Selasa, 17 Februari 2015
Kota Tua Incar Status Warisan Dunia UNESCO
Seekor anjing melintas di halaman Museum Fatahillah, kawasan Kota Tua, Jakarta, 30 Januari 2015. ANTARA/Zabur Karuru
CB, Jakarta - Kota Tua Jakarta bikin pangling. Kawasan yang dibangun perusahaan dagang Hindia-Belanda, VOC, pada 1619 ini jauh lebih necis dan cantik. Tengok saja area di depan Kali Besar atau De Groot River. Perubahan paling kentara ada di kondisi jalanan di kanan-kiri sungai, tempat pedagang kali lima berjualan sesuai dengan lapak yang disediakan.
Kota Tua memang sedang dibenahi. Salah satu upaya untuk mempromosikannya adalah dengan menggelar pameran Art & Toilets: Bringing Back The Glory of The Past di Galeria Fatahillah, Gedung Kantor Pos Lantai 2, Kawasan Kota Tua, Jakarta. Pameran ini berlangsung sebulan, dari 3 Februari hingga 3 Mei 2015.
Pemandangan kawasan ini kini jauh berbeda dibandingkan dengan awal tahun lalu. Ketika itu area yang dijejali gedung-gedung lawas, seperti Tjipta Niaga, Kerta Niaga, dan Toko Merah, itu terlihat kumuh dan semrawut. Pedagang menggelar lapak mereka di trotoar pinggir kali hingga menyentuh badan jalan.
Kini, memang masih ada sejumlah tenda PKL di lorong Kota Tua--yang banyak difungsikan sebagai tempat parkir sepeda motor--tapi jumlahnya hanya satu-dua. “Satu per satu kami benahi, karena memang membereskan urusan itu amat rumit,” kata arsitek Ahmad Djuhara, Kamis pekan lalu. Djuhara adalah satu dari sejumlah arsitek yang dilibatkan dalam proses revitalisasi Kota Tua.
Pembenahan Kota Tua bertujuan, di antaranya, mengejar status tujuan wisata warisan dunia versi UNICESCO, badan PBB untuk pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan. Peluang Kota Tua Jakarta cukup besar mengingat tiga dari delapan kota peninggalan Belanda di negara lain sudah ditetapkan menjadi warisan dunia. Ketiganya adalah Galle di Srilanka, Willemstead di Karibia, serta Paramaribo di Suriname. Dari ketiga bangunan itu, umur Kota Tua Jakarta yang paling senior.
Credit TEMPO.CO