WASHINGTON
- Presiden Donald Trump telah memperingatkan bahwa Amerika Serikat (AS)
akan membangun persenjataan nuklirnya untuk menekan Rusia dan China.
Washington mengabaikan ancaman Moskow yang akan merespons serupa jika
mantan musuh Perang Dingin-nya itu meningkatkan arsenal nuklir.
Jika Washington dan Moskow sama-sama membangun persenjataan nuklir, itu berarti dunia masuk momen baru perlombaan senjata. Trump mengulangi tuduhannya bahwa Rusia sudah melanggar perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) 1987, sehingga Washington akan keluar dari perjanjian tersebut.
Perjanjian yang diteken di era Perang Dingin itu melarang peluncuran rudal jarak menengah. Perjanjian ditekan AS dan Rusia yang kala itu masih bernama Soviet.
"AS akan membangun persenjataannya sampai orang-orang sadar," kata Trump, seperti dikutip BBC, Selasa (23/10/2018).
"Ini adalah ancaman bagi siapa pun Anda termasuk China, termasuk Rusia dan itu termasuk orang lain yang ingin memainkan permainan itu...(Rusia) tidak mematuhi semangat perjanjian atau isi perjanjian itu sendiri," ujar Trump.
Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton telah mengadakan pembicaraan di Moskow setelah Rusia mengutuk rencana AS untuk keluar dari perjanjian INF.
Moskow memberitahu Bolton bahwa penarikan diri AS dari perjanjian senjata nuklir itu akan menjadi "pukulan serius" bagi rezim non-proliferasi.
Namun, Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolai Patrushev juga mengatakan bahwa Kremlin siap untuk bekerja dengan AS guna menghapus sikap saling tuduh atas pelanggaran perjanjian INF.
"Kami perlu mendengar penjelasan pihak Amerika tentang masalah ini," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov. "Menghentikan perjanjian itu memaksa Rusia untuk mengambil langkah demi keamanannya sendiri."
Jika Washington dan Moskow sama-sama membangun persenjataan nuklir, itu berarti dunia masuk momen baru perlombaan senjata. Trump mengulangi tuduhannya bahwa Rusia sudah melanggar perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) 1987, sehingga Washington akan keluar dari perjanjian tersebut.
Perjanjian yang diteken di era Perang Dingin itu melarang peluncuran rudal jarak menengah. Perjanjian ditekan AS dan Rusia yang kala itu masih bernama Soviet.
"AS akan membangun persenjataannya sampai orang-orang sadar," kata Trump, seperti dikutip BBC, Selasa (23/10/2018).
"Ini adalah ancaman bagi siapa pun Anda termasuk China, termasuk Rusia dan itu termasuk orang lain yang ingin memainkan permainan itu...(Rusia) tidak mematuhi semangat perjanjian atau isi perjanjian itu sendiri," ujar Trump.
Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton telah mengadakan pembicaraan di Moskow setelah Rusia mengutuk rencana AS untuk keluar dari perjanjian INF.
Moskow memberitahu Bolton bahwa penarikan diri AS dari perjanjian senjata nuklir itu akan menjadi "pukulan serius" bagi rezim non-proliferasi.
Namun, Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolai Patrushev juga mengatakan bahwa Kremlin siap untuk bekerja dengan AS guna menghapus sikap saling tuduh atas pelanggaran perjanjian INF.
"Kami perlu mendengar penjelasan pihak Amerika tentang masalah ini," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov. "Menghentikan perjanjian itu memaksa Rusia untuk mengambil langkah demi keamanannya sendiri."
Penandatangan
perjanjian INF adalah Presiden AS Ronald Reagan dan Presiden terakhir
Soviet Mikhail Gorbachev. Perjanjian ini melarang pengembangan dan
peluncuran rudal jarak menengah dengan kisaran antara 500km-5.500 km
(310mil-3.400 mil), baik berhulu ledak nuklir maupun konvensional.
Moskow berulang kali menyangkal rudal yang dikembangkan dan diuji coba melanggar perjanjian itu.
Namun, NATO pada Juli lalu menyatakan Rusia telah gagal memberikan jawaban yang dapat dipercaya atas pengembangan rudalnya. NATO akhirnya menyimpulkan bahwa penilaian yang paling masuk akal adalah Rusia melanggar perjanjian tersebut.
Moskow berulang kali menyangkal rudal yang dikembangkan dan diuji coba melanggar perjanjian itu.
Namun, NATO pada Juli lalu menyatakan Rusia telah gagal memberikan jawaban yang dapat dipercaya atas pengembangan rudalnya. NATO akhirnya menyimpulkan bahwa penilaian yang paling masuk akal adalah Rusia melanggar perjanjian tersebut.
Credit sindonews.com