Dubai (CB) - Masyarakat Iran merasa takut akan dampak yang
lebih menyakitkan lagi atas biaya hidup setelah sanksi-sanksi baru
Amerika Serikat berlaku pada Senin, mulai dari usaha-usaha membeli
bahan-bahan mentah hingga ketidakmampuan orang-orang sakit dan lanjut
usia untuk membeli obat-obatan.
Amerika Serikat pada Senin akan menerapkan kembali pembatasan pada sektor perbankan dan perminyakan Iran sebagai upaya untuk mengendalikan kegiatan nuklir, peluru kendali, dan regional musuh bebuyutannya itu.
Penguasa Iran telah meremehkan langkah AS tersebut, tapi banyak orang biasa di negara itu tampak merasa khawatir, demikian Reuters melaporkan.
"Semua harga naik tiap hari ... Saya tak dapat membayangkan apa yang akan terjadi setelah 13 Aban (4 November). Saya takut. Saya khawatir. Saya merasa putus asa," kata Pejman Sarafnejad, 43 tahun, guru sekolah dasar dan ayah dari tiga anak di Teheran. "Saya bahkan tak dapat membeli beras untuk memberi makan tiga anak saya atau bayar kontrakan."
Perjuangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari semakin sukar selama berbulan-bulan belakangan ini. Ekonomi terpukul akibat pemberlakuan kembali gelombang pertama sanksi AS pada Agustus, setelah Washington keluar dari perjanjian nuklir dengan Teheran dan kekuatan-kekuatan dunia pada Mei.
Semua jenis bisnis luar negeri, mulai dari perusahaan-perusahaan minyak, perdagangan hingga perkapalan, telah menghentikan bisnis mereka dengan Iran karena takut terkena penalti yang AS berlakukan.
"Saya sangat bimbang karena sudah terjadi kekurangan sejumlah barang di pasar dan nilai rial (mata uang Iran) sudah turun banyak," kata seorang pemilik toko kelontong di Teheran. "Apa yang akan terjadi setelah pemberlakukan sanksi-sanksi baru?"
Kepemimpinan Iran mengatakan Teheran tak akan tunduk pada tekanan untuk menghentikan program-program peluru kendali atau mengubah kebijakan regionalnya.
Amerika Serikat pada Senin akan menerapkan kembali pembatasan pada sektor perbankan dan perminyakan Iran sebagai upaya untuk mengendalikan kegiatan nuklir, peluru kendali, dan regional musuh bebuyutannya itu.
Penguasa Iran telah meremehkan langkah AS tersebut, tapi banyak orang biasa di negara itu tampak merasa khawatir, demikian Reuters melaporkan.
"Semua harga naik tiap hari ... Saya tak dapat membayangkan apa yang akan terjadi setelah 13 Aban (4 November). Saya takut. Saya khawatir. Saya merasa putus asa," kata Pejman Sarafnejad, 43 tahun, guru sekolah dasar dan ayah dari tiga anak di Teheran. "Saya bahkan tak dapat membeli beras untuk memberi makan tiga anak saya atau bayar kontrakan."
Perjuangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari semakin sukar selama berbulan-bulan belakangan ini. Ekonomi terpukul akibat pemberlakuan kembali gelombang pertama sanksi AS pada Agustus, setelah Washington keluar dari perjanjian nuklir dengan Teheran dan kekuatan-kekuatan dunia pada Mei.
Semua jenis bisnis luar negeri, mulai dari perusahaan-perusahaan minyak, perdagangan hingga perkapalan, telah menghentikan bisnis mereka dengan Iran karena takut terkena penalti yang AS berlakukan.
"Saya sangat bimbang karena sudah terjadi kekurangan sejumlah barang di pasar dan nilai rial (mata uang Iran) sudah turun banyak," kata seorang pemilik toko kelontong di Teheran. "Apa yang akan terjadi setelah pemberlakukan sanksi-sanksi baru?"
Kepemimpinan Iran mengatakan Teheran tak akan tunduk pada tekanan untuk menghentikan program-program peluru kendali atau mengubah kebijakan regionalnya.
Credit antaranews.com