Patung perunggu peninggalan peradaban kuno Sanxingdui, Cina. (livescience)
CB,
San Fransisco - Gempa
dan bencana lainnya menjadi salah satu faktor runtuhnya peradaban.
Hipotesis ini terbukti dari riset yang dilakukan ilmuwan Universitas
Tsinghua di Chengdu, Cina. Mereka mengungkap bahwa sebuah gempa yang
terjadi hampir 3.000 tahun silam menjadi penyebab hilangnya salah satu
peradaban kuno Cina secara misterius.
Gempa besar itu diduga
menyebabkan bencana tanah longsor yang membendung sumber air utama
budaya Sanxingdui dan mengalihkannya ke lokasi baru. "Hal itu, pada
gilirannya, telah memacu budaya Cina kuno tersebut untuk bergerak lebih
dekat ke aliran sungai baru," ujar salah seorang penulis penelitian,
Niannian Fan, dalam pertemuan tahunan ke-47
American Geophysical Union di San Francisco.
Pada 1929, seorang petani di Provinsi Sichuan menemukan batu giok dan
batu artefak ketika memperbaiki selokan limbah yang berlokasi sekitar 24
mil (40 kilometer) dari Chengdu. Namun signifikansi temuan itu tidak
dipahami sampai tahun 1986, ketika arkeolog menggali dua lubang harta
Zaman Perunggu, seperti giok, sekitar 100 gading gajah, dan patung
perunggu setinggi 8 kaki (2,4 meter).
"Temuan itu menunjukkan
kemampuan teknis mengesankan yang tidak ditemukan di tempat lain di
dunia pada saat itu," kata Peter Keller, seorang ahli geologi dan
Presiden Bowers Museum, di Santa Ana, California, Amerika Serikat, yang
saat ini menggelar pameran beberapa harta karun tersebut.
Harta
yang telah rusak dan terkubur, seolah-olah mereka korbankan, itu
berasal dari peradaban yang hilang dan sekarang dikenal sebagai
Sanxingdui, sebuah kota bertembok di tepi Sungai Minjiang. "Ini adalah
misteri besar," kata Keller, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Arkeolog sekarang percaya bahwa budaya yang sengaja dibongkar sendiri
itu berusia antara 3.000 dan 2.800 tahun. "Penjelasan mengapa ia
menghilang adalah perang dan banjir, tapi kedua alasan itu tidak terlalu
meyakinkan," kata Fan kepada
Live Science.
Sekitar 14
tahun yang lalu, arkeolog menemukan sisa-sisa kota kuno lain yang
disebut Jinsha di dekat Chengdu. Menurut Keller, situs Jinsha, meskipun
tidak memiliki perunggu Sanxingdui, memiliki mahkota emas dengan motif
ukiran berupa ikan, panah, dan burung yang serupa dengan temuan tongkat
emas di Sanxingdui. Hal itu membuat beberapa ahli percaya bahwa
orang-orang dari Sanxingdui mungkin telah berpindah ke Jinsha.
Namun, mengapa hal itu tetap menjadi misteri? Fan dan rekan-rekannya
bertanya-tanya apakah gempa bumi mungkin telah menyebabkan tanah longsor
yang membendung sungai di pegunungan dan mengalihkannya ke Jinsha.
Bencana itu mungkin telah mengurangi pasokan air Sanxingdui sehingga
memacu penduduknya untuk berpindah.
Fan mengatakan lembah
tempat Sanxingdui berada memiliki dataran banjir luas, dengan 7
kilometer dinding bertingkat tinggi yang tidak mungkin dipotong oleh
sungai kecil yang sekarang melaluinya.
Beberapa catatan sejarah
mendukung hipotesis mereka. Pada 1099 SM, kata Fan, penulis kuno
mencatat gempa di ibu kota Dinasti Zhou, di Provinsi Shaanxi. Meskipun
tempat itu kira-kira 250 mil (400 kilometer) dari situs bersejarah
Sanxingdui, kebudayaan terakhir tersebut tidak menuliskannya pada saat
itu.
"Sehingga mungkin episentrum gempa benar-benar dekat
dengan Sanxingdui--tapi tidak tercatat," kata Fan. “Bukti geologi juga
menunjukkan bahwa sebuah gempa bumi terjadi di wilayah itu antara 3.330
dan 2.200 tahun silam,” tambahnya.
Pada sekitar waktu yang
sama, kata Fan, sedimen geologi menunjukkan banjir besar terjadi, dan
dokumen dinasti Han "The Chronicles of the Kings of Shu" mencatat banjir
kuno mengalir dari gunung di tempat yang menunjukkan aliran yang
dialihkan. Sekitar 800 tahun kemudian, warga Jinsha membangun dinding
untuk mencegah banjir.
Credit
TEMPO.CO