Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB (CB) - Sekretaris Jenderal
PBB Antonio Guterres pada Selasa memperingatkan konsekuensi penggunaan
"retorika konfrontasi" mengenai Korea Utara dan mengatakan bahwa
negara-negara kuat harus membuat strategi tunggal untuk mengatasi krisis
tersebut.
Guterres tampaknya ingin mengkritik kepemimpinan Korea Utara dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang memperingatkan bahwa Pyongyang akan menghadapi "serangan dan kemurkaan" jika terus mengancam Amerika Serikat.
"Retorika konfrontasi bisa menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Solusinya harus politis," kata Guterres.
"Konsekuensi potensial tindakan militer sangat mengerikan," katanya sebagaimana dikutip kantor berita AFP.
Pemimpin PBB meminta Dewan Keamanan menunjukkan kesatuan dan menyetujui langkah-langkah lanjutan, sehari setelah Amerika Serikat saling melontarkan pernyataan dengan Rusia dan China menanggapi uji coba nuklir keenam dan terkuat Korea Utara.
Amerika Serikat mendorong sanksi PBB yang lebih keras, tetapi Rusia dan China menyerukan dialog dengan Pyongyang tentang denuklirisasi di semenanjung Korea.
Rusia berpendapat sanksi-sanksi saja tidak akan bisa menyelesaikan krisis itu dan mendukung usul China untuk membuka perundingan dengan dasar pembekuan uji nuklir dan rudal Korea Utara dengan pertukaran penangguhan latihan militer Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Nikki Haley menolak usul itu dan mengatakan bahwa negaranya tidak akan mengubah postur militernya ketika Korea Utara merangseng maju dengan program nuklir dan rudalnya.
Guterres mengatakan dia tidak mendukung salah satu usul, namun menekankan bahwa respons terpadu merupakan satu-satunya jalan mendorong solusi diplomatik.
"Kesatuan Dewan Keamanan jelas sangat penting," katanya, mendesak negara-negara "maju bersama dengan strategi tunggal dalam menghadapi pemerintah DPRK", singkatan dari nama formal Korea Utara.
Sekretaris Jenderal PBB menawarkan bantuan untuk membawa solusi, namun mengakui bahwa "pengaruh PBB terbatas."
Guterres tampaknya ingin mengkritik kepemimpinan Korea Utara dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang memperingatkan bahwa Pyongyang akan menghadapi "serangan dan kemurkaan" jika terus mengancam Amerika Serikat.
"Retorika konfrontasi bisa menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Solusinya harus politis," kata Guterres.
"Konsekuensi potensial tindakan militer sangat mengerikan," katanya sebagaimana dikutip kantor berita AFP.
Pemimpin PBB meminta Dewan Keamanan menunjukkan kesatuan dan menyetujui langkah-langkah lanjutan, sehari setelah Amerika Serikat saling melontarkan pernyataan dengan Rusia dan China menanggapi uji coba nuklir keenam dan terkuat Korea Utara.
Amerika Serikat mendorong sanksi PBB yang lebih keras, tetapi Rusia dan China menyerukan dialog dengan Pyongyang tentang denuklirisasi di semenanjung Korea.
Rusia berpendapat sanksi-sanksi saja tidak akan bisa menyelesaikan krisis itu dan mendukung usul China untuk membuka perundingan dengan dasar pembekuan uji nuklir dan rudal Korea Utara dengan pertukaran penangguhan latihan militer Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Nikki Haley menolak usul itu dan mengatakan bahwa negaranya tidak akan mengubah postur militernya ketika Korea Utara merangseng maju dengan program nuklir dan rudalnya.
Guterres mengatakan dia tidak mendukung salah satu usul, namun menekankan bahwa respons terpadu merupakan satu-satunya jalan mendorong solusi diplomatik.
"Kesatuan Dewan Keamanan jelas sangat penting," katanya, mendesak negara-negara "maju bersama dengan strategi tunggal dalam menghadapi pemerintah DPRK", singkatan dari nama formal Korea Utara.
Sekretaris Jenderal PBB menawarkan bantuan untuk membawa solusi, namun mengakui bahwa "pengaruh PBB terbatas."
Credit antaranews.com