JAKARTA
- Pemerintah Polandia melalui Kedutaan Besar-nya di Jakarta tidak
menanggapi permintaan komentar terkait penahanan warganya atas tuduhan
mempersenjatai kelompok separatis Papua Merdeka. Pria bernama Jakub
Fabian Skrzypski, 29, itu terancam hukuman penjara seumur hidup.
Skrzypski ditahan polisi Indonesia di Wamena sejak 26 Agustus 2018. Dia terancam hukuman penjara seumur hidup karena dituduh berkomplot melawan negara Indonesia.
Dia resmi jadi tersangka penyelundupan senjata untuk kelompok separatis Papua Merdeka.
Mengutip laporan Reuters, Selasa (11/9/2018), selain Skrzypski, ada beberapa warga Papua yang juga ditangkap secara terpisah. Mereka dituduh melanggar undang-undang tentang pengkhianatan yang bisa berujung pada hukuman penjara seumur hidup.
Skrzypski ditahan polisi Indonesia di Wamena sejak 26 Agustus 2018. Dia terancam hukuman penjara seumur hidup karena dituduh berkomplot melawan negara Indonesia.
Dia resmi jadi tersangka penyelundupan senjata untuk kelompok separatis Papua Merdeka.
Mengutip laporan Reuters, Selasa (11/9/2018), selain Skrzypski, ada beberapa warga Papua yang juga ditangkap secara terpisah. Mereka dituduh melanggar undang-undang tentang pengkhianatan yang bisa berujung pada hukuman penjara seumur hidup.
"Dia
dituduh melakukan (pelanggaran) pengkhianatan," kata Kepala Bidang
Humas Kepolisian Daerah Papua, Komisaris Besar Polisi Ahmad Musthofa
Kamal.
Menurut polisi, Skrzypski masuk Indonesia dengan visa turis. Namun, dia membahas kesepakatan senjata dalam sebuah pertemuan dengan seorang pemimpin separatis kelompok Papua Merdeka, yang bermarkas di Papua Nugini dan belum ditangkap.
Polisi memiliki beberapa bukti, termasuk pesan ponsel dan video yang menunjukkan Skrzypski berpartisipasi dalam latihan menembak.
Kedutaan Besar Polandia di Jakarta hingga kini tidak menanggapi permintaan wartawan untuk berkomentar.
Sementara itu, kelompok pembela hak asasi manusia, TAPOL, meminta pihak berwenang Indonesia untuk membebaskan pria Polandia dan beberapa warga Papua yang dituduh melanggar undang-undang tentang pengkhianatan.
Menurut TAPOL, seorang mahasiswa Papua Barat berusia 29 tahun, Simon Magal, ditangkap di Timika, beberapa hari setelah penangkapan Skrzypski. Magal dikenai tuduhan melakukan pengkhianatan karena telah bertemu dan berkomunikasi dengan Skrzypski. sangat berlebihan.
TAPOL mengatakan bahwa Magal, yang bersiap untuk melakukan perjalanan ke Australia untuk studi pasca-sarjana ketika dia ditangkap, hanya memiliki kontak yang minim dengan Skrzypski. Kelompok HAM ini menegaskan bahwa Magal tidak melakukan negosiasi senjata seperti yang dituduhkan.
Magal, lanjut TAPOL, hanya terseret oleh tindakan Skrzypski.
Menurut polisi, Skrzypski masuk Indonesia dengan visa turis. Namun, dia membahas kesepakatan senjata dalam sebuah pertemuan dengan seorang pemimpin separatis kelompok Papua Merdeka, yang bermarkas di Papua Nugini dan belum ditangkap.
Polisi memiliki beberapa bukti, termasuk pesan ponsel dan video yang menunjukkan Skrzypski berpartisipasi dalam latihan menembak.
Kedutaan Besar Polandia di Jakarta hingga kini tidak menanggapi permintaan wartawan untuk berkomentar.
Sementara itu, kelompok pembela hak asasi manusia, TAPOL, meminta pihak berwenang Indonesia untuk membebaskan pria Polandia dan beberapa warga Papua yang dituduh melanggar undang-undang tentang pengkhianatan.
Menurut TAPOL, seorang mahasiswa Papua Barat berusia 29 tahun, Simon Magal, ditangkap di Timika, beberapa hari setelah penangkapan Skrzypski. Magal dikenai tuduhan melakukan pengkhianatan karena telah bertemu dan berkomunikasi dengan Skrzypski. sangat berlebihan.
TAPOL mengatakan bahwa Magal, yang bersiap untuk melakukan perjalanan ke Australia untuk studi pasca-sarjana ketika dia ditangkap, hanya memiliki kontak yang minim dengan Skrzypski. Kelompok HAM ini menegaskan bahwa Magal tidak melakukan negosiasi senjata seperti yang dituduhkan.
Magal, lanjut TAPOL, hanya terseret oleh tindakan Skrzypski.
"Temuan kami menunjukkan bahwa Skrzypski hanyalah seorang turis yang mungkin bertindak sembarangan dan tidak bertanggung jawab di area konflik," kata kelompok tersebut dalam siaran pers-nya.
Menurut TAPOL, Skrzypski dituntut secara tidak adil, karena dia hanyalah seorang turis dengan kecenderungan untuk bepergian ke daerah berbahaya di seluruh dunia dan mungkin telah bertindak naif di zona konflik.
"Teman dekat Skrzypski yang kami wawancarai menggambarkannya sebagai seorang penjelajah 'ekstrem' yang penuh semangat dengan hasrat untuk budaya lain, bahasa, dan masalah kemanusiaan," lanjut TAPOL.
Credit sindonews.com