Persoalan terhadap Uighur adalah masalah separatisme.
CB,
BANDUNG -- Kementerian Luar Negeri RI telah mendiskusikan isu dugaan
pelanggaran hak asasi manusia terhadap suku Uighur di Provinsi Xinjiang,
Cina, dengan Duta Besar Cina untuk Indonesia Xiao Qian.
Dalam pertemuan yang diadakan pada 17 Desember lalu, perwakilan Kemlu
menyampaikan keprihatinan berbagai kalangan di Indonesia mengenai
kondisi masyarakat Uighur.
"Kemlu menegaskan sesuai dengan
Deklarasi Universal HAM PBB, kebebasan beragama dan kepercayaan
merupakan hak asasi manusia. Merupakan tanggung jawab tiap negara untuk
menghormatinya," kata Juru Bicara Kemlu Arrmanatha Nasir di sela-sela
acara "Diplomacy Festival" (DiploFest) di Universitas Padjadjaran,
Bandung, Rabu (20/12) malam.
Dalam kesempatan tersebut,
Dubes Cina menyampaikan komitmen negaranya terhadap perlindungan HAM.
Dubes Cina juga sependapat bahwa informasi mengenai kondisi masyarakat
Uighur penting untuk diketahui publik.
"Walaupun merupakan
isu dalam negeri Cina, Kemlu mencatat keinginan Kedubes Cina di Jakarta
untuk terus memperluas komunikasi dengan berbagai kelompok masyarakat
madani untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi masyarakat Uighur
di Cina," ujar Arrmanatha.
Sementara itu, pemerintah Cina
menolak tudingan masyarakat internasional bahwa rezimnya telah melanggar
HAM terhadap etnis Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang.
Pemerintah
Cina beralasan tindakan tegas tersebut dilakukan untuk mencegah terjadi
penyebaran ideologi radikal di kalangan masyarakat Uighur.
Konsul
Jenderal Cina di Surabaya Gu Jingqi mengatakan persoalan yang dialami
suku Uighur merupakan masalah separatis yang muncul dari sebagian kecil
warga setempat.
"Warga muslim Uighur di Xinjiang sekitar 10
juta jiwa, sebagian kecil berpaham radikal ingin merdeka, pisah dari
RRT. Itu yang kami, Pemerintah Cina, atasi," kata Jingqi kepada Antara
di Surabaya, Jumat (13/12).
Jumlah warga etnis Muslim
Uighur sekitar separuh dari populasi warga Muslim di Cina. Sehingga,
Jingqi beranggapan tindakan yang dilakukan terhadap etnis Uighur
bukanlah bentuk intoleransi terhadap kaum minoritas di Cina.
Warga
Muslim di Cina sebanyak 23 juta jiwa. Namun Pemerintah memperlakukan
warga dengan sama. "Meskipun minoritas, mereka tidak dibatasi dalam
menjalankan ibadah sesuai kepercayaan mereka," ujarnya