Jumat, 22 September 2017

Menlu Myanmar: Situasi di Rakhine Siap Meledak


Menlu Myanmar: Situasi di Rakhine Siap Meledak 
Isu Rohingya kembali menjadi sorotan setelah rangkaian kekerasan lagi-lagi memanas di Rakhine. (AFP Photo/Ye Aung Thu)



Jakarta, CB -- Tak lama setelah Aung San Suu Kyi menyatakan bahwa Rakhine sudah stabil, Menteri Luar Negeri Myanmar, Tin Maung Swe, justru mengatakan kondisi di pusat krisis kemanusiaan itu "siap meledak."

Tin mengatakan, konflik akan memanas karena berbagai komunitas di Rakhine masih memendam rasa saling tidak percaya, terutama antara mayoritas Buddha dan minoritas Muslim Rohingya.

"Mereka tidak percaya satu sama lain. Situasi siap meledak," ujar Tin kepada Reuters, Selasa (19/9).

Hasil pengamatan seorang jurnalis AFP di lapangan juga menunjukkan fakta serupa. Menurutnya, militer dan warga Rakhine masih membakar rumah-rumah Rohingya, yang membuat kaum minoritas itu melarikan diri ke Bangladesh.

Pernyataan ini bertolak belakang dengan isi pidato Suu Kyi selaku pemimpin defacto Myanmar yang untuk pertama kalinya buka suara mengenai Rakhine pada Senin (18/9).

Dalam pidato tersebut, Suu Kyi memastikan bahwa sudah tidak ada lagi bentrokan bersenjata dan operasi pembersihan sejak 5 September lalu.

Penerima Nobel Perdamaian itu juga mengatakan, pemerintah Myanmar sudah mempromosikan harmoni antara Muslim dan mayoritas Buddha di Rakhine.

Suu Kyi bahkan memastikan, Myanmar siap menerapkan rekomendasi dari komisi hak asasi manusia untuk Rakhine yang dipimpin oleh mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kofi Annan.

Salah satu isi rekomendasi tersebut adalah mengkaji ulang hukum yang berkaitan dengan pemberian kewarganegaraan bagi satu etnis. Hukum ini membuat Rohingya tak bisa mendapatkan kewarganegaraan.

Isu Rohingya kembali menjadi sorotan setelah rangkaian kekerasan lagi-lagi memanas di Rakhine. Bentrokan ini bermula ketika kelompok bersenjata Pasukan Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA) menyerang sejumlah pos polisi dan satu pangkalan militer di Rakhine pada 25 Agustus lalu.

Militer pun melakukan operasi pembersihan untuk memusnahkan ARSA dari tanah Rakhine. Namun ternyata, militer dan warga sekitar juga mengincar sipil Rohingya hingga merenggut sekitar 1.000 nyawa dan membuat ratusan ribu orang kabur ke Bangladesh.

Myanmar menganggap ARSA sebagai kelompok teroris. Sementara itu, ARSA sendiri mengklaim bahwa mereka menjalankan aksinya demi memperjuangkan hak Rohingya yang selama ini menjadi korban diskriminasi dan kekerasan di Myanmar.




Credit  cnnindonesia.com