Sepanjang 2018, Donald Trump mengubah tatanan kesepakan senjata nuklir dunia.
Oleh Redaktur
Republika.co.id: Nur Aini
Sepanjang 2018, konstelasi kesepakatan senjata nuklir dunia berubah
drastis. Sosok Presiden AS, Donald Trump berada di balik berbagai
peristiwa yang terkait dengan perubahan tatanan kesepakatan senjata
nuklir. Ambisi Trump untuk mengubah kesepakatan senjata nuklir sesuai
keinginannya merontokkan dua kesepakatan senjata nuklir. Ambisi itu pula
yang melahirkan kesepakatan baru senjata nuklir dengan Korea Utara.
Ada
tiga peristiwa penting yang menandai perubahan konstalasi senjata
nuklir dunia sepanjang 2018. Pertama, keputusan Donald Trump menarik
Amerika Serikat dari perjanjian kesepakatan nuklir Iran yang dibuat pada
2015. Kedua, pertemuan Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim
Jong-un di Singapura pada 12 Juni 2018 yang melahirkan kesanggupan
denuklirisasi Korut. Ketiga, Donald Trump menarik AS dari perjanjian
Intermediate-range Nuclear Forces (INF) yang disepakati dengan Rusia
(Uni Soviet).
Donald Trump mengumumkan penarikan AS dari
kesepakatan nuklir Iran atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA)
pada 8 Mei 2018 yang sekaligus menandai pemulihan sanksi ekonomi untuk
Iran. Kesepakatan nuklir Iran ditandatangani di Vienna pada 14 Juli 2015
antara Iran dengan lima anggota Dewan Keamanan PBB yakni Cina, Prancis,
Rusia, Inggris, dan AS dengan ditambah Jerman dan Uni Eropa.
Dalam
kesempatan itu, Iran setuju mengurangi persediaan uranium hingga 98
persen. Iran juga hanya diperbolehkan menambah Uranium 3,6 persen selama
15 tahun. Iran juga harus mengizinkan inspektur internasional masuk ke
fasilitas nuklirnya. Sebagai gantinya, sanksi ekonomi terhadap Iran
dicabut.
Kesepakatan JCPOA itu dinilai Trump memiliki
kecacatan karena tak membahas program rudal balistik Iran, kegiatan
nuklir Iran setelah 2025, dan peran Iran dalam konflik Yaman dan Suriah.
Oleh karena itu, AS mengusulkan adanya revisi baru untuk kesepakatan
nuklir Iran. Tawaran revisi tersebut ditolak oleh Iran yang memilih
untuk mempertahankan JCPOA.
Sanksi AS kemudian
diberlakukan dengan menyasar sektor perdagangan metal berharga Iran,
keuangan dan perbankan nasional, serta industri otomotif. Perusahaan
yang memulai transaksi bisnis dengan Iran akan disanksi dan diminta
mengakhiri kontrak selama periode 90 hari dan 180 hari. Sanksi tersebut
diberlakukan meski laporan badan pengawas atom dari PBB yakni Badan
Energi Atom Internasional (IAEA) menyatakan Iran mematuhi kesepakatan
nuklir 2015.
Uni Eropa berusaha menyelamatkan kesepakatan
nuklir Iran 2015 tersebut. Hingga akhir 2018, Iran pun tetap
mempertahankan kesepakatan nuklir tersebut. Akan tetapi, Iran kembali
mempertanyakan masa depan JCPOA jika tidak memberikan manfaat ekonomi
bagi negaranya.
Setelah menarik AS dari kesepakatan nuklir
Iran, Donald Trump mencatatkan sejarah baru dengan menemui pemimpin
Korut, Kim Jong-un di Hotel Capella, Pulau Sentosa, Singapura pada 12
Juni 2018. Dalam pertemuan itu, Trump dan Kim menandatangani dokumen
yang berisi pernyataan bersama kedua pemimpin negara. Ada empat hal yang
terdapat dalam dokumen tersebut yakni pembangunan hubungan baru antara
AS-Korut, kerja sama perdamaian di Semenanjung Korea, komitmen
denuklirisasi Semenanjung Korea, dan penyelesaian tahanan perang dan
repatriasi jenazah sisa perang Korea.
Korea Utara memang
kerap membuat negara-negara lain khawatir dengan perkembangan senjata
nuklir yang dimilikinya. Uji coba senjata nuklir dilakukan oleh Korut
sejak Oktober 2006. Pada 2018, Korsel mengungkap Korut diyakini memiliki
60 senjata nuklir.
Dalam pelaksanaan kesepakatan tersebut,
Donald Trump membatalkan sebagian besar latihan militer dengan Korsel.
Korut juga mengirimkan jasad sisa era perang Korea ke AS. Akan tetapi,
perlucutan senjata nuklir Korut tidak berjalan mulus. Korut menolak
seruan AS untuk melakukan denuklirisasi secara sepihak. Pemerintah
Pyongyang tidak mau melucuti senjata nuklir melalui tekanan dan menuntut
pencabutan sanksi bagi Korut. Korut juga meminta kesepakatan
denuklirisasi mencakup wilayah yang lebih luas. Akan tetapi, AS menolak
mencabut sanksi bagi Korut sebelum ada kemajuan dalam denuklirisasi.
Donald Trump memilih untuk kembali bertemu dengan Kim Jong-un pada awal
2019.
Di pengujung 2018, Donald Trump kembali mengumumkan
mundurnya AS dari kesepakatan senjata nuklir. Pada 18 Desember 2018, AS
secara resmi mundur dari perjanjian INF. Perjanjian tersebut
ditandatangani pada 1987 oleh mantan presiden Uni Soviet Mikhail
Gorbachev dan mantan presiden AS Ronald Reagan. Kesepakatan melarang
kedua belah pihak memiliki dan memproduksi rudal nuklir dengan daya
jangkau 500-5.500 kilometer. Pada 1991, kesepakatan tersebut telah
memusnahkan 2.700 rudal balistik dan jelajah.
Trump
menuding Rusia melanggar kesepakatan INF tersebut. Moskow diyakini
tengah mengembangkan senjata sistem peluncuran dari darat. Pengembangan
senjata itu diprediksi bisa membuat Moskow mampu melancarkan serangan
yang menjangkau Eropa dalam waktu singkat. Tudingan itu telah
berkali-kali dibantah oleh Rusia.
Ketiga peristiwa penting
tersebut menggambarkan keinginan Donald Trump untuk mengatur senjata
nuklir negara-negara yang menjadi "musuh" AS. Akan tetapi, keluarnya AS
dari JCPOA dan INF justru meninggalkan dunia tanpa tatanan kesepakatan
senjata nuklir. Lantaran hal itu, 2018 menjadi tahun di mana dunia
kembali masuk ke era perlombaan senjata nuklir, seperti saat Perang
Dingin.