"Wilayah laut yang harus diawasi oleh angkatan laut Indonesia jauh lebih luas daripada Singapura, sehingga dengan jumlah yang saat ini masih jauh dari ideal. Secara kualitas (teknologi) pun Indonesia tertinggal," kata Profesor Geoff Till, pengamat pertahanan maritim dari S. Rajaratnam School of International Studies, Singapura, dalam kunjungannya ke Jakarta hari ini.
Till mengatakan ketertinggalan Indonesia akibat kurangnya fokus ke sektor maritim dalam 20 tahun terakhir. Baru di pemerintahan Joko Widodo, Indonesia menggeser fokusnya menjadi "poros maritim".
Dia menambahkan untuk menjadi poros maritim, Indonesia perlu memenuhi target kebutuhan pokok pertahanan (minimum essential forces/MEF). Cetak biru MEF Indonesia mengusulkan angkatan laut memiliki 274 kapal, yang terdiri dari 110 kapal perang, 66 kapal patroli, dan 98 kapal pendukung, hingga 2024.
"Jumlah ini cukup dan bisa dicapai," kata Till.
Till menambahkan bahwa tantangan terbesar kebijakan poros maritim Joko Widodo adalah kurangnya sentralisasi kewenangan.
"Tiongkok adalah contoh sukses. Presiden Xi Jinping memiliki sentralisasi kekuasaan dalam Partai Komunis Tiongkok sehingga kebijakan bisa dilakukan. Sedangkan Jokowi tidak memiliki itu," kata Till.
Meski demikian, Till mengatakan Indonesia berada di jalur yang benar dengan mengembangkan sisi komersial maritim dan pertahanan secara paralel.
Credit Beritasatu.com