
Kediaman presiden: Korea Utara telah mengancam akan menggunakan senjata
nuklir untuk menghancurkan Cheong Wa Dae, Istana Kepresidenan Korea
Selatan. [Wikipedia]
CB - Korea Utara telah kembali mengeluarkan ancaman kehancuran nuklir
secara sembarangan terhadap Korea Selatan dan Amerika Serikat setelah
sebuah komite Majelis Umum PBB mengecam keras negara itu karena kejahatan terhadap kemanusiaan.
Ironisnya, ancaman itu sendiri adalah pengakuan tak langsung adanya program senjata nuklir Pyongyang.
Dan ancaman itu membangkitkan pertanyaan baru tentang seberapa jauh pemimpin muda Korea Utara, Kim Jong-un, yang mudah berubah-ubah dan sangat sulit terduga, akan melangkah untuk melaksanakan ancamannya.
"Kami akan mengambil tindakan balasan paling keras" melawan Amerika
Serikat, dan "Jepang, juga, tidak akan pernah bisa menghindar dari
tindakan balasan paling keras ini," kata Komisi Pertahanan Nasional
Korea Utara [NDC] dalam sebuah pernyataan, kantor berita resmi
Pyongyang Korean Central News Agency [KCNA] melaporkan.
"Jepang harus ingat bahwa jika terus bersikap seperti sekarang,
negeri ini akan hilang dari peta dunia untuk selamanya, bukan hanya
menjadi sebuah negara yang dekat namun jauh," lanjut pernyataan itu.
Komite Ketiga Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi pada tanggal 18
November dengan 111 suara setuju, 19 menolak, dan 55 abstain. Resolusi
itu berusaha merujuk catatan pelanggaran hak asasi manusia Korea Utara
ke Mahkamah Pidana Internasional dan untuk meminta pertanggungjawaban
pemimpin teras negara itu atas kejahatan terhadap kemanusiaan.
Menanggapi hal itu, Pyongyang mengancam akan melakukan uji coba nuklir lagi.
Korea Utara yang marah juga secara terbuka mengancam akan menggunakan
senjata nuklir untuk memusnahkan pusat kota Seoul, ibukota Korea
Selatan yang berpenduduk lebih dari 10 juta orang, surat kabar Korea
Selatan
Chosun Ilbo melaporkan pada 24 November.
Korea Utara mengancam akan menghancurkan Gedung Biru
"Korea Utara pada [23 November] mengancam Cheong Wa Dae dengan
kehancuran nuklir setelah komite hak asasi manusia PBB pekan lalu
mengeluarkan resolusi yang mengutuk pelanggaran hak asasi manusia oleh
Korea Utara," kata surat kabar itu. Cheong Wa Dae adalah Istana
Kepresidenan President Park Geun-hye, yang juga dikenal sebagai Gedung
Biru.
"Kami mengajukan pertanyaan ini kepada Park Geun-hye dan gengnya,
yang tampaknya bersukacita dan bergembira atas resolusi PBB itu. Apakah
Anda pikir Cheong Wa Dae aman jika perang nuklir pecah?" kata Komisi
Pertahanan Nasional Korea Utara dalam pernyataannya.
Dikatakan, rezim Korea Utara dan rakyatnya benar-benar menolak
resolusi PBB tentang hak asasi manusia yang dirancang oleh AS dan
boneka-bonekanya, dan mengancam akan memberikan tanggapan keras.
Korea Utara telah menggertak dengan program nuklirnya hampir setiap
hari sejak komite PBB meloloskan resolusi pada 18 November, tulis Chosun
Ilbo.
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengambil sikap tegas terhadap pernyataan Korea Utara.
"Kami mengecam keras penggunaan bahasa provokatif dan ancaman perang
nuklir Korea Utara, sementara mereka gagal memahami keprihatinan dan
peringatan masyarakat internasional," kata Kementerian Luar Negeri dalam
sebuah pernyataan. Kemenlu ini menambahkan bahwa provokasi lebih lanjut
oleh Pyongyang hanya akan menghasilkan reaksi lebih keras dari
masyarakat internasional.
Namun begitu, sejumlah pertanda memberi petunjuk bahwa Korea Utara
mungkin memang sedang mempercepat rencana untuk sedikitnya melakukan uji
coba nuklir bawah tanah keempat, meskipun hal itu hanya akan semakin
mengucilkannya dari masyarakat internasional.
Foto menunjukkan pemutakhiran pabrik nuklir
"Citra satelit baru menunjukkan Korea Utara mungkin sedang
bersemangat untuk membangun sebuah fasilitas untuk memproses plutonium
menjadi senjata nuklir, setelah Pyongyang mengancam uji coba nuklir baru
sebagai tanggapan atas kecaman PBB tentang catatan HAM-nya,"
Sydney Morning Herald [
SMH] melaporkan pada tanggal 20 November.
Citra satelit itu menunjukkan uap mengepul dari pabrik pengolahan di kompleks nuklir utama Korea Utara
Yongbyon
- suatu tanda yang konsisten dengan pemeliharaan dan pengujian sebelum
operasi dimulai, menurut Institut AS-Korea di situs web 38North.org
milik Johns Hopkins University.
Pada tanggal 4 November, uap terlihat membubung dari menara pendingin
besar pada bangunan tambahan di sisi tenggara gedung pemisahan
plutonium, 38North mengatakan pada 19 November. Sepanjang musim panas
dan memasuki musim gugur 2014, ada sedikit aktivitas di fasilitas ini.
"Uap yang berasal dari menara pendingin besar di dekatnya konsisten
dengan pemeliharaan dan pengujian [serta kemungkinan pembuatan bahan
kimia yang terkait dengan pemrosesan kembali] dan akan menjadi salah
satu langkah pertama yang diambil sebelum operasi dimulai," kata situs
web itu.
Citra itu menunjukkan aktivitas truk di dekat pintu masuk kendaraan
pada gedung yang menerima bahan bakar bekas di kompleks pemrosesan
kembali itu, kata SMH.
"Pyongyang telah menon-aktifkan reaktor nuklir di Yongbyon pada tahun
2007 di bawah kesepakatan bantuan-untuk-perlucutan senjata, tetapi
mulai merenovasinya pada pertengahan 2013," katanya. "Ketika beroperasi,
reaktor itu mampu menghasilkan enam kilogram plutonium per tahun -.
Cukup untuk satu bom nuklir."
Korea Utara telah melakukan tiga uji nuklir, yang terakhir pada bulan Februari 2013. Uji nuklir 2013 ini sebagian merupakan tanggapan terhadap pengetatan sanksi PBB menyusulpeluncuran rudal yang sukses pada Desember 2012.
Chosun Ilbo pada 21 November mengatakan pola retorika
Pyongyang yang semakin panas dan semakin rinci tampaknya merupakan
persiapan untuk membenarkan uji coba nuklir keempat.
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengklaim
naskah resolusi PBB yang baru berarti Pyongyang "tidak dapat menahan
diri lebih lama lagi untuk melakukan uji coba nuklir baru.
"Alat penangkis perang kami akan sangat jauh diperkuat dalam
menghadapi rencana campur tangan bersenjata dan invasi Amerika Serikat,"
katanya.
Korea Selatan bereaksi
"Kami yakin bahwa Korea Utara selalu bersiap-siap untuk melakukan uji
coba nuklir baru. Tetapi kami tidak tahu apakah hal itu akan terjadi
dalam waktu dekat," kata Menteri Pertahanan Korea Selatan Han Min-koo
kepada Komite Pertahanan Majelis Nasional di Seoul.
Dan juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Selatan Noh Kwang-il
memperingatkan, "Jika Korea Utara memperburuk situasi dengan ancaman
nuklir, mereka akan melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB. Kita harus
memperingatkan Korea Utara bahwa mereka akan menghadapi respon yang
tegas dari masyarakat internasional."
Ironisnya, ancaman Korea Utara itu justru berhasil menjalin hubungan Korea Selatan
dan Jepang dengan Amerika Serikat lebih erat dari sebelumnya. Ancaman
itu juga membuktikan keuntungan bagi perusahaan-perusahaan pertahanan AS
karena Tokyo dan Seoul berusaha untuk meningkatkan sistem rudal
anti-balistik dan pertahanan berteknologi tinggi lainnya dalam
menghadapi ancaman bersama.
"Manakala Korea Utara mengancam, penjualan kami terdongkrak," kata Thomas Culligan dari Raytheon Corp, kepada
Financial Times dari London.
Analis dan penulis Gordon G. Chang, pakar masalah keamanan Asia, sependapat dengan penilaian Culligan.
"Tidak ada sesuatu seperti tiran yang terlalu kuat yang bisa
mendorong para korban bersatu agar bisa saling melindungi," katanya
kepada Asia Pacific Defense Forum [APDF].
Credit
APDForum