Rabu, 07 Januari 2015

Kementerian ESDM: Renegosiasi Kontrak Freeport Mandek


Kementerian ESDM: Renegosiasi Kontrak Freeport Mandek 
Menteri ESDM Sudirman Said (kedua kanan) didampingi anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Sony Keraf (kiri) dan Sekjen DEN Hadi Purnomo (kanan) memberikan keterangan usai menggelar pertemuan dengan anggota DEN di kantor Kementerian ESDM Jakarta, Kamis (18/12). Menteri ESDM merevisi peraturan larangan penggunaan genset dan PLTD baru oleh PLN guna mengantisipasi krisis listrik dalam jangka pendek serta melakukan regulasi dan penyederhanaan perijinan untuk mengatasi defisit listrik nasional. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
 
 
Jakarta, CB -- Proses renegosiasi kontrak karya antara pemerintah dengan PT Freeport Indonesia jalan di tempat. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum akan mengeluarkan izin perpanjangan hingga perusahaan tambang emas dan tembaga asal Amerika Serikat tersebut merealisasikan komitmennya untuk membangun smelter.

“Sampai saat ini tidak ada progress dari Freeport baik di segi lokasi maupun lahan smelter. Jadi kalau ditanya terkait kemajuan negosiasi, ya tidak ada,” ujar Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM R. Sukhyar di Jakarta, Selasa (6/1).

Sukhyar menegaskan sesuai dengan perjanjian Freeport harus membangun smelter untuk bisa mendapat izin operasi. Perjanjian ini dibuat dengan mempertimbangkan kebaikan bagi kedua pihak.

“Sebenarnya dalam MoU (Memorandum of Understanding/Nota Kesepahaman) kita, bahasanya sangat soft, yaitu akan memperpanjang dan tidak menunda jika Freeport bangun smelter. Maka diminta dua tahun,” katanya.

Sebagai informasi, dalam MoU yang ditandatangani pemerintah dan Freeport pada Juli 2014, terdapat satu klausul mengenai kepastian perpanjangan izin operasi. Klausul tersebut mempersyaratkan Freeport untuk lebih dulu menunaikan kewajibannya membangun smelter.

Kementerian ESDM sebenarnya telah mendesak Freeport untuk segera merealisasikan investasinya pada proyek smelter di Gresik, Jawa Timur. Namun, karena tidak ada perkembangan yang signifikan, Sukhyar pun mengirimi surat peringatan ke manajemen Freeport.

Di sisi lain, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B. Soetjipto sempat menyatakan pihaknya belum menemukan kesepakatan dengan pemerintah mengenai sejumlah poin yang akan dimasukkan dalam draf amandemen kontrak pertambangan. Dua poin diantaranya perihal pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat atau smelter serta aspek penerimaan negara. 

"Smelter itu kaitannya dengan perpanjangan izin operasi. Kalau kami bangun smelter tapi waktunya tinggal empat tahun (dari habis masa kontrak karya 2021), terus bagaimana (investasi kami)," kata Rozik di Jakarta, Selasa (30/12).

Rozik mengatakan sampai saat ini perusahaannya memang belum menentukan lokasi yang nantinya akan dibangun smelter. Dia berkilah upaya tersebut tak mudah direalisasikan karena manajemen harus menghitung ulang antara investasi yang dikeluarkan dengan mengkalkulasi sisa waktu kelangsungan izin operasi yang habis pada 2021. Untuk itu, dia meminta pemerintah segera memberikan kepastian mengenai perpanjangan kontrak Freeport.

"Membangun smelter membutuhkan waktu sekitar tiga tahun. Misalnya selesai 2018 berarti tinggal tiga tahun kontrak habis. Justru itu, membangun smelter dan perpanjangan kontrak itu antara ayam dan telur," ujarnya.



Credit CNN Indonesia