Rabu, 28 November 2018

Pernyataan 5 Negara Soal Insiden Rusia dan Ukraina




Sebuah kapal perang bersenjata artileri miliki Ukraina dan kapal tunda terlihat berlabuh di pelabuhan Kerch, Crimea, Rusia pada 26 November 2018. Reuters
Sebuah kapal perang bersenjata artileri miliki Ukraina dan kapal tunda terlihat berlabuh di pelabuhan Kerch, Crimea, Rusia pada 26 November 2018. Reuters

CBKiev – Pemerintah Ukraina telah menerapkan Undang-Undang Darurat Militer selama 30 hari pada Senin, 26 November 2018 pasca insiden laut dengan Rusia pada akhir pekan lalu.

Ini terjadi setelah parlemen Ukraina menyetujui usulan dari Presiden Petro Poroshenko. Namun, parlemen hanya menyetujui kondisi darurat militer ini berlaku selama 30 hari dari usulan Poroshenko selama 60 hari.
Parlemen juga memberi syarat pemerintahan Poroshenko tidak boleh menggunakan penerapan UU Darurat Militer ini untuk mengekang kebebasan sipil dan menunda pemilu, yang akan digelar para Maret 2018.
Menanggapi insiden pada akhir pekan lalu, belasan pengunjuk rasa menggunakan topeng melemparkan sulur api dan telur ke kantor Konsulat Jenderal Rusia di Kota Kharkiv, Ukraina, pada Senin, 26 November 2018.
Mereka memprotes penembakan dan penangkapan tiga kapal Ukraina pada Ahad lalu. Sebagian pengunjuk rasa meneriakkan “Matilah pendudukan Rusia”. Sebuah pohon di halaman konsulat terkena lemparan sulur api sehingga terbakar dan menimbulkan asap.

Belasan pengunjuk rasa juga berkumpul di depan kantor Kedutaan Besar Rusia di Kiev dan sebagian pengguna topeng melemparkan sulur api sebelum dibubarkan polisi.
“Kami berkumpul di sini hari ini untuk mengekspresikan protes kami ke Rusia terhadap tindakan mereka dengan menembaki militer kami,” kata salah seorang pemrotes Oleksiy Ryabov seperti dilansir Reuters pada Senin, 26 November 2018. Ryabov mengaku sangat marah atas insiden itu. Dia meminta semua hubungan diplomatik dengan Rusia diputus.
Pemerintah Rusia telah membuka lalu lintas Selat Kerch untuk kegiatan ekonomi. Namun, tiga kapal Ukraina yang ditahan belum dilepaskan.

Berikut sejumlah pernyataan dari beberapa negara soal insiden ini:
  1. Amerika Serikat
“Amerika Serikat mengecam tindakan agresif Rusia. Kami meminta kepada Rusia untuk mengembalikan kapal Ukraina dan krunya serta menghormati kedaulatan dan integritas wilayah,” kata Mike Pompeo, menteri Luar Negeri AS.
Soal insiden ini, Presiden Donald Trump mengatakan tidak menyukai kondisi yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Dia bekerja sama dengan pemimpin Eropa untuk mengatasi ini.
  1. Inggris
“Kami mengutuk tindakan agresif Rusia. Insiden ini semakin menunjukkan bukti perilaku mengganggu Rusia di wilayah ini,” kata juru bicara dari kantor Perdana Menteri Inggris, Theresa May.
Inggris juga menegaskan,”Posisi Inggris jelas yaitu kapal harus diizinkan untuk melewati jalur ke pelabuhan Ukraina di Laut Azov. Kami mendesak semua pihak untuk menahan diri. Rusia tidak boleh dibiarkan menggunakan kekuatan untuk menggunakan kekuatan lebih besar terhadap Ukraina.”

  1. Prancis
“Tidak ada hal yang bisa membenarkan tindakan kekuatan oleh Rusia. Kami mendesak Rusia untuk melepaskan para pelaut Ukraina dan menyerahkan mereka bersama kapalnya secepatnya,” begitu pernyataan dari kementerian Luar Negeri Prancis.
  1. Jerman
Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, mengatakan blokade Selat Kerch oleh Rusia tidak bisa diterima. “Perkembangan di Ukraina mengkhawatirkan,” kata Maas.
Jerman menggelar pertemuan di Berlin dengan mengundang Rusia, Ukraina, dan Prancis untuk menyelesaikan insiden pada akhir pekan lalu.

  1. Turki
Pemerintah Turki mengungkapkan kekhawatiran pasca insiden laut antara Rusia dan Ukraina. Turki berharap lalu lintas bisnis kapal di kawasan itu tidak terganggu.
“Sebagai negara yang memiliki pantai berbatasan dengan Laut Hitam, kami menggaris bawahi bahwa jalur melewati Selat Kerch tidak boleh di blokir,” begitu pernyataan dari kementerian Luar Negeri Turki.





Credit  tempo.co