Tutupan hutan yang semakin berkurang meningkatkan frekuensi dan level kerusakan akibat badai-badai tersebut. Ini adalah hasil penelitian kolaboratif yang dilakukan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR).
Penelitian ini menunjukkan badai siklon sangat terkait dengan dinamika atmosfir. Perubahan pada salah satunya akan memicu perubahan pada lainnya.
Senior Research Associate CIFOR, Douglas Sheil mengatakan siklon dan hutan memiliki karakteristik sama, yaitu curah hujan tinggi, dan sama-sama berasal dari atmosfir. Bukti menunjukkan hutan menguras dan meminimalisir uap yang membangkitkan dan mendukung badai ke daratan dengan cara menyerap kelembaban atmosfir di laut.
"Penelitian kami menunjukkan hutan dapat melindungi wilayah benua dan daratan dari badai ekstrem," kata Sheil melalui siaran tertulis kepada Republika, Selasa (19/9).
Proses pembentukan siklon dan lamanya bertahan bergantung pada pasokan uap air yang memadai. Sheil percaya bahwa badai siklon tidak dapat mempertahankan diri di atas atau jika badai ini berdekatan dengan hutan yang luas. Ini karena hutan otomatis menyerap kelembabannya di atas tanah.
Hutan juga bisa mengurangi banjir, kekeringan, dan badai lain yang menghancurkan. Sheil dan rekan-rekannya Anastassia Makarieva and Victor Gorshkov berpendapat bahwa mempertahankan hutan alam adalah strategi tepat untuk menjamin kualitas air dan stabilisasi iklim.
Credit republika.co.id