Kamis, 14 September 2017

Jadi Presiden, Kewenangan Halimah Yacob Sangat Terbatas


Jadi Presiden, Kewenangan Halimah Yacob Sangat Terbatas 
Halimah Yacob dielu-elukan sejumlah pihak sebagai pembawa perubahan di Singapura setelah menjadi presiden terpilih. Namun, kewenangan Halimah sangat terbatas. (Reuters/Vivek Prakash)



Jakarta, CB -- Nama Halimah Yacob langsung dielu-elukan sebagai pembawa perubahan bagi Singapura setelah dipastikan menjadi presiden perempuan Muslim dari etnis Melayu pertama di Negeri Singa itu.

Namun menurut sejumlah pengamat, tak akan banyak perubahan di Singapura setelah Yacob terpilih. Sebab, orang yang menyandang status presiden di Singapura sebenarnya memiliki kewenangan sangat terbatas.

Berdasarakan amandemen konstitusi Singapura pada 30 November 1991 silam, posisi presiden memang tak lagi sekadar jabatan seremonial. Presiden Singapura berwenang menjaga dana cadangan nasional dan menjaga integritas Pelayanan Publik.

Dengan kewenangan tersebut, presiden Singapura memiliki kuasa untuk memveto atau tidak setuju dengan usulan keputusan pemerintah pada sejumlah sektor.

Sebagaimana dilansir dalam situs Kementerian Komunikasi dan Informasi Singapura, sektor tersebut mencakup semua urusan fiskal yang berkaitan dengan cadangan negara, juga perjanjian kunci terkait layanan publik dan entitas Fifth Shcedule atau badan usaha milik pemerintah.

Selain itu, presiden Singapura juga berwenang membatasi perintah di bawah Undang-Undang Pemelihataan Harmoni Beragama, serta penahanan warga dengan Undang-Undang Keamanan Internal.

Presiden Singapura bahkan dapat memveto keputusan pemerintah untuk menolak investigasi oleh Biro Investigasi Praktik Korupsi.

Namun dalam melakoni perannya, Presiden Singapura harus berkonsultasi dengan Dewan Penasihat Kepresidenan (CPA), terutama saat mengambil keputusan terkait dana cadangan dan penunjukkan juga pencopotan jabatan pejabat kunci badan pelayanan publik.

Presiden Singapura juga tak bisa sembarang memveto keputusan pemerintah. Jika veto yang diajukan tak sesuai dengan usulan CPA, Parlemen dapat membatalakan keputusan Presiden dengan kekuatan dua pertiga suara mayoritas.






Credit  cnnindonesia.com