Selasa, 05 Desember 2017

Kematian Saleh Munculkan Perang Saudara Baru di Yaman


Mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.
Mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.


CB, SANAA-- Kematian mantan presiden Yaman Ali Abdullah Saleh menimbulkan keraguan tentang masa depan negara yang dilanda perang tersebut. Menurut beberapa analisis, sebuah perang koalisi pimpinan Saudi melawan pemberontak Houthi kemungkinan akan meningkat dengan kematian Saleh.
Seorang analis politik King's College London, Andreas Krieg mengatakan situasi di Yaman untuk jangka pendek akan menjadi tidak aman dan bahkan lebih buruk dari sebelumnya.

Meski masih belum jelas apakah aliansi di lapangan akan bergeser, Krieg yakin hal tersebut pasti akan terjadi. "Pengeboman koalisi sudah cukup buruk, sekarang akan ada tingkat perang sipil yang baru," katanya.

Dilansir di Aljazirah, Selasa (5/12), Saleh terbunuh pada Senin oleh pemberontak Houthi yang merupakan mantan sekutunya. Kematiannya dianggap sebagai pukulan yang sangat besar bagi pasukannya.

"Rumahnya dikepung selama dua hari terakhir dan hari ini mereka menyerang rumah tersebut. Dia lolos tapi dia ditemukan di sebuah kendaraan yang bentrok dengan pasukan pemeriksaan Houthi," kata pemimpin redaksi Yaman Post.Hakim al-Masmari dari ibukota Yaman, Sanaa.

Masmari mencatat kematian Saleh dapat menyebabkan koalisi pimpinan Saudi untuk lebih meningkatkan operasi militernya.

Saleh, yang memerintah Yaman selama lebih dari tiga dekade memainkan peran penting dalam perang sipil yang sedang berlangsung di negara tersebut. Ia telah meminta koalisi pimpinan Saudi untuk membuka blokadenya dalam sebuah pidato di televisi pada Sabtu.

Dia juga secara resmi memutuskan hubungan dengan Houthi. Ia mengatakan akan sangat terbuka untuk berdialog dengan koalisi militer yang telah berperang dengan aliansi pemberontaknya selama lebih dari dua tahun.

Arab Saudi memuji keputusan Saleh ini..

Pada 2015, Arab Saudi, bersama dengan negara-negara Muslim Sunni lainnya, secara militer melakukan intervensi di Yaman untuk mengembalikan pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang digulingkan oleh kelompok Houthi tahun sebelumnya.

Aliansi Saleh yang rapuh dengan kepemimpinan Houthi sebagian besar dipandang sebagai sesuatu yang integratif, menyatukan partai Kongres Rakyat (GPC) dan fraksi Houthi Ansar Allah, yang saling bertentangan satu sama lain di masa lalu.

Sejak perpecahan baru-baru ini, koalisi tersebut telah mengintensifkan serangan udara di daerah-daerah yang dikuasai Houthi di Sanaa, yang menargetkan bandara dan kementerian dalam negeri.

Sementara itu, Direktur program Timur Tengah untuk Kelompok Krisis Internasional, Joost Hiltermann mengatakan perputaran aliansi Houthi-Saleh akan meningkatkan fragmentasi dan konflik dengan adanya unsur balas dendam.

"GPC Saleh, partai penting di pusat, dapat mengalami fraktur lebih jauh, dengan banyak orang bergabung dengan pejuang anti-Houthi. Dan tidak ada yang menang," kata Hiltermann.

Ia mengatakan perkembangan terakhir yakni kemunduran besar bagi koalisi pimpinan-Saudi, yang mencakup Uni Emirat Arab (UEA) sebagai pemain kunci.

"Mereka mempertaruhkan harapan mereka pada Saleh menundukkan Houthi, tapi keadaan tampaknya berubah secara berbeda. Ini menunjukkan kekalahan pendekatan militer mereka terhadap perang," kata Hiltermann.

Awal tahun ini, serangkaian email yang bocor mengungkapkan keinginan Arab Saudi untuk mengakhiri perang di Yaman selama pembicaraan dengan mantan pejabat AS.

Meskipun tidak ada langkah-langkah resmi untuk menarik diri dari konflik tersebut, Hiltermann mengatakan Riyadh saat ini memiliki lebih sedikit pilihan untuk keluar dari perang tersebut..

"Jika mereka memutuskan untuk melipatgandakan pemboman udara, warga sipillah yang akan menderita - di atas malapetaka kemanusiaan yang telah kita lihat di Yaman," katanya.

Koalisi yang dipimpin Saudi memberlakukan blokade pada Oktober di negara Semenanjung Arab, di mana hampir 80 persen penduduk membutuhkan bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup.

Pekan lalu, di tengah meningkatnya tekanan internasional atas penderitaan jutaan orang Yaman, beberapa bantuan kemanusiaan diizinkan memasuki Yaman.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID


Presiden Yaman Ajak Seluruh Warga Perangi Houthi


Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi
Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi



CB, JEDDAH - Presiden Yaman Abed Rabbo Mansour Hadi mengajak warganya untuk bangkit melawan milisi Houthi yang didukung Iran. Seruan ini dikeluarkan setelah Houthi baru saja membunuh mantan sekutu mereka, yaitu mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.
Dalam sebuah pidato televisi, Hadi mengatakan tentara Yaman yang telah mengepung Sanaa. Mereka siap mendukung semua upaya yang bertujuan untuk memberantas Houthi.
Pemerintah Yaman yang sah telah memperluas jangkauannya ke semua warga Yaman, yang tulus berjuang demi memulai halaman baru di masa depan negara tersebut. Mereka akan membangun Yaman baru berdasarkan pluralisme, demokrasi, dan kebebasan.
"Yaman sedang melewati titik balik yang menentukan, yang membutuhkan persatuan dan keteguhan kita dalam menghadapi milisi sektarian ini. Ayo bantu kami untuk mengakhiri mimpi buruk ini," kata Hadi, Senin (4/12), dikutip Arab News.
Saleh dibunuh pada Senin (4/12) oleh milisi Houthi, dua hari setelah dia berselisih pendapat dengan sekutu-sekutunya. Milisi menyerbu rumah Saleh di ibu kota Sanaa, dan mantan pemimpin tersebut melarikan diri ke selatan menuju kampung halamannya di Sanhan.
Orang-orang bersenjata Houthi berhasil menghentikan konvoi empat kendaraan Saleh, 40 km dari ibu kota, dan melepaskan tembakan. Saleh (75 tahun) tewas bersama Sekretaris Jenderal Partai Kongres Rakyat Umum Arif Al-Zouka dan wakilnya, Yasir Al-Awadi.
Rekaman video yang diunggah ke media sosial menunjukkan tubuh Saleh tidak bergerak dengan luka kepala yang menganga, matanya terbuka, dan darah menodai kemejanya. Rekaman itu menunjukkan Houthi membawa mayat Saleh dengan selimut dan membuangnya ke dalam truk pickup.
Saleh memerintah Yaman selama lebih dari 30 tahun, kemudian membangun aliansi dan memainkan satu suku dengan yang lain. Dia pernah menggambarkan pemerintahan di negara itu seperti menari dengan ular di kepala.
Saleh digantikan oleh wakilnya, Hadi, pada 2012. Namun Saleh kemudian bergabung dengan Houthi untuk melakukan kudeta terhadap pemerintahan Hadi.
Arab Saudi membentuk koalisi militer pada 2015 untuk memulihkan pemerintahan Hadi yang telah diakui secara internasional. Tak disangka, pada Sabtu (2/12), Saleh justru memunggungi Houthi dan menawarkan perundingan dengan koalisi pimpinan Arab Saudi.
Juru bicara pemerintahan Hadi, Rajeh Badi, mengatakan hari terbunuhnya Saleh adalah hari yang paling menyedihkan dalam sejarah Yaman. Dia mengatakan pembunuhan tersebut merupakan kejahatan lain yang dilakukan milisi Houthi yang didukung Iran.
Pembunuhan tak manusiawi Saleh memaksa semua warga Yaman untuk berdiri di belakang pemerintahan yang sah, untuk melawan milisi. Milisi hanya membawa kekacauan dan kehancuran di Yaman dan bertujuan untuk melaksanakan agenda Iran di wilayah tersebut.
"Tindakan ini adalah bukti, milisi ini mengadopsi ideologi pengucilan. Kami menyerukan kepada orang-orang Yaman untuk membuat pembunuhan Ali Abdullah Saleh menjadi titik balik dalam sejarah Yaman dan mendorong semua orang untuk bergabung dalam barisan dengan pemerintah yang sah untuk melawan para teroris yang jahat," kata Hadi.


Credit  REPUBLIKA.CO.ID