Menlu Retno Marsudi bersama Menlu Palestina
Riyad al-Maliki saat KTT Asia-Afrika ke-60 pada April 2015 lalu. Menlu
RI memanggil Dubes AS di Jakarta terkait kabar bahwa Presiden Donald
Trump akan mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. (CNN
indonesia/Adhi Wicaksono)
Pemanggilan Dubes AS tersebut terkait kabar soal rencana Presiden Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Pengakuan itu rencananya bakal terwujud dengan pemindahan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Menurut kabar yang dilansir CNN, Sabtu (2/12) lalu, Trump berencana melaksanakan janjinya saat kampanye pemilihan presiden 2016 tersebut secepatnya pada Selasa (5/12).
"Menlu Retno sampaikan keprihatinan Indonesia terkait berita rencana pengumuman pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel," tulis Kementerian Luar Negeri lewat akun Twitter resminya, @Portal_Kemlu RI, Senin (3/12).
Disebutkan pula bahwa kepada Dubes AS, Menlu Retno menyatakan rencana pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel tersebut akan mengancam proses perdamaian Israel-Palestina.
Menanggapi pernyataan Menlu RI, Dubes AS menyampaikan bahwa Presiden Trump belum mengambil keputusan final mengenai hal tersebut.
Rencana Trump memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem dianggap sebagai pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Padahal Yerusalem Timur diharapkan Palestina sebagai Ibu Kota-nya jika mereka merdeka dari Israel.
Liga Arab berencana menggelar pertemuan darurat yang khusus membahas rencana Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada Selasa (5/12). Kementerian Luar Negeri Palestina mengimbau Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga menggelar sidang serupa.
Credit CNN Indonesia
Menlu RI Prihatin Rencana AS Akui Yerusalem Ibu Kota Israel
"Menlu Retno menyatakan keprihatinan Indonesia terkait rencana pengumuman pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel," demikian menurut informasi dari Kemlu melalui Twitter, Senin (4/12). Ia juga menyampaikan bahwa rencana tersebut akan mengancam proses perdamaian antara Israel dan Palestina.
Menanggapi pernyataan dari Retno tersebut, Joseph mengatakan, Presiden Amerika Serikat (AS)Donald Trump belum mengambil keputusan final mengenai masalah tersebut. Pernyataan ini juga disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Heather Nauertbahwa belum ada keputusan mengenai hal itu.
Sebelumnya dikabarkan setelah berbulan-bulan mengadakan perundingan yang intensif, Trump kemungkinan akan membaaut pengumuman pengakuan tersebut pada pekandepan. Hal itu untuk menyeimbangkan antara tuntutan politik domestik dantekanan geopolitik mengenai status Yerusalem yang merupakan rumah bagi situssuci untuk Yahudi, Muslim dan Kristen.
Credit REPUBLIKA.CO.ID
Dubes AS Temui Menlu Jelaskan Soal Yerusalem
"3. #MenluRetno sampaikan rencana tersebut akan mengancam proses perdamaian Israel-Palestina," tulis akun Twitter resmi Kemenlu RI @Portal_Kemlu_RI seperti dikutip Republika, Senin (4/12) sore. Menanggapi pandangan Menlu RI, Dubes AS menyampaikan, Presiden AS belum mengambil keputusan final mengenai masalah ini.
Pernyataan Menlu RI konsisten dengan sikap Indonesia terhadap situasi yang membelit Israel dan Palestina. Indonesia, dalam berbagai kesempatan, selalu mendorong terciptanya solusi dua negara (two state solution).
"Indonesia adalah pendukung kuat bagi solusi dua negara dan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, tinggal berdampingan dengan Israel," katanya ketika menghadiri pertemuan Hari Internasional untuk Solidaritas Bersama Masyarakat Palestina di Jakarta, Kamis (30/11).
Menlu RI juga menyambut baik perjanjian damai antara dua partai Palestina, yaitu Hamas dan Fatah, pada Oktober lalu. Sebab, hal tersebut merupakan suatu kemajuan yang positif dalam upaya mengatasi konflik di Palestina.
Kabar pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel oleh Trump mengemuka sejak akhir pekan lalu. Selain itu, presiden dari Partai Republik itu juga berencana memindahkan Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Batas waktu bagi Trump untuk menandatangani pemindahan ini jatuh pada Senin (4/12) waktu setempat atau Selasa (5/12) WIB. Namun, menantu sekaligus Penasihat Trump Jared Kushner pada Ahad (3/12) waktu AS mengungkapkan sang mertua mengambil keputusan.
"Presiden akan mengambil keputusan dan dia masih mengkaji berbagai fakta yang berbeda. Ketika dia membuat keputusan, dialah yang akan menjadi memberi tahu Anda, bukan saya," katanya seperti dikutip BBC.
Pekan lalu, Gedung Putih telah mendapat peringatan dari pejabat kebijakan luar negeri dan pejabat keamanan AS mengenai risiko terhadap diplomasi dan keamanan Negeri Paman Sam jika Kedubes AS dipindahkan. Berbicara kepada Fox News pada Ahad (3/12) waktu AS, Penasihat Keamanan Nasional Trump HR McMaster mengaku telah menyampaikan presentasi kepada Trump.
"Ada beberapa opsi terkait perpindahan kedutaan pada masa depan, yang menurut saya, bisa Anda gunakan untuk mendapatkan momentum menuju kesepakatan damai, dan sebuah solusi yang sesuai untuk Israel dan Palestina," ujar McMaster.
Terkait perkembangan terkini perihal rencana pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel sekaligus pemindahan Kedubes AS dari Tel Aviv, Presiden Palestina Mahmoud Abbas berusaha mengumpulkan dukungan diplomatik pada menit-menit akhir agar Trump mengurungkan niatnya.
Abbas melakukan serangkaian panggilan telepon pada Ahad (3/12) waktu Palestina dengan para pemimpin dunia. Ia menjelaskan, bahaya dari keputusan Trump untuk memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem dan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
"Langkah Amerika Serikat terkait dengan pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel atau memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem, merupakan ancaman bagi masa depan proses perdamaian dan tidak dapat diterima oleh orang-orang Palestina, Arab, dan internasional," ujar Abbas seperti dikutip Guardian, Senin (4/12).
Sejauh ini, seruan Abbas telah disampaikan ke sejumlah pemimpin negara-negara Arab, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Abbas khawatir seruan Palestina tidak akan dipertimbangkan Gedung Putih.
Kantor berita negara Turki, Anadolu, melaporkan Erdogan mengatakan kepada Abbas, negara Palestina yang merdeka harus memiliki Yerusalem Timur sebagai ibu kota. Abbas juga mengatakan, akan mengupayakan pertemuan dengan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Arab untuk membahas masalah tersebut.
Yordania, Presiden Liga Arab saat ini, akan mengundang anggota OKI dan Liga Arab untuk bersidang jika pengakuan AS terhadap Yerusalem diperpanjang. Mereka akan membahas langkah-langkah menghadapi konsekuensi dari keputusan tersebut.
"Hal ini pada akhirnya dapat menghambat semua upaya perdamaian dan memiliki risiko yang sangat tinggi untuk memprovokasi negara-negara Arab dan Muslim serta komunitas Muslim di Barat," kata seorang diplomat Yordania.
Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi mengaku telah berbicara dengan Menlu AS Rex Tillerson terkait rencana Trump. "Keputusan semacam itu akan memicu kemarahan di dunia Arab, menjadi pemicu ketegangan, dan membahayakan usaha perdamaian," kata Safadi. Kementerian Luar Negeri AS belum menanggapi pembicaraan antara Safadi dan Tillerson.
Kontraproduktif
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Rofi Munawar menilai, rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mendukung pemindahan ibu kota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem sangat kontrproduktif dalam penyelesaian konflik Palestina.
Menurut dia, langkah tersebut akan semakin meningkatkan konflik dan ketegangan yang berkepanjangan di Timur Tengah. "Hal ini karena Yerusalem merupakan salah satu episentrum perjuangan utama bagi bangsa Palestina, karena adanya Al Quds," ujar Rofi di Jakarta, Senin (4/12).
Ia mengatakan, relokasi kedutaan besar AS bersamaan dengan rencana penetapan Yerusalem sebagai ibu kota Israel merupakan salah satu janji kampanye Trump saat pemilihan presiden. Tapi, ironisnya, kebijakan luar negeri AS ini secara faktual sangat merugikan dan tidak mempertimbangkan kepentingan Palestina.
"Komunitas internasional dan PBB harus bersikap tegas terhadap rencana Donald Trump ini. Adapun OKI harus mengambil inisiatif yang lebih proaktif dalam menanggapi isu ini," ujar Rofi.
Credit REPUBLIKA.CO.ID