Jenewa, Swiss (CB) - Lebih dari 5.000 warga sipil tewas
dalam konflik di Yaman sejak Maret 2015 dan kelompok al-Qaida telah
memperluas "operasi" ke Kota Taizz di bagian barat-daya negeri itu
menurut laporan Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB).
Pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi di Yaman selain pelanggaran tanpa henti hukum hak asasi manusia internasional dengan warga sipil sangat menderita akibat "bencana yang sepenuhnya buatan manusia" menurut laporan itu.
Menurut laporan badan PBB, hingga 30 Agustus, sedikitnya 5.144 warga sipil telah didata terbunuh dan lebih dari 8.749 orang lainnya cedera.
Perang saudara di Yaman, negara Arab paling miskin, meletus pada Maret 2015 antara dua faksi yang mengaku sebagai "pemerintah Yaman", bersama sekutu dan pendukung mereka yang melibatkan koalisi militer pimpinan Arab Saudi --yang memerangi pemberontak Houthi.
Sementara pelaku bersenjata lain "terus memanfaatkan kondisi tidak aman yang terjadi di Yaman" menurut laporan badan PBB yang dikutip kantor berita Xinhua.
"Dalam satu tahun terakhir, kelompok extremis telah mempertahankan dan menyesuaikan keberadaan mereka. Misalnya, setelah diusir dari Al-Mukalla di Gubernuran Hadhramaut pada April 2016, Al-Qaida kini beroperasi di Kota Taizz."
Krisis kemanusiaan itu, dengan hampir 18,8 juta orang memerlukan bantuan kemanusiaan dan 73, juta orang berada di ambang kelaparan, adalah akibat langsung dari prilaku semua pihak dalam konflik tersebut, kata laporan itu.
Krisis kemanusiaan dengan hampir 18,8 juta orang membutuhkan bantuan dan 7,3 juta orang di ambang kelaparan merupakan akibat langsung dari perilaku pihak-pihak yang berkonflik menurut laporan tersebut.
Ini mencakup serangan membabi-buta, serangan terhadap warga sipil dan objek dilidungi, pengepungan, blokade dan pembatasan gerakan.
Arab Saudi, dengan dukungan dari Amerika Serikat, telah memberlakukan blokade laut dan udara guna membantu pemerintah terusir yang mereka dukung, dan melawan petempur Al-Houthi.
Houthi didukung oleh Iran dan bersekutu dengan mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.
Koalisi pimpinan Arab Saudi yang terdiri atas Kuwait, Uni Emirat Arab, Bahrain, Mesir, Jordania, Maroko, Senegal, Sudan dan, sampai Juni 2017, Qatar.
Komisioner Tinggi PBB Urusan Hak Asasi Manusia Zeid Ra'ad Al Hussein menyeru semua pihak dalam konflik itu "berbelas kasihan pada rakyat Yaman, dan melakukan tindakan segera untuk menjamin bantuan kemanusiaan sampai ke warga sipil".
Pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi di Yaman selain pelanggaran tanpa henti hukum hak asasi manusia internasional dengan warga sipil sangat menderita akibat "bencana yang sepenuhnya buatan manusia" menurut laporan itu.
Menurut laporan badan PBB, hingga 30 Agustus, sedikitnya 5.144 warga sipil telah didata terbunuh dan lebih dari 8.749 orang lainnya cedera.
Perang saudara di Yaman, negara Arab paling miskin, meletus pada Maret 2015 antara dua faksi yang mengaku sebagai "pemerintah Yaman", bersama sekutu dan pendukung mereka yang melibatkan koalisi militer pimpinan Arab Saudi --yang memerangi pemberontak Houthi.
Sementara pelaku bersenjata lain "terus memanfaatkan kondisi tidak aman yang terjadi di Yaman" menurut laporan badan PBB yang dikutip kantor berita Xinhua.
"Dalam satu tahun terakhir, kelompok extremis telah mempertahankan dan menyesuaikan keberadaan mereka. Misalnya, setelah diusir dari Al-Mukalla di Gubernuran Hadhramaut pada April 2016, Al-Qaida kini beroperasi di Kota Taizz."
Krisis kemanusiaan itu, dengan hampir 18,8 juta orang memerlukan bantuan kemanusiaan dan 73, juta orang berada di ambang kelaparan, adalah akibat langsung dari prilaku semua pihak dalam konflik tersebut, kata laporan itu.
Krisis kemanusiaan dengan hampir 18,8 juta orang membutuhkan bantuan dan 7,3 juta orang di ambang kelaparan merupakan akibat langsung dari perilaku pihak-pihak yang berkonflik menurut laporan tersebut.
Ini mencakup serangan membabi-buta, serangan terhadap warga sipil dan objek dilidungi, pengepungan, blokade dan pembatasan gerakan.
Arab Saudi, dengan dukungan dari Amerika Serikat, telah memberlakukan blokade laut dan udara guna membantu pemerintah terusir yang mereka dukung, dan melawan petempur Al-Houthi.
Houthi didukung oleh Iran dan bersekutu dengan mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.
Koalisi pimpinan Arab Saudi yang terdiri atas Kuwait, Uni Emirat Arab, Bahrain, Mesir, Jordania, Maroko, Senegal, Sudan dan, sampai Juni 2017, Qatar.
Komisioner Tinggi PBB Urusan Hak Asasi Manusia Zeid Ra'ad Al Hussein menyeru semua pihak dalam konflik itu "berbelas kasihan pada rakyat Yaman, dan melakukan tindakan segera untuk menjamin bantuan kemanusiaan sampai ke warga sipil".
Credit antaranews.com