Jakarta (CB) - Pertama Harvey, yang menyapu Houston.
Sekarang Badai Irma yang tengah menggasak Karibia dan mulai mendekati
Miami.
Sementara itu, Jose yang masih badai tropis, menunggu giliran dan saat ini tengah berputar-putar di Teluk Meksiko. Hari-hari berikutnya di Atlantik masih ada Katia menanti memporakporandakan daratan.
Perhatikan huruf pertama dari nama-nama badai itu, maka polanya adalah "H", "I", "J", "K"...
Kenyataan badai-badai tropis di Atlantik dan Teluk Meksio memang disusun secara alfabetis oleh Pusat Badai Nasional Amerika Serikat (NHC) yang sudah menyiapkan 21 nama setiap tahun untuk tujuh tahun berjalan.
Menurut data itu, gelombang besar yang akan menyapu sepanjang musim Juni-November 2022, akan dimulai dari Alex, dan yang ke-21, jika ada badai tropisnya, akan dinamai Walter.
Jika nama-nama itu habis sebelum musim berakhir yang tampaknya terjadi 2017 ini juga, maka huruf-huruf Yunani akan datang menggantikan, mulai dari "Alpha".
Namun badai tropis tidak boleh dinamai dengan nama pembunuh atau mengesankan penjahat, jika itu dilakukan maka Organisasi Meteorologi Dunia (WM) yang berada di bawah PBB, akan memvetonya.
Hal itu pernah terjadi pada April 2015 ketika WMO melarang penggunaan nama "Isis", dewi kesuburan Mesir kuno, dari daftar badai 2016 yang menerjang Pasifik Utara bagian timur, sampai Pasifik Utara bagian tengah.
"Isis" ditolak karena nama itu mengingatkan kepada kelompok militan ISIS yang bengis dan melakukan aksi-aksis terorisme sehingga menimbulkan kesan buruk untuk badai jika nama itu dipakai.
Praktik pemberiaan nama badai di cekung Atlantik itu mulai dilakukan pada awal 1950-an "demi mempercepat identifikasi badai sebagai pesan peringatan, karena nama lebih mudah diingat ketimbang angka dan istilah teknis," kata WMO dalam laman resminya.
Metode identifikasi lama yang didasarkan kepada garis lintang dan garis bujur sering memuat kesalahan, terutama karena badai tidak pernah pasti. Lain hal penamaan topan, di mana badai tropis di Pasifik Utara bagian barat dinamai, malah jauh lebih rumit, berdasarkan masukan 14 negara di kawasan ini.
Setiap negara mengajukan 10 nama kandidat --boleh nama hewan, tanaman, tanda astrologis, tokoh mitologi atau apa pun itu-- yang kemudian dikaji Komite Topan WMO yang bermarkas di Tokyo. Begitu diadopsi, setiap negara masih boleh mengeluarkannya dari laporan cuaca nasional mereka masing-masing.
Agar aman dan tidak membuat bingung, badai-badai itu diurutkan. Untuk badai siklon di Samudera India, proses penamaan secara alfabetis melibatkan Bangladesh, India, Maladewa, Myanmar, Oman, Pakistan, Sri Lanka dan Thailand.
WMO mencermati proses ini yang dimulai pada 2000.
Kembali ke Atlantik, nama-nama super gelombang adalah campuran dari bahasa Inggris, Spanyol dan Prancis yang umum dipakai di kawasan ini.
Nama-nama badai juga seperi berjenis kelamin, ada seperti laki-laki, ada juga nama perempuan. Tetapi selama Perang Dunia Kedua, para pelaut AS menamai badai-badai itu dari nama istri dan anak perempuan mereka. Praktik ini diteruskan oleh pemerintah AS yang selalu menamai badai dengan nama perempuan. Tapi karena dianggap seksis pada 1970-an, maka mulai 1979 metode memperempuankan badai itu pun diubah.
Namun menurut studi pada 2014 yang dimuat jurnal PNAS badai-badai yang dinamai dari nama perempuan ternyata lebih dahsyat karena orang biasanya tidak terlalu menseriusinya.
Sebelum diambilalih para meteorologis dan birokrat, proses penamaan badai jauh lebih informal.
Pada abad 19, nama badai diambil dari identitas santa atau orang suci Katolik. Bahkan di Australia, nama badai diambil dari nama politisi yang tidak disukai orang.
Sementara itu, Jose yang masih badai tropis, menunggu giliran dan saat ini tengah berputar-putar di Teluk Meksiko. Hari-hari berikutnya di Atlantik masih ada Katia menanti memporakporandakan daratan.
Perhatikan huruf pertama dari nama-nama badai itu, maka polanya adalah "H", "I", "J", "K"...
Kenyataan badai-badai tropis di Atlantik dan Teluk Meksio memang disusun secara alfabetis oleh Pusat Badai Nasional Amerika Serikat (NHC) yang sudah menyiapkan 21 nama setiap tahun untuk tujuh tahun berjalan.
Menurut data itu, gelombang besar yang akan menyapu sepanjang musim Juni-November 2022, akan dimulai dari Alex, dan yang ke-21, jika ada badai tropisnya, akan dinamai Walter.
Jika nama-nama itu habis sebelum musim berakhir yang tampaknya terjadi 2017 ini juga, maka huruf-huruf Yunani akan datang menggantikan, mulai dari "Alpha".
Namun badai tropis tidak boleh dinamai dengan nama pembunuh atau mengesankan penjahat, jika itu dilakukan maka Organisasi Meteorologi Dunia (WM) yang berada di bawah PBB, akan memvetonya.
Hal itu pernah terjadi pada April 2015 ketika WMO melarang penggunaan nama "Isis", dewi kesuburan Mesir kuno, dari daftar badai 2016 yang menerjang Pasifik Utara bagian timur, sampai Pasifik Utara bagian tengah.
"Isis" ditolak karena nama itu mengingatkan kepada kelompok militan ISIS yang bengis dan melakukan aksi-aksis terorisme sehingga menimbulkan kesan buruk untuk badai jika nama itu dipakai.
Praktik pemberiaan nama badai di cekung Atlantik itu mulai dilakukan pada awal 1950-an "demi mempercepat identifikasi badai sebagai pesan peringatan, karena nama lebih mudah diingat ketimbang angka dan istilah teknis," kata WMO dalam laman resminya.
Metode identifikasi lama yang didasarkan kepada garis lintang dan garis bujur sering memuat kesalahan, terutama karena badai tidak pernah pasti. Lain hal penamaan topan, di mana badai tropis di Pasifik Utara bagian barat dinamai, malah jauh lebih rumit, berdasarkan masukan 14 negara di kawasan ini.
Setiap negara mengajukan 10 nama kandidat --boleh nama hewan, tanaman, tanda astrologis, tokoh mitologi atau apa pun itu-- yang kemudian dikaji Komite Topan WMO yang bermarkas di Tokyo. Begitu diadopsi, setiap negara masih boleh mengeluarkannya dari laporan cuaca nasional mereka masing-masing.
Agar aman dan tidak membuat bingung, badai-badai itu diurutkan. Untuk badai siklon di Samudera India, proses penamaan secara alfabetis melibatkan Bangladesh, India, Maladewa, Myanmar, Oman, Pakistan, Sri Lanka dan Thailand.
WMO mencermati proses ini yang dimulai pada 2000.
Kembali ke Atlantik, nama-nama super gelombang adalah campuran dari bahasa Inggris, Spanyol dan Prancis yang umum dipakai di kawasan ini.
Nama-nama badai juga seperi berjenis kelamin, ada seperti laki-laki, ada juga nama perempuan. Tetapi selama Perang Dunia Kedua, para pelaut AS menamai badai-badai itu dari nama istri dan anak perempuan mereka. Praktik ini diteruskan oleh pemerintah AS yang selalu menamai badai dengan nama perempuan. Tapi karena dianggap seksis pada 1970-an, maka mulai 1979 metode memperempuankan badai itu pun diubah.
Namun menurut studi pada 2014 yang dimuat jurnal PNAS badai-badai yang dinamai dari nama perempuan ternyata lebih dahsyat karena orang biasanya tidak terlalu menseriusinya.
Sebelum diambilalih para meteorologis dan birokrat, proses penamaan badai jauh lebih informal.
Pada abad 19, nama badai diambil dari identitas santa atau orang suci Katolik. Bahkan di Australia, nama badai diambil dari nama politisi yang tidak disukai orang.
Credit antaranews.com