Selasa, 05 Desember 2017

Rencana Trump Akui Yerusalem Dinilai Bisa Picu Perang


Yerusalem
Yerusalem



CB, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PAN Hanafi Rais menanggapi kabar niatan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerussalem sebagai ibu kota Israel. Tentu menurutnya ini akan membahayakan dan merusak segala proses perdamaian antara Israel dan Palestina.

"Sebaiknya Trump membatalkan niat ini, kalau mau membawa perdamaian antara Palestina dan Israel," kata dia kepada Republika.co.id, Senin (4/12).

Dia mengatakan, dalam setiap proses perdamaian dari berbagi macam putaran, isu Yerussalem yang paling dihindari karena memang sangat sensitif. Maka kalau tiba-tiba Trump hendak mengumumkan pengakuan ini, jelas akan menyulut konflik baru. Bahkan tidal hanya konflik, tetapi juga perang dengan dunia Arab dan Islam.

Menurutnya, pengakuan itu bisa membahayakan dan makin memperparah ketidakstabilan politik global, karena ini meyangkut tempat suci umat Islam. "Saya kira kita tunggu saja, telah muncul protes dari berbagai pihak, bahkan yang ada di Amerika," ujarnya.

Sebelumnya Trump dikabarkan akan mengumumkan pengakuan tersebut pada Rabu (6/12) mendatang. Dalam pidato di sebuah lembaga pada Ahad kemarin, Jared Kushner, penasihat utama sekaligus menantu Trump menyatakan keleluasaan presiden untuk mengumumkan niatannya pada waktu yang tepat.


Credit  REPUBLIKA.CO.ID


Turki: Pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel Akan Sebabkan Bencana

Turki: Pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel Akan Sebabkan Bencana
Wakil Perdana Menteri Turki, Bekir Bozdag menyatakan, status Yerusalem telah ditentukan oleh kesepakatan internasional, dan bahwa pelestarian akan hal itu penting untuk perdamaian di wilayah tersebut. Foto/Istimewa


ANKARA - Turki menuturkan, jika Amerika Serikat (AS) akhirnya mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, maka hal ini akan menimbulkan bencana di kawasan. Menurut Ankara, konflik baru akan muncul di kawasan yang sudah subur akan konflik tersebut.

Wakil Perdana Menteri Turki, Bekir Bozdag menyatakan, status Yerusalem telah ditentukan oleh kesepakatan internasional, dan bahwa pelestarian akan hal itu penting untuk perdamaian di wilayah tersebut.

"Status Yerusalem dan Bukit Bait Suci telah ditentukan oleh kesepakatan internasional. Penting untuk mempertahankan status Yerusalem demi melindungi perdamaian di wilayah ini," kata Bozdag.

"Jika langkah lain diambil, dan kesepakatan ini dicabut, maka hal tersebut akan menjadi malapetaka besar," sambungnya dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Reuters pada Senin (4/12).

Sebelumnya, Yordania telah menyatakan hal serupa. Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi kepada Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson, saat keduanya berbicara melalui telepon menegaskan bahwa sangat penting untuk mempertahankan status Yerusalem untuk menghindari terjadinya ketegangan lebih lanjut.

Safadi kemudian memperingatkan konsekuensi serius dari keputusan apapun untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel, mengingat status khusus keagamaan, sejarah, dan nasional kota ini, tidak hanya penting bagi orang Yordania dan Palestina, tapi juga di seluruh dunia Arab dan Muslim.

Langkah tersebut, lanjut Safadi juga akan merusak upaya Amerika untuk menghidupkan kembali perundingan perdamaian antara Israel dan Palestina, dengan memperingatkan bahwa hal itu akan mengobarkan kekerasan. 


Credit  sindonews.com


Palestina peringatkan AS agar tak pindahkan kedutaan besar ke Jerusalem



Palestina peringatkan AS agar tak pindahkan kedutaan besar ke Jerusalem

Mesjid Al Aqsa dilihat dari udara. Dia terletak di kota tua Jerusalem. (wikipedia.org)




Ramallah, Palestina (CB) - Seorang pejabat senior Palestina pada Senin (4/12) menyeru Amerika Serikat (AS) agar menghindari setiap tindakan yang akan mempengaruhi status quo atas Jerusalem.

Memindahkan Kedutaan Besar AS ke Jerusalem dan pengakuan AS atas Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel takkan diterima dan akan membawa resiko, kata Wakil Perdana Menteri Palestina Ziad Bu Amr selama pertemuannya dengan Konsul Jenderal AS di Jerusalem.

Tindakan itu akan "menjadi pelanggaran dan bertolak-belakang dengan peran Pemerintah AS sebagai penengah dan penjaga proses perdamaian", kata pejabat Palestina tersebut.

"Itu akan membatalkan Amerika Serikat dari memainkan peran dalam proses perdamaian dan akan menutup semua pintu bagi perundingan serius, serta akan mendorong seluruh wilayah ini ke dalam ketidak-stabilan dan ketegangan lebih besar," ia menambahkan.

Pemimpin Palestina akan terpaksa menghancurkan setiap kesepahaman yang telah dicapainya dengan Amerika Serikat, kalau Pemerintah AS memutuskan untuk mengubah pendiriannya mengenai Jerusalem, demikian peringatan Amr, sebagaimana dilaporkan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa pagi.

Pemerintah AS juga akan dianggap bertanggung-jawab bagi setiap konsekuensi yang muncul akibat tindakannya mengenai Jerusalem, katanya.

Ia juga mendesak Amerika Serikat agar mempertimbangkan kembali posisinya dan memelihara "sisa peluang" untuk mewujudkan perdamaian antara Palestina dan Israel.

Media AS menyatakan Presiden AS Donald Trump sedang mempertimbangkan untuk mengakui Jerusalem sebagai Ibu Kota Isrel dan mungkin mengumumkannya pada Rabu.

Penasehat Trump, Jared Kushner, pada Ahad mengatakan presiden AS tersebut belum membuat keputusan mengenai pengakuan itu.

Trump pada Juni mengeluarkan keputusan untuk mempertahankan Kedutaan Besar AS di Tel Aviv, tapi tidak jelas apakah ia akan mengulangi keputusannya atau tidak.

Memindahkan Kedutaan Besar ke Jerusalem dipandang oleh Palestina sebagai provokasi dan penghancuran proses perdamaian.

Pembicaraan perdamaian antara Palestina dan Israel telah macet sejak April 2014. Pembicaraan yang ditaja AS tersebut yang berlangsung selama sembilan bulan saat itu tak memberi hasil nyata.



Credit  antaranews.com


Yordania Wanti-wanti AS Soal Pengakuan Yerusalem Ibu Kota Israel


Yordania Wanti-wanti AS Soal Pengakuan Yerusalem Ibu Kota Israel
Yordania mewanti-wanti Amerika Serikat (AS) mengenai rencana pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Foto/Istimewa


AMMAN - Yordania mewanti-wanti Amerika Serikat (AS) mengenai rencana pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Menurut Amman, pengakuan tersebut akan menimbulkan konsekuensi yang amat serius.

Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi kepada Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson, saat keduanya berbicara melalui telepon menegaskan bahwa sangat penting untuk mempertahankan status Yerusalem untuk menghindari terjadinya ketegangan lebih lanjut.

"Perlu untuk menjaga status historis dan legal Yerusalem dan menahan diri dari keputusan apapun yang bertujuan untuk mengubah status tersebut," kata Safadi kepada Tillerson, seperti dilansir Channel News Asia pada Senin (4/12).

Safadi kemudian memperingatkan konsekuensi serius dari keputusan apapun untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel, mengingat status khusus keagamaan, sejarah, dan nasional kota ini, tidak hanya penting bagi orang Yordania dan Palestina, tapi juga di seluruh dunia Arab dan Muslim.

Langkah tersebut, lanjut Safadi juga akan merusak upaya Amerika untuk menghidupkan kembali perundingan perdamaian antara Israel dan Palestina, dengan memperingatkan bahwa hal itu akan mengobarkan kekerasan.

Sementara itu, Liga Arab dikabarkan akan menggelar pertemuan luar biasa untuk membahas rencana AS tersebut. Asisten Sekretaris Jenderal Liga Arab, Hossam Zaki, mengatakan bahwa perwakilan Liga Arab akan segera mengadakan pertemuan mengenai Yerusalem pada hari Selasa. Pertemuan ini digelar berdasarkan permintaan Palestina. 



Credit  sindonews.com


Akui Yerusalem Milik Israel, AS akan Picu Kemarahan Besar


Yerusalem
Yerusalem


CB, WASHINGTON -- Menteri luar negeri Yordania Ayman Safadi memperingatkan Amerika Serikat (AS)mengenai konsekuensi berbahaya jika mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Safadi mengaku telah memberi tahu Menlu AS Rex Tillerson bahwa deklarasi besar itu dapat memicu kemarahan besar dari dunia Arab dan Muslim.

"Keputusan semacam itu akan memicu kemarahan di dunia Arab, menjadi bahan bakar ketegangan dan membahayakan usahaperdamaian," kata Safadi di Twitter seperti dikutip BBC, Senin (4/12).
Tidak ada tanggapan langsung dari Departemen Luar Negeri AS. Spekulasi Presiden AS Donald Trump akan memenuhi janji kampanyenya untuk mengakui Yerusalem milik Israel itu semakin menguat. Namun menantu Trump, Jared Kushner,mengatakan tidak ada keputusan yang dibuat.
Selama kampanye pemilihannya, Trump berjanji akan memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Sementara Presiden Palestina Mahmoud Abbas sedang menggalang dukungan internasional untuk meyakinkan Trump agar tidak membuat pengumumanseperti itu.
Otoritas Palestina mengungkapkan bahwa Abbas menelepon para pemimpin dunia pada Ahad (3/12), termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

"Dia ingin menjelaskan bahaya dari keputusan apapun untuk memindahkan kedutaan AS ke Yerusalematau menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel," kata penasihat Abbas, Majdial-Khalidi.

Sebelumnya para pemimpin Palestina telah memperingatkan langkah tersebut akan mengancam solusi dua negara. Israel telah menduduki Yerusalem Timur sejak perang TimurTengah pada 1967.
Israel mencaplok area tersebut pada 1980. Di bawah hukum internasional, daerah ni dianggap sebagai wilayah yang diduduki. Israel juga menetapkan bahwa Yerusalem adalah ibu kota abadi dan tak dapat dibagi. Tapi Palestina ingin Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara di masa depan.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID





Menlu RI Panggil Dubes AS soal Yerusalem Ibu Kota Israel


Menlu RI Panggil Dubes AS  soal Yerusalem Ibu Kota Israel
Menlu Retno Marsudi bersama Menlu Palestina Riyad al-Maliki saat KTT Asia-Afrika ke-60 pada April 2015 lalu. Menlu RI memanggil Dubes AS di Jakarta terkait kabar bahwa Presiden Donald Trump akan mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. (CNN indonesia/Adhi Wicaksono)



Jakarta, CB -- Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi memanggil Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia, Joseph R. Donovan Jr ke kantornya di Gedung Utama Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin (3/12).

Pemanggilan Dubes AS tersebut terkait kabar soal rencana Presiden Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Pengakuan itu rencananya bakal terwujud dengan pemindahan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Menurut kabar yang dilansir CNN, Sabtu (2/12) lalu, Trump berencana melaksanakan janjinya saat kampanye pemilihan presiden 2016 tersebut secepatnya pada Selasa (5/12).



"Menlu Retno sampaikan keprihatinan Indonesia terkait berita rencana pengumuman pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel," tulis Kementerian Luar Negeri lewat akun Twitter resminya, @Portal_Kemlu RI, Senin (3/12).

Disebutkan pula bahwa kepada Dubes AS, Menlu Retno menyatakan rencana pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel tersebut akan mengancam proses perdamaian Israel-Palestina.

Menanggapi pernyataan Menlu RI, Dubes AS menyampaikan bahwa Presiden Trump belum mengambil keputusan final mengenai hal tersebut.


Rencana Trump memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem dianggap sebagai pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Padahal Yerusalem Timur diharapkan Palestina sebagai Ibu Kota-nya jika mereka merdeka dari Israel.

Liga Arab berencana menggelar pertemuan darurat yang khusus membahas rencana Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada Selasa (5/12). Kementerian Luar Negeri Palestina mengimbau Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga menggelar sidang serupa.


Credit  CNN Indonesia


Menlu RI Prihatin Rencana AS Akui Yerusalem Ibu Kota Israel


Menlu Retno Marsudi.
Menlu Retno Marsudi.


CB, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi memanggil Duta besar Amerika Serikat (AS) Joseph R. Donovan Jr. ke kantor Kementerian Luar Negeri RI pada Senin (4/12). Ia menyampaikan keprihatinan Indonesia terkait rencana pengumuman pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Menlu Retno menyatakan keprihatinan Indonesia terkait rencana pengumuman pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel," demikian menurut informasi dari Kemlu melalui Twitter, Senin (4/12). Ia juga menyampaikan bahwa rencana tersebut akan mengancam proses perdamaian antara Israel dan Palestina.

Menanggapi pernyataan dari Retno tersebut, Joseph mengatakan, Presiden Amerika Serikat (AS)Donald Trump belum mengambil keputusan final mengenai masalah tersebut. Pernyataan ini juga disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Heather Nauertbahwa belum ada keputusan mengenai hal itu.
Sebelumnya dikabarkan setelah berbulan-bulan mengadakan perundingan yang intensif, Trump kemungkinan akan membaaut pengumuman pengakuan tersebut pada pekandepan. Hal itu untuk menyeimbangkan antara tuntutan politik domestik dantekanan geopolitik mengenai status Yerusalem yang merupakan rumah bagi situssuci untuk Yahudi, Muslim dan Kristen.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID


Dubes AS Temui Menlu Jelaskan Soal Yerusalem


Yerusalem
Yerusalem



CB, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Lestari Priansari Marsudi memanggil Duta Besar Amerika Serikat untuk RI Joseph R Donovan Jr ke kantor Kemenlu RI, Jakarta, Senin (4/12). Dalam pertemuan itu, Menlu RI menyampaikan keprihatinan RI terkait rencana pengumuman pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel oleh Presiden AS Donald Trump.

"3. #MenluRetno sampaikan rencana tersebut akan mengancam proses perdamaian Israel-Palestina," tulis akun Twitter resmi Kemenlu RI @Portal_Kemlu_RI seperti dikutip Republika, Senin (4/12) sore. Menanggapi pandangan Menlu RI, Dubes AS menyampaikan, Presiden AS belum mengambil keputusan final mengenai masalah ini.

Pernyataan Menlu RI konsisten dengan sikap Indonesia terhadap situasi yang membelit Israel dan Palestina. Indonesia, dalam berbagai kesempatan, selalu mendorong terciptanya solusi dua negara (two state solution).
"Indonesia adalah pendukung kuat bagi solusi dua negara dan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, tinggal berdampingan dengan Israel," katanya ketika menghadiri pertemuan Hari Internasional untuk Solidaritas Bersama Masyarakat Palestina di Jakarta, Kamis (30/11).

Menlu RI juga menyambut baik perjanjian damai antara dua partai Palestina, yaitu Hamas dan Fatah, pada Oktober lalu. Sebab, hal tersebut merupakan suatu kemajuan yang positif dalam upaya mengatasi konflik di Palestina.

Kabar pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel oleh Trump mengemuka sejak akhir pekan lalu. Selain itu, presiden dari Partai Republik itu juga berencana memindahkan Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Batas waktu bagi Trump untuk menandatangani pemindahan ini jatuh pada Senin (4/12) waktu setempat atau Selasa (5/12) WIB. Namun, menantu sekaligus Penasihat Trump Jared Kushner pada Ahad (3/12) waktu AS mengungkapkan sang mertua mengambil keputusan.
"Presiden akan mengambil keputusan dan dia masih mengkaji berbagai fakta yang berbeda. Ketika dia membuat keputusan, dialah yang akan menjadi memberi tahu Anda, bukan saya," katanya seperti dikutip BBC.

Pekan lalu, Gedung Putih telah mendapat peringatan dari pejabat kebijakan luar negeri dan pejabat keamanan AS mengenai risiko terhadap diplomasi dan keamanan Negeri Paman Sam jika Kedubes AS dipindahkan. Berbicara kepada Fox News pada Ahad (3/12) waktu AS, Penasihat Keamanan Nasional Trump HR McMaster mengaku telah menyampaikan presentasi kepada Trump.
"Ada beberapa opsi terkait perpindahan kedutaan pada masa depan, yang menurut saya, bisa Anda gunakan untuk mendapatkan momentum menuju kesepakatan damai, dan sebuah solusi yang sesuai untuk Israel dan Palestina," ujar McMaster.

Terkait perkembangan terkini perihal rencana pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel sekaligus pemindahan Kedubes AS dari Tel Aviv, Presiden Palestina Mahmoud Abbas berusaha mengumpulkan dukungan diplomatik pada menit-menit akhir agar Trump mengurungkan niatnya.
Abbas melakukan serangkaian panggilan telepon pada Ahad (3/12) waktu Palestina dengan para pemimpin dunia. Ia menjelaskan, bahaya dari keputusan Trump untuk memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem dan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Langkah Amerika Serikat terkait dengan pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel atau memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem, merupakan ancaman bagi masa depan proses perdamaian dan tidak dapat diterima oleh orang-orang Palestina, Arab, dan internasional," ujar Abbas seperti dikutip Guardian, Senin (4/12).
Sejauh ini, seruan Abbas telah disampaikan ke sejumlah pemimpin negara-negara Arab, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Abbas khawatir seruan Palestina tidak akan dipertimbangkan Gedung Putih.

Kantor berita negara Turki, Anadolu, melaporkan Erdogan mengatakan kepada Abbas, negara Palestina yang merdeka harus memiliki Yerusalem Timur sebagai ibu kota. Abbas juga mengatakan, akan mengupayakan pertemuan dengan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Arab untuk membahas masalah tersebut.

Yordania, Presiden Liga Arab saat ini, akan mengundang anggota OKI dan Liga Arab untuk bersidang jika pengakuan AS terhadap Yerusalem diperpanjang. Mereka akan membahas langkah-langkah menghadapi konsekuensi dari keputusan tersebut.
"Hal ini pada akhirnya dapat menghambat semua upaya perdamaian dan memiliki risiko yang sangat tinggi untuk memprovokasi negara-negara Arab dan Muslim serta komunitas Muslim di Barat," kata seorang diplomat Yordania.

Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi mengaku telah berbicara dengan Menlu AS Rex Tillerson terkait rencana Trump. "Keputusan semacam itu akan memicu kemarahan di dunia Arab, menjadi pemicu ketegangan, dan membahayakan usaha perdamaian," kata Safadi. Kementerian Luar Negeri AS belum menanggapi pembicaraan antara Safadi dan Tillerson.

Kontraproduktif
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Rofi Munawar menilai, rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mendukung pemindahan ibu kota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem sangat kontrproduktif dalam penyelesaian konflik Palestina.
Menurut dia, langkah tersebut akan semakin meningkatkan konflik dan ketegangan yang berkepanjangan di Timur Tengah. "Hal ini karena Yerusalem merupakan salah satu episentrum perjuangan utama bagi bangsa Palestina, karena adanya Al Quds," ujar Rofi di Jakarta, Senin (4/12).

Ia mengatakan, relokasi kedutaan besar AS bersamaan dengan rencana penetapan Yerusalem sebagai ibu kota Israel merupakan salah satu janji kampanye Trump saat pemilihan presiden. Tapi, ironisnya, kebijakan luar negeri AS ini secara faktual sangat merugikan dan tidak mempertimbangkan kepentingan Palestina.
"Komunitas internasional dan PBB harus bersikap tegas terhadap rencana Donald Trump ini. Adapun OKI harus mengambil inisiatif yang lebih proaktif dalam menanggapi isu ini," ujar Rofi.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID





Mantan Presiden Yaman yang 'Menari di Atas Kepala Ular'


Mantan Presiden Yaman yang 'Menari di Atas Kepala Ular'
Mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh. Saleh dipastikan tewas dibunuh pemberontak Houthi di Sanaa, Senin (3/12) (REUTERS/Khaled Abdullah/File Photo)


Jakarta, CB -- Mendiang mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, yang tewas dibunuh pemberontak Houthi, Senin (3/12 pernah memerintah negeri di Semenanjung Arab itu selama lebih dari tiga dekade. Saleh tetap berpengaruh dan berperan penting di Yaman meski telah mengundurkan diri pada 2012.

Dia telah akrab dengan politik Yaman yang rumit. Selamat dari perang saudara, pemberontakan di wilayah utara, gempuran Al-Qaeda di selatan, serta lolos dari maut meski sempat luka parah dalam serangan bom di Istana Kepresidenan pada Juni 2011.

Pada 2014, Saleh beraliansi dengan bekas musuhnya, pemberontak Houthi yang beraliran Syiah dari wilayah utara Yaman. Tujuannya membalas dendam terhadap orang-orang yang mendepaknya dari kekuasaan.


Runtuhnya aliansi Saleh dengan Houthi berakibat fatal, Senin (3/12).

Bermata tajam dengan kumis yang khas, Saleh telah bertahun-tahun menjadi orang terkuat di Yaman.

Pada 2015, panel Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menuding Saleh melakukan korupsi. Dia diduga mengumpulkan US$ 60 miliar selama berkuasa hingga rakyat Yaman terpuruk dalam kemiskinan selama 33 tahun pemerintahannya.

Berasal dari suku minoritas Zaidi, Saleh bergabung ke militer sejak berusia 20 tahun. Dia ikut dalam kudeta terhadap Imam Zaidi Yaman pada 1962.

Perang sipil yang menyertainya enam tahun kemudian berakhir dengan kemenangan kaum nasionalis yang didukung Mesir pada 1968. Mereka membentuk Republik Arab Yaman, yang dikenal sebagai Yaman Utara.

Beberapa bulan sebelumnya, penarikan pasukan Inggris di Yaman Selatan telah membentuk Republik Demokratik Rakyat Yaman yang beraliran komunis.




Reunifikasi

Saleh menunjukkan kepemimpinannya sejak dini. Kariernya sebagai pemimpin militer dan politik di Yaman Utara terus menanjak.

Pasca pembunuhan Presiden Ahmad al-Shashmi pada Juni 1978, Majelis Konstituen memilih Saleh, saat itu berpangkat Kolonel, menjadi Presiden Yaman Utara.

Dia memilih orang-orang terdekatnya, terutama saudara-saudaranya untuk menempati pos-pos militer dan keamanan yang penting. Saleh pun berhasil menyatukan Yaman Utara dan Selatan pada 1994.

Pada pemilu 1999, Saleh berhasil menjadi presiden terpilih pertama Yaman dengan memenangkan lebih dari 96 persen suara. Namun masa pemerintahannya mendapat kecaman luas. Saleh dituduh membungkam para pemberontak dan kalangan oposisi yang mengkritik pemerintahannya.

Dalam perang melawan Al-Qaeda, Saleh bersekutu dengan Amerika Serikat. Atas restu Saleh, Amerika Serikat menggelar serangan drone pertama yang membunuh pemimpin Al-Qaeda Yaman, Qaed Salim Sinan Al-Harithi.

Kekuasaannya goyah oleh aksi menyusul gerakan Arab Spring dari Tunisia yang menular ke Yaman pada 2011. Saleh dilarikan ke Arab Saudi setela menderita luka bakar yang parah dalam serangan bom di Istana Kepresidenan, Juni 2011. Dia mundur pada Februari 2012 di bawah kesepakatan yang membebaskannya dari segala tuntutan hukum.

Sementara lawan-lawannya menyebut dia sebagai tiran, Saleh menggambarkan dirinya sebagai 'penyelamat' tak lama setelah dia mengundurkan diri pada Februari 2012. Saleh juga pernah menggambarkan bahwa memerintah Yaman seperti "menari di atas kepala ular-ular."



Credit  cnnindonesia.com







Kematian Saleh Munculkan Perang Saudara Baru di Yaman


Mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.
Mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.


CB, SANAA-- Kematian mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh menimbulkan keraguan tentang masa depan negara yang dilanda perang tersebut. Menurut beberapa analisis, sebuah perang koalisi pimpinan Saudi melawan pemberontak Houthi kemungkinan akan meningkat dengan kematian Saleh.
Seorang analis politik King's College London, Andreas Krieg mengatakan situasi di Yaman untuk jangka pendek akan menjadi tidak aman dan bahkan lebih buruk dari sebelumnya.

Meski masih belum jelas apakah aliansi di lapangan akan bergeser, Krieg yakin hal tersebut pasti akan terjadi. "Pengeboman koalisi sudah cukup buruk, sekarang akan ada tingkat perang sipil yang baru," katanya.

Dilansir di Aljazirah, Selasa (5/12), Saleh terbunuh pada Senin oleh pemberontak Houthi yang merupakan mantan sekutunya. Kematiannya dianggap sebagai pukulan yang sangat besar bagi pasukannya.

"Rumahnya dikepung selama dua hari terakhir dan hari ini mereka menyerang rumah tersebut. Dia lolos tapi dia ditemukan di sebuah kendaraan yang bentrok dengan pasukan pemeriksaan Houthi," kata pemimpin redaksi Yaman Post.Hakim al-Masmari dari ibukota Yaman, Sanaa.

Masmari mencatat kematian Saleh dapat menyebabkan koalisi pimpinan Saudi untuk lebih meningkatkan operasi militernya.

Saleh, yang memerintah Yaman selama lebih dari tiga dekade memainkan peran penting dalam perang sipil yang sedang berlangsung di negara tersebut. Ia telah meminta koalisi pimpinan Saudi untuk membuka blokadenya dalam sebuah pidato di televisi pada Sabtu.

Dia juga secara resmi memutuskan hubungan dengan Houthi. Ia mengatakan akan sangat terbuka untuk berdialog dengan koalisi militer yang telah berperang dengan aliansi pemberontaknya selama lebih dari dua tahun.

Arab Saudi memuji keputusan Saleh ini..

Pada 2015, Arab Saudi, bersama dengan negara-negara Muslim Sunni lainnya, secara militer melakukan intervensi di Yaman untuk mengembalikan pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang digulingkan oleh kelompok Houthi tahun sebelumnya.

Aliansi Saleh yang rapuh dengan kepemimpinan Houthi sebagian besar dipandang sebagai sesuatu yang integratif, menyatukan partai Kongres Rakyat (GPC) dan fraksi Houthi Ansar Allah, yang saling bertentangan satu sama lain di masa lalu.

Sejak perpecahan baru-baru ini, koalisi tersebut telah mengintensifkan serangan udara di daerah-daerah yang dikuasai Houthi di Sanaa, yang menargetkan bandara dan kementerian dalam negeri.

Sementara itu, Direktur program Timur Tengah untuk Kelompok Krisis Internasional, Joost Hiltermann mengatakan perputaran aliansi Houthi-Saleh akan meningkatkan fragmentasi dan konflik dengan adanya unsur balas dendam.

"GPC Saleh, partai penting di pusat, dapat mengalami fraktur lebih jauh, dengan banyak orang bergabung dengan pejuang anti-Houthi. Dan tidak ada yang menang," kata Hiltermann.

Ia mengatakan perkembangan terakhir yakni kemunduran besar bagi koalisi pimpinan-Saudi, yang mencakup Uni Emirat Arab (UEA) sebagai pemain kunci.

"Mereka mempertaruhkan harapan mereka pada Saleh menundukkan Houthi, tapi keadaan tampaknya berubah secara berbeda. Ini menunjukkan kekalahan pendekatan militer mereka terhadap perang," kata Hiltermann.

Awal tahun ini, serangkaian email yang bocor mengungkapkan keinginan Arab Saudi untuk mengakhiri perang di Yaman selama pembicaraan dengan mantan pejabat AS.

Meskipun tidak ada langkah-langkah resmi untuk menarik diri dari konflik tersebut, Hiltermann mengatakan Riyadh saat ini memiliki lebih sedikit pilihan untuk keluar dari perang tersebut..

"Jika mereka memutuskan untuk melipatgandakan pemboman udara, warga sipillah yang akan menderita - di atas malapetaka kemanusiaan yang telah kita lihat di Yaman," katanya.

Koalisi yang dipimpin Saudi memberlakukan blokade pada Oktober di negara Semenanjung Arab, di mana hampir 80 persen penduduk membutuhkan bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup.

Pekan lalu, di tengah meningkatnya tekanan internasional atas penderitaan jutaan orang Yaman, beberapa bantuan kemanusiaan diizinkan memasuki Yaman.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID


Presiden Yaman Ajak Seluruh Warga Perangi Houthi


Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi
Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi



CB, JEDDAH - Presiden Yaman Abed Rabbo Mansour Hadi mengajak warganya untuk bangkit melawan milisi Houthi yang didukung Iran. Seruan ini dikeluarkan setelah Houthi baru saja membunuh mantan sekutu mereka, yaitu mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.
Dalam sebuah pidato televisi, Hadi mengatakan tentara Yaman yang telah mengepung Sanaa. Mereka siap mendukung semua upaya yang bertujuan untuk memberantas Houthi.
Pemerintah Yaman yang sah telah memperluas jangkauannya ke semua warga Yaman, yang tulus berjuang demi memulai halaman baru di masa depan negara tersebut. Mereka akan membangun Yaman baru berdasarkan pluralisme, demokrasi, dan kebebasan.
"Yaman sedang melewati titik balik yang menentukan, yang membutuhkan persatuan dan keteguhan kita dalam menghadapi milisi sektarian ini. Ayo bantu kami untuk mengakhiri mimpi buruk ini," kata Hadi, Senin (4/12), dikutip Arab News.
Saleh dibunuh pada Senin (4/12) oleh milisi Houthi, dua hari setelah dia berselisih pendapat dengan sekutu-sekutunya. Milisi menyerbu rumah Saleh di ibu kota Sanaa, dan mantan pemimpin tersebut melarikan diri ke selatan menuju kampung halamannya di Sanhan.
Orang-orang bersenjata Houthi berhasil menghentikan konvoi empat kendaraan Saleh, 40 km dari ibu kota, dan melepaskan tembakan. Saleh (75 tahun) tewas bersama Sekretaris Jenderal Partai Kongres Rakyat Umum Arif Al-Zouka dan wakilnya, Yasir Al-Awadi.
Rekaman video yang diunggah ke media sosial menunjukkan tubuh Saleh tidak bergerak dengan luka kepala yang menganga, matanya terbuka, dan darah menodai kemejanya. Rekaman itu menunjukkan Houthi membawa mayat Saleh dengan selimut dan membuangnya ke dalam truk pickup.
Saleh memerintah Yaman selama lebih dari 30 tahun, kemudian membangun aliansi dan memainkan satu suku dengan yang lain. Dia pernah menggambarkan pemerintahan di negara itu seperti menari dengan ular di kepala.
Saleh digantikan oleh wakilnya, Hadi, pada 2012. Namun Saleh kemudian bergabung dengan Houthi untuk melakukan kudeta terhadap pemerintahan Hadi.
Arab Saudi membentuk koalisi militer pada 2015 untuk memulihkan pemerintahan Hadi yang telah diakui secara internasional. Tak disangka, pada Sabtu (2/12), Saleh justru memunggungi Houthi dan menawarkan perundingan dengan koalisi pimpinan Arab Saudi.
Juru bicara pemerintahan Hadi, Rajeh Badi, mengatakan hari terbunuhnya Saleh adalah hari yang paling menyedihkan dalam sejarah Yaman. Dia mengatakan pembunuhan tersebut merupakan kejahatan lain yang dilakukan milisi Houthi yang didukung Iran.
Pembunuhan tak manusiawi Saleh memaksa semua warga Yaman untuk berdiri di belakang pemerintahan yang sah, untuk melawan milisi. Milisi hanya membawa kekacauan dan kehancuran di Yaman dan bertujuan untuk melaksanakan agenda Iran di wilayah tersebut.
"Tindakan ini adalah bukti, milisi ini mengadopsi ideologi pengucilan. Kami menyerukan kepada orang-orang Yaman untuk membuat pembunuhan Ali Abdullah Saleh menjadi titik balik dalam sejarah Yaman dan mendorong semua orang untuk bergabung dalam barisan dengan pemerintah yang sah untuk melawan para teroris yang jahat," kata Hadi.


Credit  REPUBLIKA.CO.ID








Kronologi Tewasnya Mantan Presiden Yaman


Kronologi Tewasnya Mantan Presiden Yaman
Para pendukung mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh. Saleh dipastikan tewas dibunuh oleh pemberontak Houthi. (REUTERS/Khaled Abdullah)



Jakarta, CB -- Pemimpin partai dan orang kuat mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh memastikan Saleh telah tewas.

"Dia menjadi martir dalam mempertahankan republik," kata Faiqa al-Sayyid, pemimpin Kongres Rakyat Umum (General People's Congress/GPC). Dia menyalahkan pemberontak Houthi atas pembunuhan Saleh di selatan Ibu Kota Sanaa.

Sayyid mengatakan Saleh dan pejabat penting partai lainnya ditembaki pemberontak Houthi saat berusaha menyelamatkan diri dari Ibu Kota Sanaa yang dikuasai pemberontak menuju wilayah yang dikuasai loyalis Saleh.


Sumber militer mengatakan milisi pemberontak Houthi menghentikan konvoi empat kendaraan rombongan Saleh sekitar 40 kilometer selatan Sanaa. Mereka menembak mati Saleh, Sekjen GPC Arif al-Zouka dan wakilnya Yasir Al-Awadi

Pembunuhan Saleh terjadi setelah mantan presiden Yaman itu memutuskan aliansi dengan Houthi yang telah berlangsung selama tiga tahun terakhir, Sabtu (2/12) lalu.



Saleh menyatakan siap bernegosiasi dengan Arab Saudi untuk membuka blokade yang telah melumpuhkan Yaman dan mengakhiri krisis kemanusiaan di negeri itu.

Langkah mantan Presiden Yaman untuk menghentikan aliansinya dengan Houthi terbukti fatal. Saat pertempuran sengit masih berlangsung di Sanaa, Senin (3/12), pemberontak Houthi mengumumkan tewasnya Saleh.


Credit  CNN Indonesia



Aksi Horor Houthi, Kepala Eks Presiden Yaman Diberondong Tembakan


Aksi Horor Houthi, Kepala Eks Presiden Yaman Diberondong Tembakan
Cuplikan video kematian mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh akibat serangan milisi pemberontak Houthi Yaman. Foto/Al Arabiya


SANAA - Sumber dari Kongres Rakyat Umum Yaman mengonfirmasi bahwa pemimpin mereka yang juga mantan presiden Ali Abdullah Saleh tewas pada hari Senin dalam bentrokan sengit dengan pemberontak Houthi di Ibu Kota Sanaa. Saleh dilaporkan dibunuh dengan puluhan tembakan di kepala dan perut.

Sebuah video menunjukkan Saleh terbaring di atas selimut yang dikelilingi oleh milisi Houthi yang merayakan kematiannya. Video klip pendek yang ditayangkan di saluran televisi pro-Houthi juga mengonfirmasi laporan bahwa Saleh tewas akibat ditembaki di bagian kepala.

Sebelum mantan presiden Yaman tersebut dibunuh, pada hari yang sama milisi pemberontak Houthi meledakkan rumah Saleh di pusat Ibu Kota Sanaa.


Malam sebelum pembunuhan, Saleh secara resmi mengumumkan pembubaran kemitraannya dengan milisi Houthi. Kedua pihak sebelumnya bersekutu melawan pemerintah Presiden Yaman Abd Rabbo Mansour Hadi yang dibela koalisi Teluk pimpinan Arab Saudi.

”Nol jam akan datang ke medan perang di Sanaa. Negara itu harus diselamatkan dari kegilaan kelompok Houthi,” kata Saleh dalam sebuah pernyataan pada hari Senin pagi atau beberapa jam sebelum dia dibunuh, seperti dikutip Al Arabiya, Selasa (5/12/2017).

Foto terbaru yang tersebar di media-media Yaman juga menunjukkan kelompok bersenjata Houthi menyerang mobil Saleh saat konvoi.

Seorang sumber mengatakan kepada Al Arabiya bahwa Saleh meninggalkan rumahnya di Sanaa dengan satu mobil bersama dengan putranya dan dua anggota terkemuka partai Kongres Rakyat Umum Yaman.

Mobil Saleh, lanjut sumber tersebut, tiba di daerah Sayan, beberapa kilometer dari Desa Beit al-Ahmar di Sanhan. Rombongan Saleh kemudian dikepung tujuh mobil yang penuh dengan militan Houthi.

”Mobil yang membawa Saleh tidak bisa lepas karena tujuh mobil Houthi benar-benar menghalanginya,” kata sumber tersebut.

Menurut laporan media lokal, militan Houthi  memaksa mantan presiden Saleh dan teman-temannya keluar dari mobil. Sejenak kemudian, perut dan kepala Saleh diberondong tembakan. Beberapa sumber mengatakan setidaknya 35 peluru amunisi ditembakkan. 

Khaled, putra Saleh, dilaporkan terluka dan ditangkap oleh milisi Houthi. Sedangkan nasib Tariq Saleh, keponakan Saleh, dan Arif Zuka, Sekretaris Jenderal Partai Kongres, masih tetap menjadi misteri.



Credit  sindonews.com



Abdullah Saleh Dibunuh Saat Melarikan Diri ke Arab Saudi


Konflik Yaman
Konflik Yaman

CB,SANAA -- Pemberontak Houthi di Yaman mengklaim mereka telah membunuh
mantan sekutu mereka, Ali Abdullah Saleh.


Mantan presiden Yaman tersebut dilaporkan ditembak mati oleh penyerang
Houthi pada Senin (4/12) setelah konvoi lapis bajanya melarikan diri
 dari ibu kota yang dikuasai pemberontak yaitu Sanaa ke Marib.

Pertarungan antara Houthi dan pasukan yang setia kepada Saleh pecah di
Sanaa terjadi pekan lalu setelah berbulan-bulan meningkatnya
ketegangan dan tuduhan Saleh berusaha untuk beralih dalam perang
sipil.

Houthi dan Partai Kongres Rakyat Umum (General People's Congress/GPC)
dulunya bersekutu melawan Presiden Abdrabbuh Mansour Hadi yang
diasingkan.

Dalam sebuah pidato panjang yang disiarkan di televisi Houthi, pejabat
tinggi Abdul-Malek al-Houthi mengatakan bahwa kematian Saleh adalah
hasil dari pengkhianatannya.

Juru bicara Houthi Abdel-Rahman al Ahnomi juga mengkonfirmasi pada
hari Senin bahwa sebuah video mengerikan yang beredar luas di media
sosial menunjukkan mayat Saleh.

Dalam cuplikan tersebut, mengingatkan pada kematian pemimpin Libya
Muammar Gaddafi di tangan bangsanya sendiri pada 2011. Tubuh Saleh
terbawa dalam selimut, darah terlihat di kemejanya.
 Matanya terbuka dan berkaca-kaca serta mengalami luka kepala serius. Kemudian pria
bersorak dan mengikat tubuhnya ke sebuah truk.

Sebelumnya, Stasiun TV yang dikendalikan Houthi melaporkan mantan
presiden Yaman telah terbunuhLaporan awal Saleh telah terbunuh datang setelah rumahnya di ibukota
diledakkan oleh mortir Houthi.

Bentrokan di kota tersebut dalam beberapa hari terakhir telah
menewaskan setidaknya 125 orang dan melukai lebih dari 200 orang.
Sementara pada Senin malam pertempuran tersebut tampaknya mereda,
kematian Saleh membuka sebuah babak baru dalam konflik berdarah
tersebut.

"Yaman saat ini bukan Yaman kemarin," kata Adam Baron, mantan penduduk
Sanaa dan rekannya di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa, mengatakan
kepada The Independent seperti dikutip, Selasa (5/12).

"Yang jelas adalah bahwa permainan telah berubah. Satu hal yang
tampaknya pasti adalah konflik dan penderitaan bagi orang-orang Yaman.
Beberapa hari sebelumnya pada hari Sabtu, Saleh mengatakan bahwa dia
ingin "membalik halaman" dalam hubungan dengan koalisi pimpinan-Arab
Saudi, yang menghasilkan harapan baru untuk kesepakatan damai setelah
perang yang telah menemui jalan buntu selama hampir tiga tahun.
Namun,
ucapan tersebut pada akhirnya menyebabkan pertempuran
 intra-pemberontak di Sanaa, dan kematiannya sendiri.



Presiden Hadi dan sekutu-sekutunya di Arab Saudi mengatakan pada Senin
(4/12) bahwa pemerintah yang diasingkan akan meluncurkan serangan baru 
untuk merebut kembali ibu kota tersebut. Inggris mengecam blokade di Suriah tapi tidak di Yaman.
Lebih dari 20 juta orang Yaman - dua pertiga penduduk telahbergantung pada bantuan kemanusiaan sejak perang sipil meletus pada Maret 2015.

Lebih dari 10.000 orang telah meninggal dalam konflik sampai saat ini
akibat kekerasan, epidemi kolera terbesar di dunia, kelaparan dan
penyakit lainnya. Badan-badan bantuan memperingatkan statistik angka
sebenarnya cenderung jauh lebih tinggi.
Sementara beberapa bantuan telah diizinkan masuk ke Sanaa dan pelabuhan utama Hodeida,. Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) dan badan-badan bantuan memperingatkan bahwa tanpa akses yang tidak terbatas terhadap barang-barang seperti bahan bakar, untuk generator yang memberi
wewenang rumah sakit dan merawat air minum, negara ini masih berada di
jalur kelaparan berskala besar.

Yaman yang merupakan negara termiskin di dunia Arab sebelum perang
pecah telah mengalami kerusuhan sejak demonstrasi Musim Semi Arab 2011
yang menggulingkan Saleh.

Mantan presiden tersebut memerintah Yaman selama 30 tahun sampai
 akhirnya dipaksakan lengser dari jabatannya pada 2012, menyerahkan
kendali kepada wakilnya, Presiden Hadi.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID



Mantan Presiden Yaman Dilaporkan Tewas


Mantan Presiden Yaman Dilaporkan Tewas
Ilustrasi pertempuran di Sanaa, Yaman. (AFP Photo/Mohammed Huwais)


Jakarta, CB -- Stasiun radio yang dikelola Kementerian Dalam Negeri pemerintahan pemberontak Houthi melaporkan mantan Presiden Ali Abdullah Saleh, mantan sekutu yang kini menjadi musuh mereka, tewas dalam pertempuran yang berkecamuk di Ibu Kota Sanaa. Walau demikian, kabar ini masih belum bisa dikonfirmasi secara resmi.

Rekaman tak terverifikasi yang disebarkan melalui media sosial menunjukkan jenazah yang mirip dengan Saleh. Kelompok bersenjata di sekitarnya membuka selimut jenazah dan berteriak "Alhamdulillah!" dan "hey Ali Affash!", nama lain Saleh.

Stasiun radio itu menyatakan televisi resmi Houthi akan segera menyiarkan rekaman yang menunjukkan jenazah Saleh.


Partai Saleh ketika dikonfirmasi Reuters menampik bahwa pemimpinnya tewas dan menyatakan Saleh masih memimpin pasukan dalam pertempuran hebat di Sanaa. Pertempuran selama enam hari itu telah menewaskan setidaknya 125 orang dan melukai 238 lainnya, menurut Komisi Palang Merah Internasional.

Keberadaannya hingga kini masih belum diketahui dan ia belum tampil di muka publik sejak dilaporkan tewas.

Sebelumnya, pasukan Houthi meledakkan rumah Saleh di Sanaa dan menerima serangan udara dari koalisi pimpinan Arab Saudi untuk hari kedua, kata sejumlah warga.

Operasi udara Saudi, didukung oleh Amerika Serikat dan senjata serta intelijen negara Barat lainnya, telah menewaskan ribuan warga sipil tapi belum bisa memberikan hasil positif untuk koalisi dalam kampanye selama tiga tahun untuk mengembalikan pemerintahan yang diakui internasional.




Credit  CNN Indonesia


Saudi kehilangan sekutu, mantan Presiden Yaman dikabarkan tewas



Saudi kehilangan sekutu, mantan Presiden Yaman dikabarkan tewas
Arsip: Warga membawa jasad seorang pria yang mereka temukan di lokasi serangan udara di kota Saada, barat laut Yaman, Rabu (1/11/2017). (REUTERS/Naif Rahma)




Sanaa (CB) - Mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh tewas dalam perang melawan petempur sekutu Iran, Houthi, di kota Sanaa, kata stasiun televisi milik Arab Saudi, Al-Arabiya.

Al-Arabiya mengutip keterangan sejumlah sumber dari Kongres Rakyat Umum, yang dipimpin Saleh. Sumber itu mengatakan bahwa mantan presiden itu, yang baru saja memutuskan memihak sekutu pimpinan Arab Saudi dalam perang Yaman, tewas oleh tembakan jarak jauh.

Sementara itu, video dari kelompok Houthi menunjukkan sesosok mayat, yang diduga jenazah Saleh.

Stasiun radio dikuasai pemerintahan Houthi adalah yang pertama melaporkan kematian Salah. Namun, pada saat itu, Kongres Rakyat Umum membantah kabar tersebut, dengan menyatakan bahwa ia masih memimpin pasukan di Sanaa.

Pada Senin pagi, pasukan Houthi menghancurkan rumah Saleh di Sanaa, kata warga setempat.

Sementara itu, serangan dari udara dari koalisi internasional pimpinan Saudi, yang juga didukung oleh Amerika Serikat dan persenjataan negara-negara Barat, telah menewaskan ratusan warga sipil namun gagal mendapatkan kemajuan berarti dalam perang untuk mengembalikan kekuasaan Presiden Abdurrabbu Mansour Hadi.

Pasukan Saleh, yang pada awalnya merupakan sekutu Houthi, terus terdesak oleh kelompok milisi tersebut pada hari keenam perang dalam kota yang menewaskan sedikitnya 125 orang dan meluakai 238 lainnya, demikian data dari Komite Internasional Palang Merah.

"Kami tengah membantu sejumlah rumah sakit utama di Sanaa yang saat ini sangat membutuhkan peralatan pertolongan untuk korban perang," kata juru bicara Palang Merah, Iolanda Jaquemet di Jenewa.

"Kami juga tengah meminta bantuan kantong jenazah untuk rumah sakit setempat dan berharap bisa menyuplai mereka dengan bahan bakar karena mereka bergantung pada generator," kata dia.

PBB sendiri mendesak agar perang dihentikan sementara demi tujuan kemanusiaan pada jam 10.00 sampai 16.00 waktu setempat, agar para warga sipil bisa mencari perlindungan.

Koordinator humaniter PBB di Yaman, Jamie McGoldrick, mengatakan bahwa jalanan di Sanaa telah menjadi "medan pertempuran" dan para pekerja kemanusiaan "masih terkepung".

Penggabungan pasukan Saleh ke kubu Saudi sebenarnya diharapkan segera menyelesaikan perang "wayang" berkepanjangan Arab Saudi dengan Iran, yang memakan korban lebih dari 10.000 warga Yaman.

Pada Minggu lalu, Saleh secara resmi memutus hubungan dengan Houthi dan berjanji untuk memerangi mantan sekutunya itu.

Saleh, yang menguasai masyarakat suku bersenjata di Yaman selama 33 tahun sebelum mundur dalam gelombang Kebangkitan Arab pada 2011, sebelumnya adalah sekutu Houthi dalam memerangi pengikut presiden Hadi.

Namun, mereka berebut kekuasaan di atas wilayah yang mereka rebut bersama, termasuk Sanaa, yang direbut oleh Houthi pada 2014 lalu. Perebutan kekuasaan itu berkembang menjadi perang terbuka mulai Rabu pekan lalu.

Di PBB, Sekretaris Jenderal Antonio Guterres mendesak semua pihak berperang menghentikan serangan, baik udara maupun darat. Dia juga meminta penghentian impor ke negara tersebut dibuka karena jutaan anak-anak, perempuan, dan warga terancam kelaparan, penyakit, dan kematian, demikian Reuters.




Credit  antaranews.com


Houthi Klaim Tewaskan Eks Presiden Yaman


Houthi Klaim Tewaskan Eks Presiden Yaman
Kelompok milisi Houthi mengklaim telah menewaskan mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh dalam sebuah serangan terhadap kediamannya di kota Sanaa. Foto/Istimewa


SANAA - Kelompok milisi Houthi mengklaim telah menewaskan mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh dalam sebuah serangan terhadap kediamannya di Sanaa. Saleh pada awalnya adalah sekutu dari Houthi.

Melansir Reuters pada Senin (4/12), Houthi diketahui telah berhasil meledakkan kediaman Saleh. Melalui sebuah pernyataan yang diumumkan melalui radio Kementerian Luar Negeri Yaman yang dikontrol Houthi, disebutkan bahwa Saleh tewas dalam serangan itu.

Namun, pihak Saleh membantah bahwa pemimpin mereka telah terbunuh, dan mengatakan bahwa dia terus memimpin dalam bentrokan melawan Houthi di ibukota Sanaa. Sayangnya, mereka enggan merinci lebih lanjut mengenai kondisi dan lokasi Saleh saat ini.

Di awal konflik Yaman, Saleh memutuskan untuk berkoalisi dengan pasukan Houthi. Tentara Yaman yang setiap pada Saleh dan Houthi bersama-sama menggempur pasukan pro-pemerintah Yaman.

Pekan lalu Saleh membuat langkah yang mengejutkan. Saleh mengatakan ia siap untuk membuka "halaman baru" dalam hubungan dengan koalisi pimpinan Arab Saudi, jika koalisi Arab menghentikan serangan terhadap negaranya.

Akibat pernyataan ini, hubungan Saleh, dan Houthi yang memang tengah memburuk, langsung meledak. Bentrokan hebat antara pasukan Saleh, dan Houthi pecah di Sanaa tidak lama setelah Saleh menyampaikan pernyataan tersebut. 



Credit  sindonews.com









Senin, 04 Desember 2017

Kunjungan Trump akan Disambut Demo Terbesar dalam Sejarah Inggris


Kunjungan Trump akan Disambut Demo Terbesar dalam Sejarah Inggris
Demo besar di London, Inggris, menentang larangan masuk migran Muslim ke AS oleh pemerintah Presiden Donald Trump pada Februari 2017. Foto/REUTERS


LONDON - Gerakan masyarakat Inggris siap turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi terbesar dalam sejarah negara tersebut untuk memprotes kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Februari 2018.

Gerakan demo besar-besaran bertajuk “The Stop Trump” ini digagas wartawan dan penulis Owen Jones. Hanya dalam tempo satu jam setelah gerakan itu diumumkan di Facebook, ribuan orang menyatakan tertarik untuk bergabung.

Presiden AS itu dilaporkan berencana mengunjungi Inggris pada pekan terakhir Februari 2018 setelah jadawal kunjungan sebelumnya dibatalkan karena tindakan kontroversial Trump yang memicu kecaman pemerintah Perdana Menteri Theresa May. Tindakan Trump itu adalah me-retweet video anti-Muslim yang diunggah kelompok First Britain.

Sunday Times dalam laporannya mengatakan bahwa Trump akan membuka kedutaan AS yang baru di London pada tanggal 26 dan 27 Februari.

Pemimpin kampanye “The Stop Trump” mengatakan bahwa pihaknya berharap unjuk rasa nanti akan menjadi “demonstrasi terbesar dalam sejarah Inggris” untuk memprotes kunjungan Trump.

Kampanye ini juga akan menyerukan penangkapan pemimpin AS tersebut oleh warga Inggris karena hasutan terhadap kebencian rasial.

”Jika Donald Trump mencoba menyelinap masuk ke Inggris untuk membuka Kedutaan Besar AS pada tanggal 26/27 Februari 2018 dan juga bertemu dengan Theresa May di Downing Street, dia akan disambut oleh satu juta dari kita yang mencoba menangkapnya karena hasutan untuk kebencian rasial,” bunyi kampanye yang didirikan Owen Jones, yang dikutip Senin (4/12/2017).

Penyelenggara kampanye “The Stop Trump” mengatakan lebih dari satu juta orang akan turun ke jalan untuk memprotes kunjungan Trump tersebut. Demo itu akan menjadi demo terbesar setelah aksi jalanan menentang perang Irak pada tahun 2003. 




Credit  sindonews.com






AS Tarik Diri dari Kesepakatan Migran PBB



AS Tarik Diri dari Kesepakatan Migran PBB
Perwakilan Amerika Serikat (AS) di PBB memutuskan untuk menarik diri dari kesepakatan yang ditujukan untuk memperbaiki kebijakan migran dan pengungsi. Foto/Reuters



WASHINGTON - Perwakilan Amerika Serikat (AS) di PBB memutuskan untuk menarik diri dari kesepakatan yang ditujukan untuk memperbaiki kebijakan migran dan pengungsi. Menurut pewakilan AS, kesepakatan itu tidak sesuai dengan kepentingan Washington.

"Misi AS untuk PBB telah menginformasikan kepada Sekretaris Jenderal PBB, bahwa AS telah mengakhiri keikutsertaannya dalam Global Compact on Migration," kata perwakilan AS di PBB dalam sebuah pernyataan.

Hal ini ditegaskan oleh Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Hailey. Dia menuturkan, masalah kebijakan imigrasi dan pengungsi akan diselesaikan AS secara mandiri, dan tidak perlu campur tangan internasional.

"AS bangga dengan warisan imigran, dan kepemimpinan moral lama kami dalam memberikan dukungan kepada penduduk migran, dan pengungsi di seluruh dunia, dan berjanji bahwa AS akan tetap bermurah hati terhadap migran," ucap Hailey, seperti dilansir Sputnik pada Minggu (3/12).

"Tapi, keputusan kami mengenai kebijakan imigrasi harus selalu dilakukan oleh orang Amerika dan Amerika saja. Pendekatan global dalam Deklarasi New York sama sekali tidak sesuai dengan kedaulatan AS," sambungnya, menggunakan nama lain dari Global Compact on Migration.

Deklarasi New York untuk Pengungsi dan Migran, yang menetapkan kerangka kerja untuk tindakan lebih lanjut mengenai perbaikan situasi migran dan pengungsi, diadopsi pada bulan September 2016.

Di bawah deklarasi tersebut, negara-negara peserta kesepatan berkomitmen untuk mendorong tanggapan darurat terhadap arus masuk pengungsi, memasok dana kemanusiaan tambahan ke negara tuan rumah, dan mempertimbangkan opsi tambahan untuk pengungsi yang akan diselenggarakan oleh negara-negara ketiga.






Credit  sindonews.com





Emir Qatar akan Hadiri KTT Teluk


Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani
Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani


CB, DOHA -- Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani akan menghadiri pertemuan penting Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) di Kuwait pekan ini.
Dilansir di Aljazirah, Senin (4/12), Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani mengatakan pemimpin Qatar telah menerima undangan menghadiri acara tersebut. KTT ini diadakan enam bulan setelah sebuah kelompok negara yang dipimpin oleh Saudi memberlakukan blokade melawan Qatar.

"Saya akan menghadiri dewan menteri besok dan emir akan menghadiri pertemuan puncak," ujar Sheikh Mohammed mengatakan dalam sebuah forum di ibu kota Qatar, Doha.

Ia mengatakan, sistem GCC harus tetap hidup. Pekan lalu, Kuwait mengirim undangan ke enam negara anggota GCC, namun tidak jelas apakah semua pemimpin lainnya akan hadir.

GCC adalah aliansi politik dan ekonomi negara-negara di Jazirah Arab, termasuk Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA).

Sejak awal blokade oleh Arab Saudi, UEA dan Bahrain serta Mesir pada 5 Juni, Emir Kuwait Sheikh Sabah Al Ahmad Al Sabah telah bertindak sebagai mediator untuk mengakhiri perselisihan tersebut.

Pada Oktober, dia memperingatkan potensi keruntuhan GCC jika krisis terus berlanjut. "Bertentangan dengan harapan kami, krisis Teluk berpotensi meningkat, oleh karena itu, kita semua harus sepenuhnya menyadari konsekuensi potensialnya," kata Sheikh Sabah saat itu.

Ia mengatakan setiap eskalasi akan membawa serta sebuah intervensi regional dan internasional yang akan menghancurkan keamanan Teluk dan rakyatnya. Pada akhir Oktober, Raja Bahrain mengatakan negaranya tidak akan ambil bagian dalam pertemuan puncak atau pertemuan yang dihadiri Qatar kecuali jika Qatar memperbaiki pendekatannya.

Direktur analisis kebijakan di Institut Doha, Marwan Kabalan mengatakan bahaya keruntuhan GCC adalah nyata.

"Emir Kuwait tahu betul jika krisis berlangsung lama, kita akan melihat dua blok di dalam GCC. Yang satu dipimpin oleh Arab Saudi, Emirat dan Bahrain, dan yang lainnya berisi Qatar, Oman dan sedikit banyak, mungkin Kuwait. Jadi kita akan memiliki dua GCC, bukan satu," katanya

Kabalan mengatakan Arab Saudi dan UEA, khususnya, masih menginginkan Qatar menyerah sepenuhnya pada tuntutan mereka. Ini adalah sesuatu yang tidak akan dilakukan Qatar.

"Qatar telah memperbaikinya berkali-kali, oleh emir Qatar dan pejabat Qatar lainnya, mereka tidak dapat menerima penyerahan sepenuhnya. Mereka menginginkan negosiasi, mereka ingin konsesi bersama dari semua pihak untuk menyelesaikan krisis," tambahnya.



Credit  republika.co.id










Menlu Qatar: Kekacauan Kawasan Gara-Gara Permainan Kekuasaan


Menteri Luar Negeri (Menlu) Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani
Menteri Luar Negeri (Menlu) Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani



CB, DHAKA - Menteri Luar Negeri (Menlu) Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani mengatakan permainan kekuasaan di Timur Tengah dan Mediterania telah menyebabkan serangkaian perang regional. Menurutnya, perang di Yaman, Libya, dan Irak didorong oleh permainan kekuasaan yang dimainkan oleh negara-negara seperti Arab Saudi.
"Keadaan polarisasi ini didorong oleh para pemimpin yang menggunakan stabilitas sebagai pembenaran dan hambatan terhadap perubahan," kata Sheikh Mohammed, di Roma, pada Sabtu (2/12), dikutip Aljazirah.
 
"Penolakan terhadap perubahan bisa berarti orang-orang mulai kehilangan harapan, mengubah kawasan ini menjadi tempat berkembang biak terorisme, kemudian bisa meluas dari wilayah ini ke Eropa atau tempat lain di dunia ini," paparnya.
 
Sheikh Mohammed mengatakan, kepemimpinan regional yang impulsif berada di jantung permainan ini. Terlebih lagi, terdapat kurangnya mekanisme formal untuk negara-negara kecil untuk mengajukan keluhan terhadap negara-negara yang lebih besar.
 
"Untuk menghentikan para pemain agar tidak melanjutkan permainan dan petualangan mereka, [kita perlu] sebuah dialog yang diikuti oleh semua negara, terkait keamanan regional," ujar Sheikh Mohammed.
 
"Peningkatan dan pembangunan terkait kesepakatan politik, keamanan, dan ekonomi juga diperlukan, yang tidak akan pernah terganggu oleh perselisihan politik," tambah dia.
 
Komentar Menlu Qatar tersebut disampaikan setelah blokade terhadap Qatar telah memasuki bulan keenam. Arab Saudi, Bahrain, dan Uni Emirat Arab (UEA), bersama dengan Mesir, melakukan blokade terhadap Qatar pada Juni, setelah menuduh Doha mendukung terorisme.
 
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman Al Saud, pewaris takhta kerajaan berusia 32 tahun, telah membuat sejumlah keputusan kontroversial dalam beberapa tahun terakhir. Ia membawa Arab Saudi ke dalam perang bencana di Yaman, melakukan pembersihan politik dalam negeri, dan diduga memaksa Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri untuk mengumumkan pengunduran dirinya dari Riyadh.
 
Pada saat yang sama, penolakan blok negara-negara yang dipimpin Arab Saudi untuk melakukan dialog dengan Qatar telah mengancam keruntuhan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC).
 
"Semua pihak yang terlibat harus mencapai tingkat pemahaman dan panduan prinsip keamanan yang setiap orang harus patuhi, daripada meminta negara-negara yang lebih besar untuk menggertak yang lebih kecil," ungkap Sheikh Mohammed
 
Dia juga mengutip perlunya melakukan dialog terbuka dengan Iran, saingan regional Arab Saudi. Ia mencatat, setelah semua perbatasan Qatar ditutup oleh negara-negara yang memblokade, hubungan dengan Iran sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat.





Credit  republika.co.id






Lewat Telepon, Pemimpin Turki dan Palestina Bahas Situasi Yerusalem


Lewat Telepon, Pemimpin Turki dan Palestina Bahas Situasi Yerusalem
Presiden Turki Tayyip Erdogan dan Presiden Palestina Mahoud Abbas dilaporkan telah melakukan pembicaraan melalui sambungan telepon, semalam. Foto/Istimewa


ANKARA - Presiden Turki Tayyip Erdogan dan Presiden Palestina Mahoud Abbas dilaporkan telah melakukan pembicaraan melalui sambungan telepon, semalam. Keduanya diketahui membahas situasi terbaru di Yerusalem.

Menurut seorang sumber di pemerintahan Turki, Erdogan dan Abbas membahas mengenai perkembangan terbaru di Palestina, khususnya membahas mengenai Yerusalem.

"Erdogan menekankan, sebuah negara Palestina yang merdeka dan berdaulat harus didirikan dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya," kata sumber itu yang berbicara dalam kondisi anonim.

"Dia menegaskan kembali dukungan Turki yang terus berlanjut untuk "just cause" rakyat Palestina. Pengangkatan sanksi di Gaza akan memberikan kontribusi signifikan terhadap perdamaian," sambungnya, seperti dilansir Anadolu Agecy pada Minggu (3/12).

Sumber itu kemudian mengatakan, Abbas pada bagiannya mengucapkan terima kasih kepada Erdogan karena kepekaan dan dukungan Erdogan, dan masyarakat Turki terhadap Palestina.

Panggilan telepon tersebut muncul di tengah laporan media tentang rencana yang diklaim oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. 



Credit  sindonews.com


Hamas Kobarkan Intifada jika AS Akui Yerusalem Ibu Kota Israel


Hamas Kobarkan Intifada jika AS Akui Yerusalem Ibu Kota Israel
Kota Yerusalem yang jadi sengketa antara Palestina dan Israel. Foto/REUTERS


GAZA - Faksi Hamas Palestina yang mengendalikan Gaza menyerukan sebuah intifada baru jika Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel atau memindahkan kedutaannya ke kota sengketa tersebut. Ancaman ini muncul setelah Presiden Donald Trump dilaporkan akan mengumumkan pengakuan itu pada pekan depan.

Israel saat ini beribu kota di Tel Aviv, namun berambisi memindahkannya ke Yerusalem. Namun, rakyat Palestina sudah lama memimpikan kota tua yang jadi rumah bagi tempat suci agama Islam, Yahudi dan Kristen itu sebagai ibu kota masa depan negara mereka.

”Kami memperingatkan agar tidak melakukan tindakan semacam itu dan meminta rakyat Palestina untuk menghidupkan kembali intifada jika keputusan-keputusan yang tidak adil di Yerusalem ini diadopsi,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan.

Intifada adalah gerakan perlawanan masif rakyat Palestina terhadap Israel. Gerakan ini sudah terjadi beberapa kali selama konflik Israel dan Palestina berlangsung.

“Setiap keputusan Amerika untuk memindahkan kedutaannya akan ada serangan mencolok terhadap kota,” lanjut ancaman Hamas, yang dikutip AFP, Minggu (3/12/2017).

Status Yerusalem saat ini menjadi isu utama dalam konflik Israel-Palestina.

Kantor Presiden Palestina telah mengecam rencana AS tersebut karena akan menghancurkan proses perdamaian. Sebuah undang-undang di AS memerintahkan pemindahan keduataannya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Amanat UU itu sudah keluar sejak tahun 1995.

Namun sejak undang-undang tersebut disahkan, pemerintah AS menunda pelaksanaannya dengan alasan pemindahan ibu kota itu akan membuat rakyat Palestina dan warga Arab marah.




Credit  sindonews.com






Pentagon Pastikan AS Setop Suplai Senjata ke Kurdi Suriah


Pentagon Pastikan AS Setop Suplai Senjata ke Kurdi Suriah
Foto/Ilustrasi/Istimewa


WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) akan berhenti memberikan senjata kepada milisi Kurdi Suriah. Hal tersebut ditegaskan oleh Menteri Pertahanan AS James Mattis.

"YPG dipersenjatai dan saat koalisi menghentikan operasi maka jelas Anda tidak memerlukannya, Anda memerlukan keamanan, Anda memerlukan pasukan polisi, yaitu pasukan lokal, itulah orang-orang yang memastikan bahwa ISIS tidak kembali," kata Mattis seperti dikutip dari Russia Today, Minggu (3/12/2017).

YPG, atau Unit Perlindungan Rakyat, adalah milisi Kurdi yang memainkan peran utama dalam Pasukan Demokratik Suriah (SDF). SDF sendiri adalah sebuah aliansi milisi Kurdi dan Arab yang didukung oleh AS di Suriah.

Ketika ditanya apakah AS memang bermaksud untuk menghentikan adalah program untuk mempersenjatai pasukan Kurdi di Suriah, Mattis mengatakan: "Ya. Pentagon akan menjalankan persis seperti yang diumumkan oleh Presiden."

Mattis juga mengatakan bahwa Pentagon mengubah komposisi pasukan AS di Suriah karena operasinya di sana memasuki tahap akhir mereka.

"Pasukan mengubah sikap mereka, itu termasuk dengan sekutu kita yang sekarang mengubah pendirian mereka saat mereka sampai pada batas ke mana mereka pergi," katanya.

AS baru-baru ini mengatakan bahwa sekitar 400 Marinir dan artileri mereka akan meninggalkan Suriah setelah berakhirnya operasi yang bertujuan merebut kembali Raqqa dari ISIS. Jumlah tentara Amerika yang sebenarnya di Suriah, bagaimanapun, masih bisa menjadi signifikan karena laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa AS menyembunyikan jumlah sebenarnya di negara Timur Tengah.

Program AS yang mempertimbangkan pasokan senjata ke Kurdi Suriah, dan juga ketidaksetujuan mengenai status masa depan negara itu, telah membuat hubungan Washington dan Ankara tegang. Turki memandang milisi YPG Kurdi yang didukung AS sebagai sebuah organisasi teroris yang terkait dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK).

Washington telah berulang kali menekankan bahwa, meskipun mengetahui masalah keamanan Turki, kebijakan untuk mempersenjatai Kurdi diperlukan untuk memastikan kemenangan di Raqqa. Ankara, bagaimanapun, mengklaim bahwa YPG tidak memerangi ISIS namun berusaha untuk terlibat dalam kerja sama dengan para ekstrimis.

Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan Presiden AS Donald Trump berjanji tidak akan memberikan senjata kepada YPG dalam sebuah pembicaraan telepon dengan mitranya dari Turki, Recep Tayyip Erdogan. 


Credit  sindonews.com


Menhan AS Pastikan Hentikan Pengiriman Senjata pada Kurdi


Menhan AS Pastikan Hentikan Pengiriman Senjata pada Kurdi
Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), James Mattis menuturkan pihaknya akan menghentikan pengiriman senjata kepada Kurdi Suriah. Foto/Reuters


WASHINGTON - Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), James Mattis menuturkan pihaknya akan menghentikan pengiriman senjata kepada Kurdi Suriah. Dia menyebut ini sesuai dengan janji yang disampaikan oleh Presiden AS Donald Trump, kepada Presiden Turki Tayyip Erdogan.

"Ya, kami akan melakukan hal yang sama persis seperti yang sudah disampaikan oleh Presiden (Trump)," kata Mattis dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Anadolu Agency pada Minggu (3/12).

Mattis kemudian mengatakan, AS akan mengubah pembentukan kekuatan militernya di Suriah untuk mendukung perundingan yang sedang berlangsung di Jenewa.

Mengenai pengumuman yang disampaikan oleh AS bahwa mereka akan menarik unit artilerinya dari Suriah, Mattis mengatakan bahwa fokus utama AS, dan koalisi internasional saat ini adalah mempertahankan semua wilayah yang ada, dan mendukung penguatan kekuatan lokal.

"YPG dipersenjatai, dan saat koalisi berhenti melakukan aksi ofensif maka jelas Anda tidak memerlukannya (mempersenjata YPG). Anda memerlukan keamanan, Anda memerlukan pasukan polisi, itu adalah pasukan lokal, itulah orang-orang yang memastikan bahwa ISIS tidak kembali," ungkapnya.

Dia menambahkan, AS mengambil keputusan ini di Suriah untuk mendukung diplomat guna mengakhiri perang.

Seperti diketahui, perundingan damai di Jenewa saat ini kembali berlangsung. Perwakilan dari oposisi Suriah, dan pemerintah Suriah kembali bertemu untuk kedelapan kalinya untuk mencari solusi, untuk menghentikan perang yang sudah berlangsung selama setengah dekade.



Credit  sindonews.com


CIA: Pasukan Iran Menyerang Kepentinagan Amerika di Irak




CIA: Pasukan Iran Menyerang Kepentinagan Amerika di Irak
Mike Pompeo. wikipedia.org

CB, Jakarta - Direktur Badan Intelijen Pusat (CIA), Mike Pompeo, menaruh perhatian kuat atas aksi pasukan Iran yang menyerang kepentingan Amerika Serikat di Irak.
Berbicara di depan panel Forum Pertahanan Nasional Reagan di California Selatan, Pompeo mengatakan, dia telah mengirimkan surat kepada Mayor Jenderal Qassem Soleimani dan para pemimpin Iran berisi ancaman serangan terhadap pasukan Amerika Serikat di Irak.


Seorang anggota tentara Amerika Serikat berfoto selfie di Qayyara saat membantu pasukan Irak merebut kota Mosul dari kelompok militan ISIS di Irak, 26 Oktober 2016. REUTERS/Alaa Al-Marjani
Menurut Pompeo di depan peserta Forum, dia mengirimkan surat tersebut setelah pasukan yang berada di bawah komandonya terindikasi menyerang pasukan Amerika di Irak. Tetapi dia tidak menyebutkan secara spesifik.
"Kami telah mengkomunikasikan kepada dia melalui surat bahwa kami akan menahannya dan Iran bertanggung jawab atas serangan terhadap kepentingan Amerika di Irak yang dilakukan oleh pasukan di bawah komandonya," kata Pompeo, Sabtu, 2 Desember 2017, sebagaimana dikutip Reuters.
Sejumlah militan ISIS berbaris setelah berhasil ditahan oleh pasukan Kurdish Peshmerga, Kirkuk, Irak, 5 Oktober 2017. Pasukan Irak mengumumkan bahwa mereka telah merebut markas terakhir ISIS di Irak utara. REUTERS/Ako Rasheed
Pompeo mengatakan, Soleimani yang juga komandan operasi luar negeri untuk Pengawal Revolusi Iran, menolak membuka surat yang dia kirimkan.
Baca: Dua Tentara Amerika Tewas di Irak
Reuters dalam laporannya pada Oktober 2017 menyebutkan, Soleimani telah berkali-kali memperingatkan para pemimpin Kurdi di utara Irak agar menarik diri dari kota minyak Kirkuk atau berhadap dengan pasukan Irak yang didukung oleh milisi.





Credit  tempo.co




AS-Korsel Latihan Jet Tempur, Korut Ancam Perang Nuklir


AS-Korsel Latihan Jet Tempur, Korut Ancam Perang Nuklir 
  Korut kembali mengancam perang nuklir dengan AS dan Korsel jelang latihan angkatan udara kedua negara. (KCNA via REUTERS)



Jakarta, CB -- Korea Utara kembali melontarkan ancaman perang nuklir terhadap Amerika Serikat dan Korea Selatan jelang latihan terbesar angkatan udara kedua negara, Senin ini (12/3).

Komentar itu dilontarkan sementara Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih HR McMaster memperingatkan kemungkinan perang dengan negara bersenjata nuklir itu "semakin meningkat."

Latihan angkatan udara Vigilant Ace yang melibatkan 230 pesawat, termasuk jet tempur siluman F-22 Raptor, dimulai lima hari setelah Korea Utara menembakkan peluru kendali balistik antarbenua yang diyakini bisa menghantam seluruh penjuru AS.


Surat kabar Rodong milik partai penguasa Korea Utara mengecam rencana latihan bersama itu.

"Ini adalah provokasi terbuka, habis-habisan terhadap DPRK, yang mungkin berujung pada perang nuklir kapan saja," bunyi artikel editorial itu menggunakan singkatan nama resmi Korut, dikutip AFP.

"Tukang perang AS dan bonekanya Korea Selatan disarankan untuk mencamkan bahwa latihan militer yang diarahkan terhadap DPRK adalah tindakan bodoh yang sama saja dengan bunuh diri."

Komentar itu dilontarkan sehari setelah Menteri Luar Negeri Pyongyang menuding pemerintahan Trump "sangat menginginkan perang nuklir" dengan merencanakan latihan angkatan udara sembrono itu.

McMaster mengatakan kemungkinan perang dengan Korea Utara "semakin meningkat setiap hari."


"Saya rasa itu meningkat setiap hari, yang artinya ... kita mesti segera menyelesaikan masalah ini," ujarnya dalam sebuah forum, Sabtu.

"Ada banyak cara menyelesaikan masalah ini tanpa konflik bersenjata, tapi itu mesti segera dilakukan karena ia semakin dekat dan tidak ada banyak waktu yang tersisa," ujarnya.


 Korea Utara menyatakan rudal Hwasong-15 yang ditembakkan pada Rabu lalu bisa membawa "hulu ledak super-besar" dan berkemampuan untuk mencapai daratan utama AS.

Namun, sejumlah analis masih belum yakin Korut sudah mengantongi teknologi canggih yang memungkinkan roket untuk kembali masuk ke atmosfer bumi setelah ditembakkan.

Ketegangan nuklir berbulan-bulan antara pemimpin Korut Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump telah memicu kekhawatiran akan konflik baru di Semenanjung Korea setelah perang 1950-53 silam.

Namun, beberapa penasihat Trump mengatakan opsi militer AS terbatas ketika Pyongyang bisa kapan saja meluncurkan tembakan artileri ke ibu kota Korea Selatan, Seoul, yang hanya berjarak 50 kilometer dari perbatasan dan menaungi 10 juta penduduk.



Credit  cnnindonesia.com





Kecam Latihan AS-Korsel, Korut: Ini Bisa Mengarah ke Perang Nuklir



Kecam Latihan AS-Korsel, Korut: Ini Bisa Mengarah ke Perang Nuklir



Pyongyang - Korea Utara (Korut) memberikan reaksi keras terhadap latihan militer gabungan yang digelar Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel). Korut menjuluki kedua negara sebagai 'penghasut perang' dan menyebut latihan militer semacam ini akan memancing perang nuklir.

Latihan militer gabungan AS-Korsel yang bernama 'Vigilant Ace' ini mulai digelar Senin (4/12) ini hingga Jumat (8/12) mendatang. Lebih dari 230 pesawat akan dilibatkan, termasuk jet tempur siluman F-22 Raptor milik AS.

Seperti dilansir AFP, Senin (4/12/2017), surat kabar Korut Rodong Sinmun merilis pernyataan terbaru pada Minggu (3/12) yang secara khusus mengecam latihan gabungan AS-Korsel yang digelar selama lima hari ke depan itu.

"Ini merupakan provokasi terbuka, dengan sekuat tenaga melawan DPRK, yang bisa mengarah pada perang nuklir kapan saja," tegas Rodong Sinmun dalam editorialnya, dengan menggunakan nama resmi Korut, Republik Demokratik Rakyat Korea.


"AS dan bonekanya Korea Selatan yang menghasut perang, sebaiknya selalu ingat di kepala mereka bahwa latihan militer mereka yang menargetkan DPRK ini akan sama bodohnya dengan aksi terjun bebas ke dalam kehancuran diri mereka sendiri," imbuh editorial Rodong Sinmun itu.

Komentar ini dirilis Korut sekitar sehari setelah Kementerian Luar Negeri Korut menuding pemerintahan Presiden AS Donald Trump 'memohon perang nuklir dengan melakukan pertaruhan nuklir yang sangat berbahaya di Semenanjung Korea'.

Latihan militer gabungan AS-Korsel yang digelar tahunan ini bertujuan untuk meningkatkan kesiapan dan kemampuan operasional, serta memastikan tegaknya perdamaian dan keamanan di Semenanjung Korea.

Latihan militer gabungan ini mencetak rekor sebagai latihan militer yang diikuti jet tempur F-22 paling banyak dalam sekali latihan. Sekitar 12 ribu tentara AS, termasuk dari Korps Marinir dan Angkatan Laut AS, akan bergabung dengan tentara-tentara Korsel dalam latihan ini.




Credit  detik.com



Oposisi Malaysia Calonkan Mahathir sebagai PM


Oposisi Malaysia Calonkan Mahathir sebagai PM 
Mahathir Mohamad dan Anwar Ibrahim, mantan PM dan Deputi PM Malaysia. Mahathir dicalonkan oposisi untuk menjadi kandidat PM pada pemilu tahun depan, sedangkan istri Anwar, Wan Azizah menjadi Deputi PM. (Lawyers for Liberty/Handout via REUTERS)



Jakarta, CB -- Aliansi oposisi Malaysia Pakatan Harapan mencalonkan mantan Perdana Menteri Mahathir Mohammad sebagai kandidat PM jika memenangkan pemilihan umum mendatang.

Surat kabar Malaysia The Star melaporkan bahwa selain mencalonkan Mahathir sebagai PM, Pakatan juga memutuskan Wan Azizah Wan Ismail, sebagai Deputi PM. Wan Azizah adalah istri Anwar Ibrahim, pemimpin oposisi dan mantan deputi PM Malaysia yang kini mendekam dipenjara.

Namun, menurut kabar yang dilansir Strait Times, keputusan yang diambil usai pertemuan dua hari di Putrajaya, Sabtu lalu itu mendapat penolakan keas dari Partai Keadilan Rakyat (PKR), partai Wan Azizah-Anwar Ibrahim.



Mengutip sumber yang dilansir The Malaysian Insight (TMI), keputusan itu disepakati oleh tiga partai dalam aliansi oposisi. Yakni Partai Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM) pimpinan Mahathir, Partai Amanah Negara (PAN) dan Partai Aksi Demokratik (DAP). Namun belum disetujui oleh PKR.

Secara prinsip, Wan Azizah menyetujui kesepakatan itu, tetapi dia menghadapi penolakan dari faksi dalam partainya sendiri.

The Star melaporkan bahwa Wakil Presiden PKR, Chua Tian Chang menentang keputusan tersebut dan menolak untuk menerimanya sebagai keputusan akhir. Menurut The Star, keputusan itu dibuat oleh lima pemimpin Pakatan, Mahathir, Wan Azizah, Muhyiddin Yassin, Liam Guang Eng dan Mohamed Sabu.

"Kami harus menunda keputusan karena PKR akan membahasnya dalam pertemuan mereka," kata sumber itu seperti dilaporkan TMI.

Mahathir, 93 tahun, pernah menjabat sebagai PM Malaysia selama 22 tahun hingga mundur pada 2003. Dia kini memimpin aliansi oposisi Pakatan Harapan.

Tahun lalu, Mahathir mengesampingkan permusuhannya dengan Anwar Ibrahim, yang dia pecat pada 1998 atas dugaan sodomi dan korupsi. Perdamaian Mahathir dengan Wan Azizah, istri Anwar Ibrahim bertujuan untuk menghentikan laju PM Najib Razak yang berjuang untuk mendapatkan masa jabatannya yang ketiga dalam pemilu mendatang.





Credit  CNN Indonesia







Jokowi Ajukan KSAU Hadi Tjahjanto sebagai Calon Panglima TNI


Jokowi Ajukan KSAU Hadi Tjahjanto sebagai Calon Panglima TNI
Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (kiri) melihat maket pesawat angkut CN-235 buatan PT Dirgantara Indonesia (Persero) yang dipajang dalam Pameran Dirgantara 2017 di Terminal Selatan, Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, 20 April 2017. ANTARA FOTO

CB, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengajukan nama Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai calon Panglima TNI menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo. Menurut Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon, mereka sudah menerima surat dari Menteri Sekretariat Negara Pratikno terkait dengan calon Panglima TNI tersebut.
"Mensesneg Pratikno hari ini menyampaikan surat dari Presiden tentang rencana pemberhentian dengan hormat Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo," kata Fadli saat ditemui di Gedung Nusantara III DPR, Jakarta, Senin, 4 Desember 2017.


Surat itu, kata Fadli, akan segera diserahkan kepada pelaksana tugas Sekretaris Jenderal DPR, Damayanti, untuk segera diproses, lalu pimpinan DPR akan menggelar rapat bersama dengan pimpinan fraksi. "Rapat Badan Musyawarah akan digelar siang nanti," tuturnya.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo bakal pensiun pada Maret 2018. Penggantian Panglima TNI akan ditempuh melalui pertimbangan dan persetujuan DPR.
Kandidat Panglima TNI, sesuai dengan tradisinya, disyaratkan harus berpangkat bintang empat dan pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

Sebelumnya, koalisi sipil mendesak Presiden Joko Widodo segera menentukan nama calon Panglima TNI pengganti Gatot Nurmantyo yang akan pensiun. Mereka juga mendesak Jokowi menerapkan sistem rotasi dalam pemilihan Panglima TNI. Nama KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto diusulkan banyak pihak untuk menggantikan Gatot. 




Credit  TEMPO.CO





Koalisi Arab Sambut Baik Tawaran Dialog Eks Presiden Yaman


Koalisi Arab Sambut Baik Tawaran Dialog Eks Presiden Yaman
Mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh. Foto/Istimewa


SANAA - Koalisi Arab yang dipimpin oleh Arab Saudi menyambut baik tawaran pembicaraan mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh. Pasukan Saleh yang sebelumnya bersatu dengan pemberontak Houthi diketahui saat ini telah berbalik melawannya.

"Keputusan untuk memimpin dan berpihak kepada rakyat mereka akan membebaskan Yaman dari milisi yang setia kepada Iran," bunyi pernyataan yang dikeluarkan oleh koalisi Arab seperti disitat dari BBC, Minggu (3/12/2017).

Saleh mengatakan bahwa dia akan siap untuk "membalik halaman" jika koalisi tersebut mencabut blokade dan menghentikan serangannya. Tapi pemberontak Houthi, sekutunya sampai minggu ini, balik menuduhnya telah melakukan kudeta.

Bentrokan antara pasukan Saleh dan pejuang Houthi terus berlanjut di ibu kota, Sanaa. Kelompok bantuan mengatakan puluhan orang tewas dalam pertempuran antara kedua belah pihak dalam beberapa hari ini.

Houthi didukung oleh Iran namun telah menjadi sekutu Saleh melawan pemerintahan Presiden Abdu Rabbu Mansour Hadi yang diakui secara internasional sejak tahun 2014.

"Saya menyerukan kepada saudara-saudara di negara-negara tetangga dan aliansi untuk menghentikan agresi mereka, mengangkat pengepungan, membuka bandara dan mengizinkan bantuan makanan serta menyelamatkan orang-orang yang terluka dan kami akan mengubah sebuah halaman baru berdasarkan kedekatan kami," kata Saleh dalam sebuah pidato di televisi.

"Kami akan menangani mereka dengan cara yang positif dan apa yang terjadi dengan Yaman sudah cukup," imbuhnya.

Hadi juga menyambut baik pernyataan tersebut. Ia mengatakan bahwa dirinya siap untuk bekerja dengan Saleh melawan Houthi. Ia pun mendesak untuk segera membentu sebuah koalisi nasional untuk memerangi milisi Houthi.

"Mengubah sebuah halaman baru dengan semua sisi politik dan untuk membentuk sebuah koalisi nasional yang luas yang akan meletakkan fondasi untuk era baru dan menyatukan semua orang terhadap kudeta milisi kudeta," ujarnya.

Namun, kelompok Houthi menolak gagasan Saleh.

"Pidato Saleh adalah sebuah kudeta terhadap aliansi dan kemitraan kita serta mengekspos penipuan orang-orang yang mengaku menentang agresi," ujar seorang juru bicara Houthi. 

Kedua kelompok tersebut telah memerangi pemerintah Hadi selama hampir tiga tahun di bawah aliansi yang tidak solid. Namun permusuhan terakhir meletus ketika pendukung Saleh menuduh pemberontak Houthi membobol kompleks masjid utama di kota itu.

Pada hari Sabtu ada laporan tentang pertempuran lebih lanjut di Sanaa, dengan ledakan dan tembakan terkonsentrasi di pinggiran selatan Hadda dimana sanak keluarga Saleh tinggal.

Beberapa laporan mengatakan bahwa pejuang Saleh telah menguasai sebuah pos komando kunci Houthi.

Lebih dari 8.670 orang tewas dan 49.960 lainnya cedera sejak koalisi pimpinan Saudi melakukan intervensi dalam konflik Yaman, menurut PBB.

Konflik dan blokade oleh koalisi juga telah menyebabkan lebih dari 20 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, menciptakan bahaya pangan terbesar di dunia, dan menyebabkan wabah kolera yang diperkirakan telah membunuh 2.211 orang sejak April.



Credit  sindonews.com


Saleh Resmi Bubarkan Kemitraan dengan Houthi


Mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.
Mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.


CB, SANAA - - Mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh telah secara resmi mengumumkan pembubaran kemitraannya dengan milisi Houthi. Saleh mendesak diakhirinya peraturan milisi tersebut di tanah Yaman.
"Nol jam lagi Sanaa akan menjadi medan perang. Negara ini harus diselamatkan dari kegilaan kelompok Houthi," kata Saleh dalam sebuah pernyataan pada Senin (4/12) pagi, dikutip Al-Arabiya.
 
Menurutnya, Houthi telah melakukan tindakan provokatif terhadap warga Yaman. Tiga hari terakhir ini, dunia telah menyaksikan bentrokan mematikan antara pendukung mantan Presiden Saleh dan milisi Houthi.
 
Pertarungan tersebut terjadi pada Sabtu (2/12) dini hari di antara kedua belah pihak. Perselisihan itu menyebabkan setidaknya 80 pendukung dari kedua belah pihak dilaporkan tewas terbunuh.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID