Senin, 11 Februari 2019

Inggris Bersiap Kirim Kapal Induk Queen Elizabeth ke Pasifik


Inggris Bersiap Kirim Kapal Induk Queen Elizabeth ke Pasifik
Kapal induk HMS Queen Elizabeth milik Angkatan Laut Kerajaan Inggris. Foto/REUTERS


LONDON - Kapal induk HMS Queen Elizabeth, dengan dua skuadron pesawat jet tempur siluman F-35 di atas deknya, akan dikirim ke perairan yang disengketakan di Pasifik. Hal itu disampaikan Menteri Pertahanan Gavin Williamson dalam sebuah pidato.

Williamson mengatakan Inggris kemungkinan harus campur tangan di masa depan untuk menghadapi agresi dari negara-negara seperti Rusia dan China yang dia sebut telah mencemooh hukum internasional. Dia menyoroti kebangkitan angkatan bersenjata kedua negara itu.

"Inggris dan sekutu Barat-nya harus siap untuk menggunakan kekuatan keras untuk mendukung kepentingan kita," katanya, dalam pidato di RUSI (Royal United Services Institute) di London, Senin (11/2/2019), dikutip Independent

“Kita harus siap menunjukkan harga mahal dari perilaku agresif, siap untuk memperkuat ketahanan kita," lanjut Williamson.

"Inggris memiliki peluang terbesar dalam 50 tahun untuk mendefinisikan kembali perannya ketika kita meninggalkan Uni Eropa. Dan dengan dunia yang berubah begitu cepat, tergantung pada kita untuk mengambil kesempatan yang diberikan Brexit," imbuh dia mengacu pada keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa atau British Exit (Brexit).

“Kita dapat membangun aliansi baru, menyalakan kembali aliansi lama dan, yang paling penting, memperjelas bahwa kita adalah negara yang akan bertindak saat dibutuhkan, dan sebuah bangsa yang dapat dituju orang ketika dunia membutuhkan kepemimpinan," papar menteri tersebut.

Williamson melanjutkan kenaikan £1,8 miliar dalam anggaran pertahanan Inggris akan mendanai investasi yang sangat signifikan dalam operasi siber secara ofensif dan pertahanan terhadap serangan musuh. Dia mengklaim akan ada dana perang jutaan poundsterling, dengan kontribusi dari ketiga layanan angkatan bersenjata untuk mengembangkan peralatan inovatif.

Pada bulan Desember, Williamson mengunjungi Odessa, pelabuhan asal kapal-kapal Ukraina yang ditangkap oleh pasukan Rusia di Laut Hitam dan mengumumkan bahwa ia bermaksud mengirim kapal perang ke wilayah itu untuk menegaskan kebebasan navigasi. Moskow menggambarkan kunjungan itu sebagai tindakan provokasi.

Pelayaran Pasifik yang direncanakan oleh kapal induk Queen Elizabeth dengan pelengkap dua skuadron pesawat F-35 Joint Strike Fighters (JSF's) akan membawa kapal induk itu ke arena angkatan laut dengan ketegangan yang meningkat.

Seperti diketahui, China telah berselisih dengan negara-negara tetangganya di Asia terkait klaim wilayah di Laut China Selatan dan Laut China Timur. China juga kerap bersitegang dengan Amerika Serikat yang nekat melakukan patroli kapal perang di dekat pulau reklamasi yang diklaim Beijing di Laut China Selatan. Washington berdalih patroli kapal perangnya untuk menegakkan kebebasan navigasi di perairan internasional.

China sendiri mengancam akan membangun lebih lanjut pulau-pulau reklamasi perairan sengketa itu. Beijing juga memperingatkan Washington setelah kapal perusak berpeluru kendali dikirim ke pulau-pulau yang disengketakan.

Jepang, India, Australia, dan Amerika Serikat telah membentuk kelompok Dialog Keamanan Quadrilateral, dengan latihan angkatan laut bersama yang bertujuan mengisolasi China. Namun, Beijing menggambarkan kapal perang asing yang menegaskan kebebasan navigasi di Laut China Selatan sebagai ancaman terhadap kedaulatannya.

"Mengesampingkan kesalahan dan hak Brexit, ada kebutuhan bagi Inggris untuk terlibat dengan seluruh dunia. Tidak ada yang salah dengan (kapal induk) Queen Elizabeth yang dikirim ke Pasifik dalam penyebaran semacam ini, setelah semua pasukan yang kita punya kembali ke timur Suez," kata Michael Clarke, seorang peneliti senior di RUSI.

“Gavin Williamson sepertinya ingin membuat jejaknya. Dia melihat pertahanan sebagai perpanjangan dari kebijakan luar negeri. Dan, sejauh ini, ia telah muncul sebagai salah satu dari sedikit menteri dalam pemerintahan Konservatif ini yang reputasinya belum rusak parah oleh krisis Brexit," ujarnya.

"Namun, pertanyaannya adalah apakah dia akan bisa mendapatkan dukungan dari seluruh pemerintah, sesama menteri, dalam kebijakan ke depan ini," paparnya. 




Credit  sindonews.com