ANKARA
- Presiden Turki Tayyip Erdogan dan Presiden Palestina Mahoud Abbas
dilaporkan telah melakukan pembicaraan melalui sambungan telepon,
semalam. Keduanya diketahui membahas situasi terbaru di Yerusalem.
Menurut seorang sumber di pemerintahan Turki, Erdogan dan Abbas membahas mengenai perkembangan terbaru di Palestina, khususnya membahas mengenai Yerusalem.
"Erdogan menekankan, sebuah negara Palestina yang merdeka dan berdaulat harus didirikan dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya," kata sumber itu yang berbicara dalam kondisi anonim.
"Dia menegaskan kembali dukungan Turki yang terus berlanjut untuk "just cause" rakyat Palestina. Pengangkatan sanksi di Gaza akan memberikan kontribusi signifikan terhadap perdamaian," sambungnya, seperti dilansir Anadolu Agecy pada Minggu (3/12).
Sumber itu kemudian mengatakan, Abbas pada bagiannya mengucapkan terima kasih kepada Erdogan karena kepekaan dan dukungan Erdogan, dan masyarakat Turki terhadap Palestina.
Panggilan telepon tersebut muncul di tengah laporan media tentang rencana yang diklaim oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Menurut seorang sumber di pemerintahan Turki, Erdogan dan Abbas membahas mengenai perkembangan terbaru di Palestina, khususnya membahas mengenai Yerusalem.
"Erdogan menekankan, sebuah negara Palestina yang merdeka dan berdaulat harus didirikan dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya," kata sumber itu yang berbicara dalam kondisi anonim.
"Dia menegaskan kembali dukungan Turki yang terus berlanjut untuk "just cause" rakyat Palestina. Pengangkatan sanksi di Gaza akan memberikan kontribusi signifikan terhadap perdamaian," sambungnya, seperti dilansir Anadolu Agecy pada Minggu (3/12).
Sumber itu kemudian mengatakan, Abbas pada bagiannya mengucapkan terima kasih kepada Erdogan karena kepekaan dan dukungan Erdogan, dan masyarakat Turki terhadap Palestina.
Panggilan telepon tersebut muncul di tengah laporan media tentang rencana yang diklaim oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Credit sindonews.com
Hamas Kobarkan Intifada jika AS Akui Yerusalem Ibu Kota Israel
GAZA
- Faksi Hamas Palestina yang mengendalikan Gaza menyerukan sebuah
intifada baru jika Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem sebagai Ibu
Kota Israel atau memindahkan kedutaannya ke kota sengketa tersebut.
Ancaman ini muncul setelah Presiden Donald Trump dilaporkan akan
mengumumkan pengakuan itu pada pekan depan.
Israel saat ini beribu kota di Tel Aviv, namun berambisi memindahkannya ke Yerusalem. Namun, rakyat Palestina sudah lama memimpikan kota tua yang jadi rumah bagi tempat suci agama Islam, Yahudi dan Kristen itu sebagai ibu kota masa depan negara mereka.
”Kami memperingatkan agar tidak melakukan tindakan semacam itu dan meminta rakyat Palestina untuk menghidupkan kembali intifada jika keputusan-keputusan yang tidak adil di Yerusalem ini diadopsi,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan.
Intifada adalah gerakan perlawanan masif rakyat Palestina terhadap Israel. Gerakan ini sudah terjadi beberapa kali selama konflik Israel dan Palestina berlangsung.
“Setiap keputusan Amerika untuk memindahkan kedutaannya akan ada serangan mencolok terhadap kota,” lanjut ancaman Hamas, yang dikutip AFP, Minggu (3/12/2017).
Status Yerusalem saat ini menjadi isu utama dalam konflik Israel-Palestina.
Kantor Presiden Palestina telah mengecam rencana AS tersebut karena akan menghancurkan proses perdamaian. Sebuah undang-undang di AS memerintahkan pemindahan keduataannya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Amanat UU itu sudah keluar sejak tahun 1995.
Namun sejak undang-undang tersebut disahkan, pemerintah AS menunda pelaksanaannya dengan alasan pemindahan ibu kota itu akan membuat rakyat Palestina dan warga Arab marah.
Israel saat ini beribu kota di Tel Aviv, namun berambisi memindahkannya ke Yerusalem. Namun, rakyat Palestina sudah lama memimpikan kota tua yang jadi rumah bagi tempat suci agama Islam, Yahudi dan Kristen itu sebagai ibu kota masa depan negara mereka.
”Kami memperingatkan agar tidak melakukan tindakan semacam itu dan meminta rakyat Palestina untuk menghidupkan kembali intifada jika keputusan-keputusan yang tidak adil di Yerusalem ini diadopsi,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan.
Intifada adalah gerakan perlawanan masif rakyat Palestina terhadap Israel. Gerakan ini sudah terjadi beberapa kali selama konflik Israel dan Palestina berlangsung.
“Setiap keputusan Amerika untuk memindahkan kedutaannya akan ada serangan mencolok terhadap kota,” lanjut ancaman Hamas, yang dikutip AFP, Minggu (3/12/2017).
Status Yerusalem saat ini menjadi isu utama dalam konflik Israel-Palestina.
Kantor Presiden Palestina telah mengecam rencana AS tersebut karena akan menghancurkan proses perdamaian. Sebuah undang-undang di AS memerintahkan pemindahan keduataannya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Amanat UU itu sudah keluar sejak tahun 1995.
Namun sejak undang-undang tersebut disahkan, pemerintah AS menunda pelaksanaannya dengan alasan pemindahan ibu kota itu akan membuat rakyat Palestina dan warga Arab marah.
Credit sindonews.com