Rabu, 13 September 2017

Politik Ras dan Capres Tunggal Singapura


Politik Ras dan Capres Tunggal Singapura 
Halimah Yacob bakal menjadi presiden perempuan pertama Singapura yang berasal dari etnis Melayu. (Reuters/Edgar Su)



Jakarta, CB -- Warga Singapura sedianya dijadwalkan untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum untuk memilih presiden, akhir pekan depan. Namun, mereka kini tidak lagi mempunyai kesempatan karena hanya ada satu kandidat yang memenuhi kualifikasi.

Mantan Anggota Parlemen Halimah Yacob langsung memenangkan pemilu setelah bakal calon presiden lainnya gugur karena terjegal peraturan baru.

"Saya hanya bisa bilang saya berjanji akan melakukan yang terbaik yang saya bisa untuk melayani warga Singapura dan hal itu tidak akan berubah baik ada maupun tidak ada pemilu," ujar Halimah kepada wartawan, Senin kemarin (10/9).

Menurut CNN, Halimah bakal jadi presiden pertama Singapura dan itu semestinya menjadi momen yang bisa dirayakan. Namun, hal tersebut justru diperdebatkan karena berbagai alasan dan tampak tak sejalan dengan reputasi Singapura sebagai negara yang teknokratis dan efisien.

Meski jabatan presiden di Singapura hanya bersifat seremonial, pengembannya bisa memveto beberapa keputusan pemerintah seperti masalah keuangan yang menyentuh cadangan negara atau penunjukkan pejabat penting di layanan publik.

"Pihak diuntungkan dalam pemilu presiden yang sudah dapat dipastikan ini adalah Halimah Yacob dan timnya, serta oposisi Singapura, yang kini mempunyai bekal serangan baru terhadap PAP (Partai Aksi Rakyat). Seisi Singapura terkena dampaknya," kata Sudhir Vadaketh, pengamat Singapura.

Halimah sempat menjadi pendukung loyal PAP yang kini berkuasa dan mendominasi dunia politik Singapura. Baru belakangan ini Halimah tak lagi mendukung partai tersebut.

"Semua warga Singapura tidak senang karena meritokrasi dan keadilan elektoral, nilai-nilai utama Singapura, telah dikikis untuk memenuhi tujuan politik."

Politik Ras

Dalam pemilu ini, untuk pertama kalinya, kandidat yang bisa menjadi presiden Singapura hanya boleh dipilih dari satu kelompok ras: Melayu.

Kebijakan seperti ini bisa berakibat perpecahan jika diterapkan di negara lain, tapi representasi lebih baik dari ketiga ras utama di Singapura menjadi lebih penting kali ini.

"Ini menunjukkan kami tidak hanya bicara soal multi-rasialisme, tapi kami bicara tentang ini dalam konteks meritokrasi atau kesempatan untuk semua orang, dan kami benar-benar melakukannya," kata Halimah kepada Straits Times sebelum menyatakan maju sebagai capres.

Peraturan baru itu juga menetapkan kriteria lebih ketat pada latar belakang para kandidat. Misalnya, mereka yang berasal dari sektor swasta diwajibkan menjabat sebagai eksekutif utama sebuah perusahaan dengan setidaknya US$370 juta saham ekuitas.

Kedua bakal calon Melayu lainnya, pengusaha Salleh Marican dan Farid Khan, gagal mendapatkan sertifikat kelaikan dari Komisi Pemilu Presiden karena alasan itu, meski komisi sebenarnya bisa menggunakan diskresi untuk memungkinkan mereka tetap maju.

Para pengkritik menuding peraturan baru itu adalah cara pemerintah untuk mengatur pemilu dan mencegah oposisi untuk mencalonkan diri.

Pada Agustus, pengadilan banding Singapura menolak gugatan terhadap sistem baru oleh Tan Cheng Bock, anggota partai penguasa yang membelot menjadi pengkritik. Tan kalah tipis dalam pemilu sebelumnya pada 2011 lalu oleh Tony Tan, mantan wakil perdana menteri.

Populasi Singapura terdiri dari 74 persen etnis China, 13 persen Melayu, 9 persen India dan 3,2 persen ras lainnya.





Credit  cnnindonesia.com