Kamis, 19 Oktober 2017

Washington tuding militer Myanmar bertanggung jawab atas krisis Rohingya


Washington tuding militer Myanmar bertanggung jawab atas krisis Rohingya
Pengungsi Rohingya tiba di pantai setelah melewati perbatasan dari Myanmar, di Teknaf, Bangladesh, Minggu (15/10/2017). (REUTERS/Jorge Silva)



Washington (CB) – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Rex Tillerson, mengatakan, Rabu (18/10), Washington menganggap militer Myanmar bertanggung jawab atas krisis pengungsi Rohingya. Ia membuat perbedaan antara rezim sipil Aung San Suu Kyi dengan militer negara tersebut.

Setelah kembali mengadopsi sistem pemerintahan yang dipilih rakyat, Myanmar kini memiliki pemerintah ganda karena militer masih memegang kekuasaan yang besar dalam ranah keamanan dan di Negara Bagian Rakhine, lokasi pembersihan etnis seperti dilaporkan oleh PBB.

“Kami sangat prihatin atas peristiwa yang menimpa warga Rohingya di Myanmar,” ujar Tillerson.

“Saya telah berdialog dengan Aung San Suu Kyi dari pemerintah sipil, seperti yang Anda ketahui ini merupakan pemerintah berbagi kekuasaan.”

“Kami menganggap kepemimpinan militer bertanggung jawab atas peristiwa yang kini terjadi,” ujar Tillerson, seraya mengatakan dunia tidak akan berdiam diri dan “hanya menonton kekejaman.”

Dalam tujuh pekan terakhir, lebih dari setengah juta warga Rohingya mengungsi dari Rakhine, Myanmar ke Bangladesh.

Nasib yang menimpa warga Rohingya mengejutkan dunia. Para pengungsi mengaku tentara dan warga Buddha Myanmar membantai dan memperkosa warga sipil sebelum membakar desa-desa mereka.



Credit  antaranews.com


AS: Militer Myanmar Bertanggung Jawab atas Krisis Rohingya

  
AS: Militer Myanmar Bertanggung Jawab atas Krisis Rohingya
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Rex Tillerson, mengatakan bahwa pemimpin militer Myanmar bertanggung jawab atas krisis Rohingya. (Reuters/Yuri Gripas)



Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Rex Tillerson, mengatakan bahwa pemimpin militer Myanmar bertanggung jawab atas krisis Rohingya.

"Kami benar-benar menganggap pimpinan militer bertanggung jawab atas apa yang terjadi," ujar Tillerson yang kemudian mengatakan bahwa AS "luar biasa prihatin" dengan situasi ini.

Meski demikian, Tillerson tak menjelaskan AS akan mengambil tindakan terhadap pemimpin militer Myanmar atas kekerasan yang sudah menyebabkan lebih dari 500 ribu Rohingya kabur ke Bangladesh tersebut.


Akhirnya, 43 anggota parlemen AS pun mendesak pemerintahan Trump untuk memberlakukan kembali larangan bepergian terhadap sejumlah pemimpin militer Myanmar.




Mereka juga mendesak pemerintah mempersiapkan sanksi terhadap para pemimpin militer Myanmar yang bertanggung jawab atas krisis kemanusiaan ini.

Desakan itu disampaikan melalui secarik surat kepada Tillerson. Atas nama sejumlah anggota Partai Republik dan Demokrat di Dewan Perwakilan, mereka menyebut "otoritas Myanmar menyangkal apa yang terjadi" dan mendesak Washington "mengambil langkah tegas."

Isu Rohingya ini kembali menjadi perhatian setelah bentrokan antara kelompok bersenjata dan militer Myanmar di Rakhine pecah pada 25 Agustus lalu.

Bentrokan itu dipicu oleh serangan kelompok bersenjata Pasukan Pembela Rohingya Arakan (ARSA) ke sejumlah pos polisi dan satu pangkalan militer di Rakhine.


Sejak saat itu, militer Myanmar melakukan operasi pembersihan. Alih-alih menangkap kelompok bersenjata, aparat yang dibantu dengan warga lokal diduga mengusir paksa etnis Rohingya dengan menyiksa, membakar rumah, hingga membunuh mereka.

Akibat konflik ini, 1.000 orang terutama Rohingya tewas, sementara lebih dari 500 ribu lainnya kabur ke Bangladesh. PBB menganggap tragedi kemanusiaan ini sebagai upaya pembersihan etnis secara sistematis.

"Seseorang, jika laporan ini benar, akan bertanggung jawab atas itu. Semua keputusan ada di tangan pimpinan militer Myanmar. Peran apa yang ingin mereka mainkan di masa depan Myanmar?" kata Tillerson.



Credit  cnnindonesia.com