Kamis, 08 Januari 2015

Markas majalah "Charlie Hebdo" Paris diserang, 11 orang tewas

Markas majalah
Aksi penyerangan di kantor majalah mingguan "Charlie Hebdo", Rabu, telah menewaskan 9 jurnalis dan 2 polisi. (www.theguardian.com/gettyimages)
 
Jakarta (CB) - Sebuah aksi bersenjata terjadi di kantor pusat majalah satir "Charlie Hebdo" di Paris, Perancis, Rabu, menyebabkan 11 orang tewas dan empat orang cedera serius.

Korban yang tewas itu meliputi sembilan orang jurnalis dan dua polisi, kata Rocco Contento, juru bicara polisi setempat.

Rocco juga menjelaskan bahwa penyerang berjumlah empat orang. Mereka memasuki kantor "Charlie Hebdo" pada pukul 11.30 siang waktu Paris, membawa pistol dan Kalashnikov.

"Mereka menembaki semua orang, itu adalah aksi pembantaian," kata dia seperti dikutip harian Libération.

Aksi ini merupakan reaksi terhadap publikasi "Charlie Hebdo" yang beberapa kali menampilkan gambar karikatur Nabi Muhammad dengan nada menghina.

Rekam jejak majalah mingguan "Charlie Hebdo", sebagaimana dikutip dari The Guardian, halaman utama dengan gambar karikatur Nabi Muhammad tertulis sebagai editor majalah "Charia Hebdo" dan berkata "hukum cambuk 100 kali bila Anda tidak mati tertawa".

Edisi spesial yang dirilis pada November 2011 ini memantik aksi bom api di kantor majalah "Charlie Hebdo".

Bom dengan bensin itu merusak perkantoran di Paris, laman resmi majalah itu juga diretas, dan pekerja majalah diancam akan dibunuh.

Namun enam hari kemudian, seolah jauh dari kata kapok, majalah ini merilis gambar karikatur seorang kartunis "Charlie Hebdo" yang sangat bernafsu mencium seorang pria berjenggot di depan gedung yang rusak akibat aksi bom.

Judul yang dipilih kali itu adalah "L’Amour plus fort que la haine"  (Cinta lebih kuat daripada kebencian).

Kurang dari setahun setelah insiden itu, "Charlie Hebdo" mempublikasi beberapa karikatur menghina Nabi Muhammad.

Akibat edisi "Charlie Hebdo" itu, Pemerintah Prancis sempat meminta agar redaksi tidak meneruskan publikasi tersebut. Tapi permintaan itu ditolak, dan Prancis terpaksa menutup kantor kedutaan serta sekolah-sekolah di 20 negara akibat khawatir dengan keselamatan warganya di luar negeri.

Credit ANTARA News