Minggu, 16 Desember 2018

Soal Yerusalem, MUI Minta RI Setop Impor Daging Australia

MUI meminta RI merespons keras Australia yang mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel dengan menghentikan impor daging dari negara tersebut. (ANTARA FOTO/Audy Alwi)



Jakarta, CB -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri, Muhyiddin Junaidi, meminta pemerintah Indonesia merespons keras Australia yang mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel dengan menghentikan impor daging dari negara tersebut.

"Ini momen yang tepat agar Indonesia menghentikan impor daging sapi dan livestock dari Australia," kata Muhyiddin kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (15/12).

Melanjutkan pernyataannya, Muhyiddin berkata, "Australia menikmati surplus perdagangan dengan Indonesia, dan Jakarta harus menjadikan kebijakan Canberra tentang keberpihakannya terhadap Israel sebagai catatan khusus."

Muhyiddin mengatakan Indonesia bisa mendapatkan pasokan daging dari negara lain dengan harga lebih terjangkau. Dengan demikian, Indonesia tak perlu khawatir bila harus setop impor daging sapi Australia.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan bahwa Indonesia mengimpor total 30,67 ton daging sapi tak hanya dari Australia, tapi juga Selandia Baru, India, dan Spanyol.

MUI pun mengimbau negara-negara dengan penduduk mayoritas Islam melakukan embargo dagang dengan Australia. Menurut dia, ekspor daging Australia ke negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) cukup signifikan.

"Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar harus memeloporinya," ujarnya.

Muhyiddin menilai kebijakan mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel adalah blunder Australia. Ia pun meminta pemerintah agar segera memanggil Duta Besar Australia untuk Indonesia guna mendapat klarifikasi secara utuh.

Ia menyebut kebijakan Negeri Kangguru itu sangat mencederai perasaan umat Islam, khususnya Indonesia yang merupakan mitra Australia. Dia pun meminta pemerintah mengkaji ulang hubungan diplomasi dengan Australia.

"Minimal down grade levelnya, karena banyak kebijakannya yang sering merugikan Indonesia dan umat islam," ujarnya.


Perdana Menteri Scott Morrison pertama kali mengutarakan pertimbangan negaranya untuk merelokasi kedubes Australia untuk Israel ke Yerusalem pada Oktober lalu.

Kala itu, Morrison mengatakan bahwa pertimbangan ini muncul karena proses perdamaian antara Israel dan Palestina tak kunjung usai, dengan salah satu isu utama perebutan Yerusalem sebagai ibu kota.

Pernyataan Morrison ini menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Indonesia. Sebagai pendukung Palestina, Indonesia menentang keras rencana Australia tersebut karena dianggap semakin mengancam prospek perdamaian Israel-Palestina. 

Selain itu, Jakarta menilai langkah kontroversial yang terinspirasi dari Amerika Serikat itu melanggar hukum internasional.

Tak lama setelah rencana kontroversial itu diumumkan Morrison, Indonesia langsung menerbitkan pernyataan kecaman hingga memanggil duta besar Australia di Jakarta.

Indonesia bahkan mengancam rencana Negeri Kangguru itu bisa mempengaruhi proses penyelesaian perjanjian perdagangan bernilai US$11,4 miliar (sekitar Rp17,3 triliun) dengan Australia.

Credit CNN Indonesia