Halimah Yacob hampir pasti jadi
perempuan pertama sekaligus etnis melayu kedua yang menjadi presiden
Singapura. (Reuters/Edgar Su)
Jakarta, CB --
Halimah Yacob hampir pasti menjadi presiden perempuan pertama di
Singapura sekaligus kepala negara dari etnis Melayu kedua setelah Yusof
Ishak yang menjabat 47 tahun lalu.
Ia menjadi satu-satunya kandidat yang laik maju sebagai calon presiden Singapura setelah menyerahkan surat pencalonannya pada Rabu (13/9).
Sementara itu, Dua pesaing Halimah, yaitu Mohamed Salleh Marican dan Farid Khan, gagal memenuhi persyaratan capres.
Sebelum mencalonkan diri sebagai presiden, perempuan 63 tahun ini menjabat sebagai ketua parlemen Singapura periode 2013-2017. Dia pun menjadi perempuan pertama yang memimpin lembaga tersebut.
Selama menjadi ketua parlemen, Halimah berfokus memperbaiki dan meningkatkan hak-hak perempuan serta fasilitas kesehatan, khususnya bagi warga lanjut usia.
Sering Bolos
Meski prestasinya cemerlang, jalan hidup Halimah selama ini tak melulu bagus. Anak bungsu dari lima bersaudara ini harus merasakan hidup susah sejak usia delapan tahun saat ayahnya meninggal dunia.
Halimah sempat terancam dikeluarkan dari sekolahnya saat kelas 2 SMP karena sering membolos. Dia sering mangkir masuk kelas lantaran membantu sang ibu yang menjadi satu-satunya pencari nafkah di warung makan milik keluarganya.
"Saya sering bolos sekolah untuk waktu yang lama dan akhirnya kepala sekolah memanggil saya dan memberi tahu jika saya terus tidak masuk, saya akan ditendang keluar sekolah," ucap Halimah sambil bergurau saat diwawancarai Channel NewsAsia beberapa waktu lalu.
Ia menjadi satu-satunya kandidat yang laik maju sebagai calon presiden Singapura setelah menyerahkan surat pencalonannya pada Rabu (13/9).
Sementara itu, Dua pesaing Halimah, yaitu Mohamed Salleh Marican dan Farid Khan, gagal memenuhi persyaratan capres.
Sebelum mencalonkan diri sebagai presiden, perempuan 63 tahun ini menjabat sebagai ketua parlemen Singapura periode 2013-2017. Dia pun menjadi perempuan pertama yang memimpin lembaga tersebut.
Selama menjadi ketua parlemen, Halimah berfokus memperbaiki dan meningkatkan hak-hak perempuan serta fasilitas kesehatan, khususnya bagi warga lanjut usia.
Sering Bolos
Meski prestasinya cemerlang, jalan hidup Halimah selama ini tak melulu bagus. Anak bungsu dari lima bersaudara ini harus merasakan hidup susah sejak usia delapan tahun saat ayahnya meninggal dunia.
Halimah sempat terancam dikeluarkan dari sekolahnya saat kelas 2 SMP karena sering membolos. Dia sering mangkir masuk kelas lantaran membantu sang ibu yang menjadi satu-satunya pencari nafkah di warung makan milik keluarganya.
"Saya sering bolos sekolah untuk waktu yang lama dan akhirnya kepala sekolah memanggil saya dan memberi tahu jika saya terus tidak masuk, saya akan ditendang keluar sekolah," ucap Halimah sambil bergurau saat diwawancarai Channel NewsAsia beberapa waktu lalu.
"Itu adalah momen terberat dan terburuk dalam hidup saya. Tapi saya
berkata pada diri sendiri, 'berhentilah mengasihani diri sendiri dan
bangkit'."
Moto tersebut yang membawanya terus maju hingga ke tahap ini. Dia merasa sudah mengalami banyak rintangan dan kegagalan dalam hidup yang justru membantunya bangkit.
Lulus SMA, Halimah muda memutuskan untuk belajar hukum di Singapore
University. Dia juga melanjutkan studi S2 hukumnya di National
University of Singapore (NUS).
Halimah memulai karir politknya pada 2001 lalu berkat dukungan eks Perdana Menteri Goh Chok Thong dan terpilih menjadi anggota parlemen untuk Jurong Group Representation Constituency (GRC).
Moto tersebut yang membawanya terus maju hingga ke tahap ini. Dia merasa sudah mengalami banyak rintangan dan kegagalan dalam hidup yang justru membantunya bangkit.
Halimah Yacob. (Reuters/Edgar Su)
|
Halimah memulai karir politknya pada 2001 lalu berkat dukungan eks Perdana Menteri Goh Chok Thong dan terpilih menjadi anggota parlemen untuk Jurong Group Representation Constituency (GRC).
Dia memutuskan untuk masuk dalam lembaga pemerintah karena keinginannya untuk berkontribusi pada negara.
Sepuluh tahun kemudian, dia menjabat sebagai menteri negara di bawah kementerian komunikasi pembangunan, pemuda, dan olahraga saat itu.
Pencalonan Presiden
Halimah mengatakan keputusannya untuk mencalonkan diri sebagai presiden tidak didapat dengan mudah.
Dia mengatakan kelima anaknya sempat keberatan mengenai rencananya untuk menjadi presiden karena khawatir publik akan semakin menyorot kehidupan mereka.
Namun, sang suami, Mohamed Abdullah, berhasil meyakinkan anak-anak mereka sehingga akhirnya mendukung keputusan Halimah untuk ikut pemilu tahun ini.
Halimah tak ragu mengatakan bahwa satu tujuannya mencalonkan diri sebagai presiden adalah untuk memenuhi hasrat melayani negara dan seluruh warga Singapura.
Sepuluh tahun kemudian, dia menjabat sebagai menteri negara di bawah kementerian komunikasi pembangunan, pemuda, dan olahraga saat itu.
Pencalonan Presiden
Halimah mengatakan keputusannya untuk mencalonkan diri sebagai presiden tidak didapat dengan mudah.
Dia mengatakan kelima anaknya sempat keberatan mengenai rencananya untuk menjadi presiden karena khawatir publik akan semakin menyorot kehidupan mereka.
Namun, sang suami, Mohamed Abdullah, berhasil meyakinkan anak-anak mereka sehingga akhirnya mendukung keputusan Halimah untuk ikut pemilu tahun ini.
Halimah tak ragu mengatakan bahwa satu tujuannya mencalonkan diri sebagai presiden adalah untuk memenuhi hasrat melayani negara dan seluruh warga Singapura.
Tujuan itu, tuturnya, sudah lama dipegang sejak dirinya menjadi anggota hingga menjabat sebagai ketua parlemen.
"Jadi, bolehkah saya berkontribusi lebih banyak lagi untuk negara, tidak hanya untuk konstituen saya atau jabatan saya saja, tapi juga untuk seluruh Singapura dalam kapasitas yang berbeda?" ujarnya.
"Jadi, bolehkah saya berkontribusi lebih banyak lagi untuk negara, tidak hanya untuk konstituen saya atau jabatan saya saja, tapi juga untuk seluruh Singapura dalam kapasitas yang berbeda?" ujarnya.
Credit cnnindonesia.com