kita
akan pegang teguh... Dengan keluar dari kesepakatan, Amerika telah
secara resmi meremehkan komitmennya pada sebuah perjanjian internasional
Ankara (CB) - Presiden Hassan Rouhani mengatakan Iran tetap
akan mengikatkan diri pada kesepakatan nuklir multinasional kendati
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memutuskan untuk menarik diri dari
perjanjian tahun 2015 yang dirancang untuk mencegah Teheran memiliki
kemampuan membangun senjata nuklir.
"Jika kita mencapai tujuan-tujuan kesepakatan itu dalam kerja sama dengan para anggota lainnya di perjanjian itu, kita akan pegang teguh (kesepakatan)... Dengan keluar dari kesepakatan, Amerika telah secara resmi meremehkan komitmennya pada sebuah perjanjian internasional," kata Rouhani dalam pidato yang disiarkan televisi pada Selasa waktu setempat.
"Saya telah memerintahkan Kementerian Luar Negeri untuk berunding dengan negara-negara Eropa, China dan Rusia dalam minggu-minggu mendatang. Jika pada akhirnya dalam masa singkat ini kita menyimpulkan bahwa kita bisa memetik keuntungan penuh dari JCPOA dalam kerja sama dengan semua negara, (kita akan tetap mengikuti) kesepakatan," tambahnya.
Rencana Aksi Komprehensif Bersama (The Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA) adalah nama yang dibuat untuk kesepakatan nuklir yang dicapai 2015 antara Iran, lima anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa yang terdiri atas Amerika Serikat, Rusia, China Inggris dan Prancis, serta Jerman.
Berdasarkan kesepakatan, Iran harus mengekang kegiatan nuklirnya sebagai imbalan atas pencabutan sebagian besar sanksi yang dikenakan pada negara itu.
Rouhani menambahkan bahwa Iran siap melanjutkan kegiatan nuklirnya setelah berkonsultasi dengan kekuatan-kekuatan dunia lainnya yang terlibat dalam perjanjian tersebut.
Keputusan Trump menarik diri dari kesepakatan itu disambut baik sekutu-sekutu utama Washington di Timur Tengah, yaitu Israel dan Arab Saudi, yang keduanya merupakan musuh Iran. Trump mengatakan ia akan kembali menerapkan sanksi terhadap Iran segera.
Keputusannya itu telah menyebabkan tekanan terhadap sekutu-sekutunya di Eropa, yang merupakan pendukung utama kesepakatan dan enggan bergabung dengan Amerika Serikat untuk menjalankan kembali sanksi-sanksi terhadap Iran, demikian siaran kantor berita Reuters.
"Jika kita mencapai tujuan-tujuan kesepakatan itu dalam kerja sama dengan para anggota lainnya di perjanjian itu, kita akan pegang teguh (kesepakatan)... Dengan keluar dari kesepakatan, Amerika telah secara resmi meremehkan komitmennya pada sebuah perjanjian internasional," kata Rouhani dalam pidato yang disiarkan televisi pada Selasa waktu setempat.
"Saya telah memerintahkan Kementerian Luar Negeri untuk berunding dengan negara-negara Eropa, China dan Rusia dalam minggu-minggu mendatang. Jika pada akhirnya dalam masa singkat ini kita menyimpulkan bahwa kita bisa memetik keuntungan penuh dari JCPOA dalam kerja sama dengan semua negara, (kita akan tetap mengikuti) kesepakatan," tambahnya.
Rencana Aksi Komprehensif Bersama (The Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA) adalah nama yang dibuat untuk kesepakatan nuklir yang dicapai 2015 antara Iran, lima anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa yang terdiri atas Amerika Serikat, Rusia, China Inggris dan Prancis, serta Jerman.
Berdasarkan kesepakatan, Iran harus mengekang kegiatan nuklirnya sebagai imbalan atas pencabutan sebagian besar sanksi yang dikenakan pada negara itu.
Rouhani menambahkan bahwa Iran siap melanjutkan kegiatan nuklirnya setelah berkonsultasi dengan kekuatan-kekuatan dunia lainnya yang terlibat dalam perjanjian tersebut.
Keputusan Trump menarik diri dari kesepakatan itu disambut baik sekutu-sekutu utama Washington di Timur Tengah, yaitu Israel dan Arab Saudi, yang keduanya merupakan musuh Iran. Trump mengatakan ia akan kembali menerapkan sanksi terhadap Iran segera.
Keputusannya itu telah menyebabkan tekanan terhadap sekutu-sekutunya di Eropa, yang merupakan pendukung utama kesepakatan dan enggan bergabung dengan Amerika Serikat untuk menjalankan kembali sanksi-sanksi terhadap Iran, demikian siaran kantor berita Reuters.
Credit antaranews.com