mengikatkan kaleng bensin yang terbakar ke layang-layang dan menerbangkannya ke wilayah Israel.
Sementara demonstran lain membersihkan kawat berduri yang dipasang pasukan Israel di wilayah Gaza semalam dalam upaya untuk menciptakan zona penyangga antara pengunjuk rasa dan pagar.
Aksi protes datang pada saat meningkatnya rasa frustrasi warga Palestina karena prospek untuk negara Palestina merdeka tampak memudar. Perundingan perdamaian antara Israel dan Palestina telah terhenti selama beberapa tahun dan permukiman Israel di wilayah-wilayah pendudukan telah meluas.
Dalam sebuah pernyataan, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra’ad al-Hussein menyebut kehilangan nyawa sangat menyedihkan dan mengatakan jumlah yang mengejutkan dari korban luka-luka disebabkan oleh penggunaan amunisi hidup.
Kementerian luar negeri Israel tidak segera berkomentar tetapi pemerintah Zionis secara konsisten mengatakan bahwa mereka melindungi perbatasannya dan pasukannya mengikuti aturan.
Utusan Israel untuk PBB, Danny Danon, pada hari Kamis mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa Hamas di Gaza bertanggung jawab atas korban yang jatuh di sisi Palestina. Hamas juga menggunakan perempuan dan anak-anak Palestina yang tidak bersalah sebagai tameng manusia, sementara mereka bersembunyi di belakang dengan aman.
“Para teroris bersembunyi sambil membiarkan, bahkan berharap, agar orang-orang mereka mati. Ini jahat dalam bentuknya yang paling murni,” katanya.
Hamas menyangkal tuduhan Israel. “Komentar Danon adalah upaya untuk melarikan diri dari tanggung jawab dan untuk menutup-nutupi eksekusi anak-anak dan orang tak bersenjata oleh tentara pendudukan,” kata pejabat Hamas, Mushir Al-Masri.
Dinamakan 'Great March of Return', aksi protes menghidupkan kembali tuntutan yang sudah lama untuk hak pengembalian pengungsi Palestina ke kota-kota dan desa-desa keluarga mereka yang melarikan diri, atau diusir, ketika negara Israel diciptakan pada tahun 1948. Israel menolak hak untuk kembali, takut bahwa negara itu akan kehilangan mayoritas Yahudi.
Lebih dari 2 juta warga Palestina memenuhi daerah kantong pantai yang sempit. Israel menarik pasukan dan pemukimnya dari Gaza pada 2005 tetapi mempertahankan kontrol ketat atas perbatasan darat dan lautnya. Mesir juga membatasi pergerakan masuk dan keluar Gaza di perbatasannya.
Credit sindonews.com