Rabu, 07 Januari 2015
Air Asia, Tali Jalan, dan Bahaya di Bawah Laut
Pasukan elit ini dikerahkan untuk melakukan operasi evakuasi jenazah pesawat AirAsia. Pasukan ini rencananya akan melakukan operasi evakuasi gabungan, pelabuhan Kumai, Kalimantan,Kamis 1 Januari 2015. Penyelam yang berjumlah 69 orang akan melakukan penyelaman diperairan yg diduga lokasi jatuhnya pesawat QZ8501 Air asia.Tempo/Dian Triyuli Handoko.
CB , Pangkalan Bun-Dua penyelam ahli dengan perangkat selam khusus menceburkan diri ke dalam Laut Jawa yang permukaannya diaduk-aduk cuaca buruk. Satu penyelam turun lebih dulu untuk memasang pemberat pada tali, sebagai titik koordinat objek temuan. Penyelam kedua akan berhenti di kedalaman tertentu selama beberapa menit sesuai dengan tabel perhitungan.
"Tali jalan", sebutan untuk tali koordinat antara penyelam dengan supervisor di kapal, juga diikatkan di mulut objek puing. Tali inilah pegangan utama sang penyelam agar segala proses evakuasi sesuai dengan perencanaan. Cerita penyelaman di lokasi yang diduga menjadi lokasi terbenamnya puing pesawat AirAsia QZ 8501 itu dituturkan Kepala Dinas Penyelamatan Bawah Air Armada Kawasan Barat (Dislambair Armabar) Letkol Laut (T) Ferdy Hendarto Susilo di Posko TNI Lapangan Udara Iskandar Pangkalan Bun, Selasa, 6 Januari 2015.
"Jangka waktu, dan proses penyelaman sudah diperhitungkan dalam dive plan. Penyelam di-briefing terlebih dulu," kata Ferdy.
Sebanyak 66 penyelam yang menumpang dua kapal yaitu Geo Survey dan KRI Banda Aceh bersiap di lokasi yang diperkirakan tempat karamnya badan AirAsia QZ8501. Tak semua penyelam diterjunkan langsung untuk mencari jasad dan tubuh pesawat AirAsia QZ 8501. Penyelam tak akan beroperasi jika tim belum menemukan titik koordinat pasti puing pesawat.
"Laut itu luas dan bukan habitat kita, jadi semua harus penuh perhitungan bukan meraba," kata Ferdy. Penyelam sangat memperhitungkan arus laut, jarak pandang, dan kondisi tubuh sebelum penyelaman.
Penyelam dibagi menjadi beberapa grup berdasarkan kedalaman penyelaman, dan tabel decompressions stops atau waktu penghentian. Penyelaman repetitif atau mengulangi penyelaman dalam waktu kurang dari 12 jam, sangat riskan terhadap decompression sickness atau kondisi menumpuknya nitrogen dalam darah hingga menyumbat aliran darah. Jika dekompresi akut, penyelam bisa lumpuh atau meninggal.
Credit TEMPO.CO